Review Film: Babylon

Review film: Babylon bukan film yang dengan mudah menarik penonton untuk datang, duduk anteng tiga jam, dan menyaksikan segala keriuhan di dalamnya.

Review Film: Babylon
Jakarta, CNN Indonesia --

Bila ada yang saya sayangkan dari Babylon adalah karena film Damien Chazelle itu tayang di bioskop Indonesia dan menghadapi segala sistem sensor di negara ini.

Itu baru pertama. Kedua, saya mungkin menyayangkan bahwa selama tiga jam film ini diputar, yang saya tangkap sebagian besar hanyalah keriuhan dan kegilaan orang-orang Hollywood.

Saya seolah terperangkap dalam sebuah pesta yang tak ada satupun orang yang saya kenal, tetapi pesta itu berlangsung begitu heboh sampai-sampai meski tidak ikutan bergila ria, diri ini ikutan merasa letih.

Padahal, Damien Chazelle sudah membuka Babylon dengan epik dan menjanjikan sebuah film komedi yang memiliki latar puluhan tahun silam. Belum lagi sinematografinya yang apik, saya sebenarnya memulai Babylon dengan cukup antusias.

Namun pembuka itu hanya kedok saudara-saudara sekalian. Chazelle tanpa aba-aba menampilkan kegilaan sebuah komunitas yang di mana tak ada norma, tak ada aturan, tak ada malu, tak ada batas. Semuanya menggila.

Film Babylon (2022)Review film Babylon (2022):Chazelle tanpa aba-aba menampilkan kegilaan sebuah komunitas yang di mana tak ada norma, tak ada aturan, tak ada malu, tak ada batas. (Paramount Pictures/Scott Garfield via IMDb)

Nah, sayangnya kegilaan imajinasi Chazelle yang didukung dengan produksi juga kemampuan akting pemainnya yang maksimal, terbentur aturan sensor di Indonesia. Yah, nasib.

Kegilaan pesta itu berlangsung cukup lama, dan cukup membuat saya bertanya-tanya apakah ini yang dimaksud dengan Babylon? Sebuah kehidupan hedonistik yang grande dan tanpa batasan?

Ketika alur cerita akhirnya berjalan, saya mulai merasakan menyaksikan film yang sungguhan melalui perjalanan hidup Jack Conrad (Brad Pitt), Nellie LaRoy (Margot Robbie), dan Manny Torres (Diego Calva).

Kehidupan tiga tokoh inilah yang sesungguhnya benar-benar saya nikmati sepanjang film ini berjalan, tanpa memandang kegilaan Chazelle menampilkan berbagai selipan cerita absurd dalam Babylon.

Saya memberikan tepuk tangan untuk Robbie yang sungguh menunjukkan dirinya sebagai seorang aktris penuh talenta. Perubahan karakter berkali-kali yang dimainkan Robbie dalam film ini sungguh luar biasa.

Brad Pitt, meski saya tak terlalu terkesan dengan banyak filmnya, saya anggap bisa menampilkan kisah hidup seorang aktor yang berada di ujung kariernya dengan menyentuh.

Begitu pula dengan Calva yang amat berperan dalam menciptakan rasa manusiawi dalam film ini, sehingga saya tidak sungguh-sungguh hanyut dalam kegilaan Chazelle.

Babylon jelas tak bisa saya bilang kemajuan untuk Chazelle yang sanggup meyakinkan saya untuk menyaksikan La La Land (2016) berkali-kali dan masih kagum saat ia menampilkan First Man (2018).

Namun Babylon juga tak bisa dinilai sejelek itu pula, walau tak sebagus filmografi Chazelle sebelumnya. Film ini berbeda, walaupun sebagian atmosfer hingga latar dan gagasan dalam film ini mengingatkan saya akan La La Land.

Babylon mungkin seperti adik bungsu yang memiliki jiwa bebas dan pemberontak. Jalan pikiran dan gejolak emosinya tak banyak yang bisa mengerti. Maka wajar, film ini bakal terasa mengganggu.

Akan tetapi, Babylon mungkin bisa saya sebut sebagai bentuk lain kecintaan Chazelle untuk Hollywood dan film. Ia sengaja mengambil momen periode transisi di Hollywood yang jelas bukan hal yang mulus bagi semua orang.

[Gambas:Video CNN]

Pada saat momen jatuh bangun itu lah, biasanya karakter dan sifat seseorang akan terungkap. Chazelle banyak menyiratkan hal itu, mulai dari bagaimana industri Hollywood berjalan, hingga kehidupan orang-orang di dalamnya.

Gagasan bahwa di Hollywood mimpi setinggi langit bisa tergapai, tapi bisa jadi itu tak berlangsung selamanya jelas terasa dari kisah yang dibawakan Chazelle melalui Jack Conrad.

Atau bahwa selalu ada trauma masa lalu dan kegilaan juga kesedihan yang disimpan di balik wajah ceria para aktor melalui Nellie. Atau, kegigihan meraih mimpi bisa luntur karena hilang akal saat jatuh cinta melalui kisah Manny.

Segala problem manusiawi itu jelas terlihat di balik tarian, musik pesta, aksi heboh, dan juga kostum serta riasan yang on point dalam Babylon.

Film Babylon yang disutradarai Damien Chazelle, turut dibintangi Margot Robbie, Brad Pitt, hingga Tobey Maguire.Review film Babylon: Perubahan karakter berkali-kali yang dimainkan Margot Robbie dalam film ini sungguh luar biasa. (Tangkapan layar YouTube Paramount Pictures UK)

Damien Chazelle jelas bertaruh banyak untuk film ini. Babylon bukan film yang dengan mudah menarik penonton untuk datang menonton, duduk anteng tiga jam, dan menyaksikan segala keriuhan di dalam film ini.

Jelas, seperti Chazelle, hanya mereka yang benar-benar tertarik dengan film yang akan bersedia meluangkan waktunya melihat Babylon.

Chazelle tampak dengan sengaja menutupi cerita sesungguhnya di balik segala hal absurd dan ketidakjelasan dalam film ini. Mirip dengan lukisan abstrak, pesan dan kecantikannya tak bisa dilihat semua orang.

Namun sekali lagi, Damien Chazelle menampilkan obsesinya akan film dengan sangat baik. Tribut yang ia berikan ke berbagai film monumental dalam sejarah Hollywood jelas terasa seperti sebuah penghargaan khusus dari orang yang memang mencintai film dengan caranya sendiri.

[Gambas:Youtube]

(end)