Layar Terkembang hingga ke Timur

Hingga akhir acara penganugerahan pada Selasa (14/11/2023) di Jakarta, film Women from Rote Island berhasil menyabet Piala Citra di keempat nominasi itu. Ini jumlah perolehan piala terbanyak dari semua film yang dinominasikan. Publik bersorak; campuran antara kaget dan penasaran. Wajar saja, masih banyak yang belum nonton film ini lantaran belum diputar di bioskop reguler.

imageWomen from Rote Island di Ciputra Artpreneur, Jakarta Selatan, Selasa (14/11/2023)" height="683" loading="lazy" sizes="(max-width:1280px) 1280px, (max-width:720px) 720px, (max-width:1024px) 1024px, (max-width:7008px) 7008px, (max-width:676px) 676px, (max-width:160px) 160px, (max-width:300px) 300px, (max-width:480px) 480px" src="https://cdn-assetd.kompas.id/QcgnqoO97dMZfRat9apQtJwdLY0=/1024x683/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F11%2F18%2F2684d53d-06cb-4a44-992d-7f68a258764d_jpg.jpg" srcset="https://cdn-assetd.kompas.id/ZpgEudAYLw-P3NkGpuERY-rIOMc=/1280x853/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F11%2F18%2F2684d53d-06cb-4a44-992d-7f68a258764d_jpg.jpg 1280w, https://cdn-assetd.kompas.id/y0jjLcIrlrMpsfYApIsLZHCL_Ks=/720x480/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F11%2F18%2F2684d53d-06cb-4a44-992d-7f68a258764d_jpg.jpg 720w, https://cdn-assetd.kompas.id/QcgnqoO97dMZfRat9apQtJwdLY0=/1024x683/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F11%2F18%2F2684d53d-06cb-4a44-992d-7f68a258764d_jpg.jpg 1024w, https://asset.kgnewsroom.com/photo/pre/2023/11/18/2684d53d-06cb-4a44-992d-7f68a258764d_jpg.jpg 7008w, https://cdn-assetd.kompas.id/XNgXJueh8OSxwnsmhD39TJCnOb4=/676x451/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F11%2F18%2F2684d53d-06cb-4a44-992d-7f68a258764d_jpg.jpg 676w, https://cdn-assetd.kompas.id/FCVMfh1ytMTInv7OIJXWWnL8tf4=/160x160/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F11%2F18%2F2684d53d-06cb-4a44-992d-7f68a258764d_jpg.jpg 160w, https://cdn-assetd.kompas.id/3R_gp7w0P9geYvZEzRBN2Gqtaf4=/300x200/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F11%2F18%2F2684d53d-06cb-4a44-992d-7f68a258764d_jpg.jpg 300w, https://cdn-assetd.kompas.id/3XYgsvOA17ASSL2JYSip6v1rLHY=/480x480/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F11%2F18%2F2684d53d-06cb-4a44-992d-7f68a258764d_jpg.jpg 480w" width="1024" data-v-30ab5665>
ARMAN FEBRYAN UNTUK FFI 2023

Sutradara Jeremias Nyangoen (kanan) meraih Piala Citra Festival Film Indonesia 2023 kategori Sutradara Terbaik dalam film Women from Rote Island di Ciputra Artpreneur, Jakarta Selatan, Selasa (14/11/2023)

Film yang digarap sutradara dan penulis skenario Jeremias Nyangoen ini ditayangkan perdana pada Oktober 2023 di Busan International Film Festival (BIFF), Korea Selatan. Selanjutnya, film ditayangkan di Jakarta Film Week (JFW) pada 28 Oktober 2023. Film ini akan ditayangkan kembali di Jogja-Netpac Asian Film Festival (JAFF), Yogyakarta, pada akhir November 2023.

Menurut Jeremias, filmnya sudah diajukan untuk tayang di bioskop sejak Juli-Agustus 2023. Mukanya masam ketika ditanya mengapa filmnya tak kunjung dapat layar.

Bukan profesional

Di balik Women from Rote Island, ada sekitar 170 kru yang bekerja sama merampungkan film dengan latar lokasi di Pulau Rote, NTT, ini. Sebagian besar orang adalah pekerja film lokal. Sebagian kecil lainnya diboyong dari Jakarta dan sekitarnya.

Baca juga: Film ”Women from Rote Island” Menjadi Kuda Hitam di FFI 2023

Menariknya, tak ada artis ternama yang main di film ini. Semuanya warga lokal yang tak punya pengalaman main film profesional sama sekali. Semuanya newbie yang bekerja keras menempa diri hingga diganjar Piala Citra. Memang, hasil latihan peran itu belum membuahkan nominasi kategori pemeranan. Namun, kategori penyutradaraan, penulisan naskah, dan sinematografi boleh dibilang urusan penting dalam sebuah film.

”Rasanya 99 persen aktor belum pernah berakting sebagai pemain, sebagai pekerja film profesional. Ada 1-2 orang pernah ikut sinetron di Jakarta, tetapi selebihnya tidak pernah main (film) sama sekali,” ujar Jeremias usai Malam Anugerah FFI 2023 di Jakarta, Selasa, ketika menepi dari keriuhan pesta pasca-acara. Dia hendak merokok sambil menghabiskan segelas gin di tangannya, tetapi peraturan gedung melarang membakar tembakau. Sang juara terima saja. Dia tetap semangat bercerita.

Kata Jerry, panggilan Jeremias, para pemeran mesti latihan selama 2-3 bulan. Itu baru latihan saja, belum urusan riset, penulisan naskah, dan pengambilan gambar. Masa berlatih ini lebih panjang dibandingkan film yang diperankan aktor profesional. Jeremias—yang alumnus seni teater Institut Kesenian Jakarta—memperlakukan ini seperti proses saat berteater. Proses ini makan waktu, tetapi hasilnya sepadan.

”Saya dapat soul yang kuat dari mereka (para aktor), yang natural. Kedua, dialek terjaga dengan baik,” katanya. ”Kalau nonton film ber-setting lokasi tertentu terasa sekali (logatnya) dijawajawain, atau dipadangpadangin, atau dibatakbatakin. Gua enggak mau itu terjadi di film ini,” ujar Jerry yang pernah menulis scenario film Denias, Senandung di Atas Awan (2006) ini.

Salah satu sesi persiapan atau gladi resik menjelang Festival Film Indonesia 2023.
ARMAN FEBRYAN UNTUK FFI 2023

Salah satu sesi persiapan atau gladi resik menjelang Festival Film Indonesia 2023.

Dalam menulis naskah film pun Jeremias tak mau asal. Ia menghabiskan waktu 1 tahun 8 bulan untuk bolak-balik ke Rote; tinggal di sana, berinteraksi dengan masyarakat, mengamati suasana, dan merasakan air dan makanan Rote.

Adapun Women from Rote Island mengangkat sisi gelap kemanusiaan. Bengisnya kekerasan seksual, pembunuhan, hingga gangguan kesehatan jiwa direpresentasikan dalam warna bernada suram pula di film. Kepahitan ini berpadu dengan gambar bersudut lebar yang menyampaikan keelokan alam. Sang sutradara membenturkan kontrasnya keindahan dan kepahitan. Ia ingin audiens ikut merasa tak nyaman.

Dikisahkan Martha (diperankan Irma Novita Rihi) pulang kampung ke Batu Termanu, Kecamatan Rote Tengah, Kabupaten Rote Ndao, NTT, untuk menghadiri pemakaman. Sudah dua tahun ia tak pulang demi bekerja sebagai buruh kebun kelapa sawit di Malaysia. Kepulangannya tak indah. Martha depresi lantaran diperkosa saat bekerja. Di kampung pun ia kembali jadi korban, lalu hamil.

”Rote itu indah, tetapi orang tidak tahu persoalan di dalam itu tidak indah, loh,” kata Jeremias.

Walakin, ini bukan cuma perkara di Rote, melainkan juga di belahan bumi mana pun. Perempuan maupun lelaki rentan jadi korban kekerasan seksual, tetapi statistik mencatat perempuan lebih rentan jadi korban.

Perempuan rentan jadi korban untuk kedua kali karena distigma negatif oleh publik, keluarga, bahkan penegak keadilan. Ada yang menganggap korban bersalah karena ”bajunya terlalu ketat”, ”roknya terlalu pendek”, atau ”pergi sendirian”. Ada lagi korban yang deritanya tak usai karena dipaksa menikah dengan pelaku, diancam, atau menyelesaikan masalah secara ”kekeluargaan”. Banyak korban tak mendapat keadilan. Banyak korban meneruskan hidupnya dalam kesunyian, memendam dalam-dalam luka yang dia alami.

Rawan bencana

Film pendek Evakuasi Mama Emola—pemenang Film Pendek Terbaik FFI 2023—turut mengangkat keindahan Indonesia timur di Ternate, Maluku Utara. Film ini berkisah tentang Julius (Ricky Malau) yang tengah menjalani masa tahanan di penjara. Gempa datang dan kampungnya terancam tsunami. Julius diizinkan pulang untuk mengevakuasi ibunya yang tua renta dan tinggal sendirian. Syaratnya, sipir Nuri (Siti Fauziah) mesti mendampingi.

imageEvakuasi Mama Emola—pemenang Film Pendek Terbaik FFI 2023saat menerima Piala Citra di Ciputra Artpreneur, Jakarta Selatan, Selasa (14/11/2023)." height="683" loading="lazy" sizes="(max-width:1280px) 1280px, (max-width:720px) 720px, (max-width:1024px) 1024px, (max-width:7008px) 7008px, (max-width:676px) 676px, (max-width:160px) 160px, (max-width:300px) 300px, (max-width:480px) 480px" src="https://cdn-assetd.kompas.id/tqH_txX8bC8Inmnr6weJieBgQmk=/1024x683/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F11%2F18%2Fecbbf73c-3b38-4a10-81f7-fc147e86a94f_jpg.jpg" srcset="https://cdn-assetd.kompas.id/Eu3RxCLEyUQlk4aETnuzDUsGo7U=/1280x853/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F11%2F18%2Fecbbf73c-3b38-4a10-81f7-fc147e86a94f_jpg.jpg 1280w, https://cdn-assetd.kompas.id/tKOGZoC72CpxAGJVhIivKgjUk84=/720x480/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F11%2F18%2Fecbbf73c-3b38-4a10-81f7-fc147e86a94f_jpg.jpg 720w, https://cdn-assetd.kompas.id/tqH_txX8bC8Inmnr6weJieBgQmk=/1024x683/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F11%2F18%2Fecbbf73c-3b38-4a10-81f7-fc147e86a94f_jpg.jpg 1024w, https://asset.kgnewsroom.com/photo/pre/2023/11/18/ecbbf73c-3b38-4a10-81f7-fc147e86a94f_jpg.jpg 7008w, https://cdn-assetd.kompas.id/7wzLtDnAQ9GYVD2queMp40nVO2M=/676x451/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F11%2F18%2Fecbbf73c-3b38-4a10-81f7-fc147e86a94f_jpg.jpg 676w, https://cdn-assetd.kompas.id/YhSy3dMJMZqjBPK87yun-1Hdgtg=/160x160/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F11%2F18%2Fecbbf73c-3b38-4a10-81f7-fc147e86a94f_jpg.jpg 160w, https://cdn-assetd.kompas.id/O3P-Tq3Emtxo2SbZd7pjnrwre1Y=/300x200/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F11%2F18%2Fecbbf73c-3b38-4a10-81f7-fc147e86a94f_jpg.jpg 300w, https://cdn-assetd.kompas.id/YY0yRhnFboTignfRelmw1jmXoWo=/480x480/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F11%2F18%2Fecbbf73c-3b38-4a10-81f7-fc147e86a94f_jpg.jpg 480w" width="1024" data-v-30ab5665>
ARMAN FEBRYAN UNTUK FFI 2023

Sutradara Anggun Priambodo (kedua dari kiri) bersama tim film pendek Evakuasi Mama Emola—pemenang Film Pendek Terbaik FFI 2023saat menerima Piala Citra di Ciputra Artpreneur, Jakarta Selatan, Selasa (14/11/2023).

Sutradara Anggun Priambodo memilih Maluku Utara sebagai latar film karena daerah itu rawan gempa dan tsunami. Di sisi lain, ia tertarik mengeksplorasi Maluku Utara yang budaya dan lanskap alamnya beda sama sekali dengan Jakarta, kota domisili Anggun.

Maluku Utara terdiri dari pulau-pulau yang didiami masyarakat yang masih suka mandi di laut. Di mata sang sutradara, laut di sana diperlakukan sebagai salah satu sumber kehidupan. Poin ini sering dilupakan pihak yang lupa menjaga alam.

”Indonesia itu luas banget. Kalau kita selalu produksi (film) dari kacamata kota besar, ya kita akan melihat apa yang ada di televisi. Produk budaya populer yang mendominasi layar itu sebenarnya budaya kota. Kalau kita angkat sesuatu yang tidak ada di kota-kota yang sentralnya di Jawa, akan indah sekali,” katanya, Rabu (15/11/2023). ”Kalau ngomongin Indonesia, seharusnya makin luas kemungkinan inspirasi yang kita bisa cari.”

Setelah berkeliling ke Ternate, Tidore, Bacan, dan Jailolo, ia memilih shooting di sebuah desa di Ternate. Suasana desa itu mengingatkan Anggun pada memori masa kecilnya. Adapun kisah Julius sang tahanan juga terinspirasi dari masa kanak-kanak Anggun yang beberapa kali mengunjungi tahanan yang jadi tempat orangtuanya bekerja.

Proses produksi film pendek garapan Palari Films ini memakan waktu berbulan-bulan, tetapi shootingnya hanya dua hari. Shooting melibatkan masyarakat lokal sebagai pemeran pendukung. Mereka direkrut setelah sebuah sanggar seni di kampung diajak terlibat dalam film. Komunitas film lokal juga dilibatkan.

”Orang di sana mau tahu pengetahuan produksi film. Ada kesadaran untuk transfer ilmu. Kami kebanyakan bekerja dengan kru lokal. Ini jadi kayak setengah workshop,” ujarnya. ”Efeknya, komunitas film di sana jadi aktif. Mereka jadi berani karena punya amunisi pengalaman produksi film pendek.”

Kategori Film Dokumenter Pendek Terbaik diraih film Wisisi Nit Neke. Film ini menggambarkan kancah musik elektronika yang tumbuh subur di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua. Wok The Rok menjadi produser film ini. Dengan jaket kulitnya, Wok yang lebih dikenal di kancah musik independen ini mengangkat piala mewakili teman-teman musisinya di Wamena. Salah satu tokoh sentral dalam film ini adalah musisi Asep Nayak, peracik musik tradisi wisisi yang dipadu dengan beat disko elektronika.

Jika pertumbuhan di daerah tidak terjadi, akan terjadi ketimpangan yang hanya terjadi di pusat. Menurut saya, sinema harus mampu mendorong pertumbuhan di berbagai wilayah Indonesia.

”Piala (Citra) ini diberikan untuk musisi yang elektronik yang lahir di tempat yang sangat jauh di pegunungan Wamena,” kata Wok yang menggaungkan isu desentralisasi lewat label musik Yes No Wave di medium internet.

Tumbuhan merata

Menurut Ketua Komite Bidang Penjurian FFI 2021-2023 Garin Nugroho, FFI 2023 diwarnai dengan film-film dari daerah yang mengagetkan. Film itu dinilai berani, menunjukkan keterampilan mumpuni, serta dengan jelas menunjukkan kekayaan dan dinamika Indonesia yang tak hanya berpusat di Jakarta atau Pulau Jawa.

Ketua Komite Festival Film Indonesia (FFI) periode 2021-2023 Reza Rahadian menyalami Sekar Ayu Asmara, salah satu anggota Dewan Juri Akhir FFI 2023, disaksikan beberapa anggota Dewan Juri Akhir FFI 2023.
ARMAN FEBRYAN UNTUK FFI 2023

Ketua Komite Festival Film Indonesia (FFI) periode 2021-2023 Reza Rahadian menyalami Sekar Ayu Asmara, salah satu anggota Dewan Juri Akhir FFI 2023, disaksikan beberapa anggota Dewan Juri Akhir FFI 2023.

Ini tak hanya berbuntut ke keberagaman tema film dan cerita, tetapi juga cara bertutur. Ini juga menumbuhkan pegiat perfilman lokal. Di sisi lain, FFI tahun ini menonjol dengan hadirnya film-film ”kelas menengah”; film yang dikerjakan para pekerja dengan pengetahuan dan keterampilan yang layak. Bagi Garin, ini jadi indikasi pertumbuhan film yang matang dan sehat.

”Jika pertumbuhan di daerah tidak terjadi, akan terjadi ketimpangan yang hanya terjadi di pusat. Menurut saya, sinema harus mampu mendorong pertumbuhan di berbagai wilayah Indonesia,” tutur Garin.

Baca juga: Film ”Budi Pekerti” Menyapa Bioskop Tanah Air

Saat dihubungi terpisah, Jumat (17/11/2023), Ketua Umum Badan Perfilman Indonesia (BPI) Gunawan Paggaru mengatakan, pengetahuan pekerja film di luar kota besar sudah mumpuni. Namun, keterampilannya tak selalu baik karena terkendala alat yang terbatas. Misalnya, tak semua bisa menggunakan kamera A yang mutakhir dan mahal karena tak ada di kotanya.

”Investasi (kamera) bisa sampai miliaran rupiah. Kita tidak bisa berharap ada banyak yang punya itu. Jika diinvestasikan di sana pun cukup berat karena penggunanya sedikit,” ujar Gunawan. Meski begitu, film-film tetap bertumbuh, bahkan dari tempat sulit sekalipun.