Syuting Film Buya Hamka di Sungaibatang, Awal Perjalanan Hidup Sang Ulama

Sejak rilis pada 19 April lalu, film Buya Hamka masih bertahan di layar bioskop.

Syuting Film Buya Hamka di Sungaibatang, Awal Perjalanan Hidup Sang Ulama
BERSEJARAH:b Rumah Engku Lareh Ampek Koto di Jorong Nagari, Kenagarian Sungaibatang, yang dijadikan sebagai rumah anduangnya Buya Hamka di film Buya Hamka.(PUTRA SUSANTO/PADEK)

Sejak rilis pada 19 April lalu, film Buya Hamka masih bertahan di layar bioskop. Setidaknya di bioskop-bioskop Kota Padang. Ini menunjukan kalau volume pertama dari film besutan Fajar Bustomi tersebut mendapat sambutan yang bagus.

SATU hal yang wajar tentunya. Sebab, tokoh Hamka yang diangkat dalam film biopik tersebut adalah ulama kharismatik Indonesia dari Minangkabau. Sungaibatang adalah tanah kelahirannya. Nagari di tepian Danau Maninjau, Kabupaten Agam.

Dari tiga volume film Buya Hamka yang direncanakan, nagari tersebut menjadi salah satu lokasi syutingnya. Dari sinilah perjalanan hidup sang ulama dimulai. Kampung kecil berpagar bukit ini menjadi saksi Buya Hamka bertumbuh sembari belajar banyak hal tentang agama hingga pencak silat.

Di bawah terik mentari Rabu (10/5) siang, Padang Ekspres berkesempatan memijakkan kaki di tanah kelahiran sang buya. Menengok beberapa tempat pengambilan gambar dari film Buya Hamka hingga rumah kelahiran sang buya di dunia nyata di Tanahsirah, Sungaibatang.

Sejumlah lokasi syuting film Buya Hamka di Sungaibatang bertempat di Rumah Engku Lareh Ampek Koto, kediaman Engku Yus Dt. Parpatiah di Jorong Nagari dan rumah Katik Sampono di Surau Sidang, Jorong Bancah.

Rumah Engku Lareh dijadikan sebagai rumah anduang-nya Buya Hamka. Di rumah ini perjalanan Malik sapaan Hamka kecil dimulai. “Pengambilan gambar di sini dilakukan sebelum pandemi (Covid-19). Jalanan di sini sempat ditimbun tanah menggambarkan suasana kampung halaman Buya Hamka semasa kecilnya dulu,” kata Sekretaris Nagari Sungaibatang, Ade Candra.

Sedangkan, rumah Engku Yus Dt Parpatiah merupakan rumah mandeh Buya Hamka, Sitti Shafiah atau rumah kelahiran beliau. Dari rumah ini diambil beberapa adegan film.
Diketahui, proses syuting di Jorong Nagari ini menghabiskan waktu selama lima hari.

Sementara, rumah Katik Sampono menjadi tempat Buya Hamka belajar mengaji dari gurunya Zainudin Labai. Ini merupakan rumah sekaligus perpustakaan dari sang guru. “Di rumah ini dikisahkan Buya Hamka kecil belajar mengaji,” kata Katik Sampono kepada Padang Ekspres.

Katik mengisahkan, pengambilan gambar di rumahnya dilakukan pada pertengahan 2018 lalu. Syuting di rumahnya menghabiskan waktu dua hari. Namun lebih banyak waktu dihabiskan kru untuk mendekorasi tempat. Sebelum syuting, rumahnya didekorasi seperti layaknya perpustakaan kepunyaan Zainuddin Labai era 1900-an.

Selama proses syuting tambahnya, rumahnya disewa senilai Rp 7 juta. Selain itu dua anak Katik yakni Figo dan Salsa juga ikut jadi figuran sebagai teman Hamka kecil dan Siti Raham kecil.

“Rumah-rumah yang dipakai tempat syuting di sini itu disewa. Ada juga sawah warga yang digunakan untuk mendukung adegan film, itu juga dibayar,” ungkapnya. Selain di Sungaibatang, lokasi syuting juga terdapat di sebuah homestay di Bayur.

“Pengambilan gambar memang dilakukan di banyak tempat, namun seolah-olah itu untuk menunjukkan suasana kampung halaman Buya Hamka masa itu,” sebut Ketua Komunitas Pemuda Generasi Hamka (KPGH) Tanjungraya Rudi Yudistira yang turut mendampingi Padang Ekspres saat berada di Sungaibatang.

Rudi menuturkan, meski sejak usia belia Buya Hamka sudah pergi merantau, namum beliau menyimpan banyak kenangan masa kecil di Sungaibatang dan Danau Maninjau. Malik kecil menjalani hari-hari hingga usia 6 atau 7 tahun. Ada yang mengatakan 9 tahun bersama anduang-nya di Tanahsirah.

Semasa kecil, buya dikenal sebagai anak yang periang sedikit badung dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Suka menyisir dan merenangi tepian danau. Membantu kakeknya menangkap atau mengail ikan di muara Danau Maninjau yang dikenalnya sangat jernih, tempat hidup beraneka ragam jenis lauk. Alam yang kaya dan indah.

“Semasa itu, tidak berapa jauh dari rumah mengalir sungai yang sangat jernih, air turun dari bukit-bukit melewati sawah dan terus ke tepian danau. Di situlah dipasang jala, pasab, tambam, lukah dan jaring ikan. Di sanalah kakeknya mendirikan dangau,” cerita Rudi.

Menurut Rudi, lahirnya film yang mengangkat kisah Buya Hamka mampu mengobati rasa rindu jutaan umat terhadapnya. Ia menilai, film yang diproduksi Falcon Pictures bersama Kharisma StarVision Plus dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan dibintangi sederet artis ternama tanah air ini merupakan harapan yang terwujud dari para pemuda-pemudi penggiat marwah sang buya.

“Tentunya kami sangat bangga dan bahagia, rumah produksi perfilman ternama nasional mengangkat nilai-nilai dan kisah ketauladanan hidup Buya Hamka,” ujarnya.

Rudi meyakini film Buya Hamka sarat nilai-nilai yang dapat dijadikan ketauladanan hidup generasi masa kini. Menurutnya, cerita-cerita tentang Hamka, baik perjalanan hidup, pemikiran, karya-karyanya ibarat air mengalir tanpa putus.

“Buya Hamka itu seorang ulama, sastrawan, budayawan, politisi, jurnalis. Banyak sisi-sisi yang bisa dikulik seperti perjuangan beliau, keikhlasan dalam hidup, tidak dendam, ini yang luar biasa,” ungkapnya.

Khusus perjalanan Buya Hamka katanya, sederet inspirasi dan motivasi kehidupan bisa dipetik dan dipelajari. Ia mencontohkan penderitaan hidup dan kemandirian Sang Buya.

“Meski lahir dari ayah yang merupakan seorang ulama besar, tapi Hamka tidak mau hidup di bawah bayang-bayang sang ayah. Ia punya konsep kepercayaan diri dengan kehidupan. Mencapai tujuan dengan tangan dan pikiran sendiri,” terang Rudi.

Nasihat hidup lainnya yang bisa ditauladani kata Rudi yakni proses ikhtiar, kesabaran, gigih menuntut ilmu, cerdas dalam bersikap. Untuk itu, ia berharap akan lahir film-film lainnya yang mengangkat kisah Hamka.

“Nasihat-nasihat buya ini dapat juga kita baca dari karya-karyanya. Salah satunya buku berjudul Pribadi Hebat. Harapan kami, selain mendapat hikmah dari film ini, generasi muda juga sebaiknya membaca karya-karya beliau,” ujarnya.

Perbaiki Aksesibilitas

Di lain sisi, Rudi yang juga merupakan pegiat wisata di Sungaibatang juga berharap nama dan tingkat kunjungan wisatawan ke desa wisata Sungaibatang kian melambung dengan adanya film Buya Hamka itu. Sehingga, ekonomi rang kampung sang buya semakin menggeliat.

Untuk pemerintah daerah, ia juga berharap dukungan terhadap arah pengembangan desa wisata Sungaibatang tidak hanya terfokus pada pembenahan dan promosi museum rumah kelahiran Buya Hamka. Namun lebih kepada membangun Sungaibatang secara keseluruhan dengan konsep wisata sejarah dan budaya dibalut dengan nuansa religius.

Ia menjelaskan, dibangun secara keseluruhan berarti aksesibilitas diperbaiki dan situs-situs kebudayaan dipelihara dengan baik. Di Sungaibatang katanya, banyak warisan budaya. Tidak hanya museum rumah kelahiran Buya Hamka. Namun ada juga Kutub Chanah, Manuskrip dan makam Dr. H. Abdul Karim Amrullah, ayah Buya Hamka.

Kemudian di Jorong Nagari terdapat Situs Makam Syekh Muhammad Amrullah, ulama besar sekaligus kakek dari Buya Hamka dan Situs Makam Syekh Guguak Katua, kakek buyut dari tokoh pemikir dan sastrawan penentang diskriminasi itu. Ada pula surau tuo dan makam Syekh Muhammad Ambillah, makam Syekh Guguak Kata dan banyak lagi yang lainnya.

“Saat ini, ada tiga titik jalan di Sungaibatang yang butuh perbaikan mendesak. Jalan ini terban akibat bencana sebelum masuknya bulan puasa lalu, dan saat ini kondisinya sudah membahayakan. Ini bagian dari aksesibilitas wisata yang perlu ditanggapi oleh pemerintah dengan cepat,” katanya.

Terpisah, Kepala Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Agam Syatria menilai, Buya Hamka tidak hanya menjadi kebanggaan rang Agam. Namun kebanggaan Indonesia. Keberadaan film Buya Hamka diharapkan dapat melahirkan Hamka-Hamka lain, khususnya di Agam.

“Buya Hamka merupakan tokoh bangsa, Ketua MUI pertama, ulama besar, seorang filsuf, ahli tafsir dan sastrawan. Beliau berasal dari Agam, maka kita berharap sosok dan ketokohan seperti beliau akan terus lahir di daerah ini,” katanya.

Menyinggung soal rencana pengembangan desa wisata Sungaibatang lanjutnya, hal ini tak terlepas dari sinergitas banyak pihak. Konsep awal mesti ada dari kelompok masyarakat dan lalu pemerintah berperan sebagai pendukung. Support itu baik untuk promosi, pembangunan dan pengembangan destinasi.

“Konsepnya bersama-sama melakukan pengembangan. Seperti sekarang, di desa wisata Sungaibatang telah banyak lahir homestay. Kita bantu usulkan ke kementerian untuk memperoleh fasilitas standar penginapan. Ini akan membuat wisatawan lebih betah stay berlama-lama di Sungaibatang. Nah, bagaimana membuat wisatawan agar betah, inilah tugas kita bersama,” katanya. (Putra Susanto)