Review Film: Target

Review film Target: film ini patut jadi contoh yang pas menggambarkan kemapaman industri film Korea, terutama urusan eksplorasi ide cerita.

Review Film: Target
Jakarta, CNN Indonesia --

Target bagi saya menjadi representasi yang pas untuk menggambarkan betapa mapannya industri film Korea, terutama dalam urusan eksplorasi ide cerita.

Film ini tetap memikat meski pun tidak bermodal visual megah, pemeran bertabur bintang, atau gencar promosi besar-besaran.

Cerita yang diusung sesungguhnya hanya mengambil premis sederhana. Penulis mengangkat fenomena jual beli barang bekas secara online yang marak dilakukan orang-orang di berbagai negara.

Barang yang dibeli juga kelewat sepele: satu unit mesin cuci bekas. Namun dari situ, penulis justru mengajak penonton merasakan teror pembunuh bayaran yang bengis dan tak kenal ampun.

Saya tidak menyangka cerita itu bisa diolah sedemikian rupa sehingga menjadi suguhan thriller penuh adrenalin. Sutradara Park Hee-gon juga piawai dalam mengemas teror yang dihadapi Soo-hyun (Shin Hye-sun) menjadi begitu mencekam.

Film Korea Target (2023)Review film Target: film ini patut jadi contoh yang pas menggambarkan kemapaman industri film Korea, terutama urusan eksplorasi ide cerita. (Encore Films Indonesia/CBI Pictures)

Ia mampu menghadirkan ketakutan tersebut lewat pola yang beragam dan sulit ditebak. Hee-gon cukup kreatif dalam menyelipkan teror itu melalui aspek-aspek yang kerap bersinggungan dalam kehidupan sehari-hari.

Beragam teror itu secara perlahan menggerogoti satu demi satu ranah privat Soo-hyun. Target yang berawal dari premis sepele itu berubah menjadi perjalanan slow-burn yang liar dan semakin menegangkan.

Perpindahan dari satu sekuens teror menuju sekuens lainnya juga berjalan mulus. Semua terasa mengalir seiring dengan adrenalin yang terus memuncak hingga akhir cerita.

Sutradara Hee-gon juga kerap bermain-main dengan jumpscare dalam sejumlah adegan. Saya yang bukan penikmat adegan semacam itu pun berulang kali dibuat tercekat karena dibombardir teror jumpscare.

Kengerian itu mencapai klimaks ketika cerita tiba di sepertiga akhir, tepatnya saat si pembunuh bayaran akhirnya menampakkan diri.

Hee-gon juga mengubah sentuhan thriller dalam film itu, dari rentetan jumpscare menjadi aksi kejar-kejaran sang penjahat dengan detektif yang membantu Soo-hyun.

Kejar-kejaran yang berujung pertarungan hidup mati itu cukup tegang, hingga memaksa saya duduk hanya di ujung bangku. Emosi yang sudah terkuras sejak awal cerita nyatanya juga masih dihempas dengan klimaks yang tak kunjung berakhir.

Sekuens yang apik di akhir cerita itu bagi saya cukup untuk membayar kelemahan dari segi plot dan cerita. Kepuasan itu juga membayar penulisan cerita yang sebenarnya mudah diprediksi.

Lanjut ke sebelah...