Review Film: Onde Mande!

Review Onde Mande!: Menyaksikan film ini akan membuat Anda tersadar jika Minangkabau bukan hanya tentang tawar menawar dan basilek lidah.

Review Film: Onde Mande!
Jakarta, CNN Indonesia --

Membuat film dengan aroma kedaerahan punya tanggung jawab yang cukup berat. Rujukan budaya yang diadaptasi dalam cerita wajib dibangun seoptimal mungkin bila tak mau bikin runyam seluruh ide dari kreatornya.

Sementara dalam film Onde Mande! yang kental dengan latar budaya Minangkabau, sang sutradara Paul Fauzan Agusta jelas tak ingin menyiakan hak istimewa yang ia miliki.

Sebagai putra keturunan Desa Sigiran, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Paul memanfaatkan segala memori yang ia miliki untuk diterapkan dalam cerita Onde Mande!.

Ketika pertama kali diperkenalkan ke publik, saya memiliki firasat bahwa gaya yang ditawarkan oleh Onde Mande! serupa dengan film Ngeri-ngeri Sedap (2021) karya sutradara Bene Dion. Ensemble cast, sinematografi jempolan, serta referensi kultural yang gemilang menjadi kunci utama dalam kokohnya kerangka kisah kedua film tersebut.

Di Onde Mande!, Paul Agusta dengan cerdas meramu detail-detail kecil sehingga menciptakan adegan khas Minangkabau dengan cukup akurat. Dialog yang terbangun antara dua aktor senior, Jajang C. Noer dan Jose Rizal Manua, menjadi tulang sendi dari plot yang dirangkai.

Film Onde Mande! (2023)Review Film Onde Mande! (2023):Dialog yang terbangun antara dua aktor senior, Jajang C. Noer dan Jose Rizal Manua, menjadi tulang sendi dari plot yang dirangkai. (Visinema Pictures)

Peran Ni Ta (Jajang C. Noer) dan Da Am (Jose Rizal Manua) sebagai pasangan suami istri pemilik lapau menggambarkan dengan akurat bagaimana pola sosialisasi kolektivis masih terjadi di ranah Minangkabau.

Adegan-adegan solid dari Jajang dan Jose Rizal menguatkan pondasi cerita yang dialihkan kepada dua pemeran belia, Emir Mahira dan Shenina Cinnamon.

Padahal, hampir seluruh pemain yang saya sebutkan di atas bukanlah penutur aktif bahasa Minang, serta tidak banyak melibatkan unsur kebudayaan Minangkabau dalam kesehariannya.

Dalam beberapa kesempatan, Jajang C. Noer terang-terangan mengaku kesulitan menerapkan dialog bahasa Minang di film tersebut. Ia pun mengaku harus menghafalkan dialog bahasa Minang kata per kata, demi mendapatkan pelafalan dan dialek yang pas.

Jajang tentu melakukan teknik yang penuh risiko di situ. Namun nyatanya, perannya sebagai Ni Ta di Onde Mande! nyaris tak mencirikan non-penutur Minang.

[Gambas:Video CNN]

Salah satu detail kecil yang tak lupa disisipkan oleh Paul adalah idiom-idiom serta gelagat khas Minangkabau dalam menghadapi berbagai situasi. Gestur kecil yang melibatkan dialog antar orang tua dan anak di ranah Minang adalah salah satu pesan yang disentil oleh Paul selaku sutradara dan penulis naskah.

Dalam beberapa adegan, Paul menguatkan pegangan klasik Minang berbunyi "adaik basandi syarak / syarak basandi kitabullah (adat bersendi dari syariah / syariah bersendi dari kitab Allah)" - tanpa harus mengucapkan pepatah tersebut secara eksplisit.

Adegan-adegan seperti milik karakter Huda (Shahabi Sakri) - Hadi (Ajil Ditto) dan sang ayah Haji Ilyas (Yusril Katil) membawa warna tersendiri dalam menerapkan 'ideologi' ala Minangkabau itu.

Film Onde Mande! (2023)Review Film Onde Mande! (2023):Salah satu detail kecil yang tak lupa disisipkan oleh Paul adalah idiom-idiom serta gelagat khas Minangkabau dalam menghadapi berbagai situasi (Visinema Pictures)

Formula jitu itu tentu menguatkan kesan bahwa Onde Mande! adalah film yang ramah tonton. Meskipun memiliki premis yang cenderung ringan, Paul mampu untuk menjahitnya dengan cukup rapi.

Oleh karena itu, tak mengherankan jika nantinya film Onde Mande! akan meninggalkan ragam persepsi unik dari berbagai kalangan.

Kesan geli dan bergidik yang saya khawatirkan nyatanya nyaris tidak hadir sepanjang film ini diputar selama 90 menitan. Mulanya, saya mengkhawatirkan penyisipan budaya dan bahasa Minangkabau yang compang-camping di film ini.

Belum lagi bayang-bayang seram soal stereotipe berlebihan yang kerap hadir di karya visual berlatarkan budaya Nusantara. Namun, Paul berhasil mementahkan semua anggapan pesimis itu.

Meski sempat kewalahan ketika membangun cerita di awal, Onde Mande! akan meninggalkan kesan hangat yang bakal tersisa hingga Anda selesai menonton.

Entah mengapa, sisipan komedi renyah memang masih sesekali dihadirkan oleh Paul di film ini. Namun dalam premisnya, Paul memberikan sebuah observasi penting yang selama ini tak terekam.

[Gambas:Youtube]

Karya ini berhasil membawa penonton masuk ke dalam budaya Minangkabau yang kuat tapi tak memaksa, sehingga momen gegar budaya bakal sukar untuk terjadi.

Melalui kisah yang disajikan, Onde Mande! tidak hanya memberikan hiburan semata, tetapi juga memberikan wawasan dan pemahaman tentang kehidupan dan nilai-nilai yang ada pada kehidupan orang Minangkabau.

Dihadirkan sebagai sebuah film populis, menyaksikan Onde Mande! akan membuat Anda tersadar jika Minangkabau bukan hanya tentang tawar menawar dan basilek lidah.

[Gambas:Video CNN]