Polisi Larang Nonton Film Dokumenter 'Dragon for Sale' di Labuan Bajo

Rencana nonton film dokumenter 'Dragon for Sale' di kawasan Pelabuhan Marina Waterfront Labuan Bajo mendadak dibatalkan karena polisi tak memberikan izin.

Polisi Larang Nonton Film Dokumenter 'Dragon for Sale' di Labuan Bajo
image
Manggarai Barat -

Rencana nonton film dokumenter 'Dragon for Sale' di kawasan Pelabuhan Marina Waterfront Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Jumat (4/8/2023) malam mendadak dibatalkan. Musababnya, Polres Manggarai Barat menolak memberikan izin keramaian yang baru disampaikan pada sore hari, beberapa jam menjelang nonton film itu dimulai.

Film itu mengupas sisi lain pembangunan pariwisata di Labuan Bajo yang digarap oleh sutradara film dokumenter Sexy Killers, Dandhy Laksono. Kegiatan nonton film itu direncanakan berlangsung dua hari, Jumat-Sabtu 4-5 Agustus 2023 pada pukul 19.00-22.00 Wita.

Dikemas dengan konsep bioskop warga, nonton film itu terbuka untuk umum. Penyelenggara kegiatan itu Doni Parera mengungkap polisi tak mengeluarkan izin keramaian dengan dalih syarat administrasi tak penuhi.

"Polisi tidak keluarkan izin keramaian dengan beberapa alasan. Pertama, surat pemberitahuan kegiatan di ruang publik yang baru diberikan hari Rabu. Kedua, tidak ada rekomendasi dari kelurahan setempat. Ketiga, polisi belum diberikan ringkasan film itu, sehingga tidak bisa mereka nilai isinya," ungkap Doni, Jumat (4/8/2023).

Ia mengaku kecewa kegiatan itu tak bisa dilaksanakan. Pihaknya sudah menyiapkan dengan baik pelaksanaanya. Namun, sorenya, beberapa jam menjelang acara nonton dimulai, pihaknya diberitahu polisi bahwa kegiatan itu tak diberikan izin keramaian.

Adapun Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Labuan Bajo sebagai pengelola kawasan Marina Waterfront sudah memberikan izin untuk pelaksanaan kegiatan itu di sana.

"Kecewa dan heran dengan keputusan polisi," ujarnya.

Doni mengungkapkan puluhan penonton sudah terlanjur tiba di lokasi dan ada yang kecewa dengan pembatalan nonton film tersebut. Menurut dia, film itu layak ditonton karena mengandung nilai edukatif kepada masyarakat.

"Terutama supaya tidak mudah menjual lahan di Labuan Bajo, supaya tidak menjadi tamu di tanah sendiri kelak dengan berkaca pada beberapa tempat lain di Indonesia," tegas Doni.

Film dokumenter tersebut, lanjut dia, mengedukasi masyarakat supaya kritis terhadap keputusan pemerintah, terutama yang mengorbankan masyarakat banyak. Doni menduga polisi tak mengeluarkan izin keramaian karena film itu mengandung kritik kepada pemerintah dalam beragam programnya di Labuan Bajo.

"Saya menduga ada ketakutan polisi karena isi film ini yang mengkritisi keras banyak keputusan yang dibuat dengan gelontorkan banyak uang dan dijadikan program unggulan pemerintah, ternyata hasilnya tidak dapat dinikmati masyarakat," beber Doni.

Pihaknya akan menjadwalkan ulang nonton film dokumenter itu. Upaya menghalangi itu, menurut Doni, dapat dibaca sebagai pembodohan.

"Kami sedang kaji untuk menuntut Polri dengan keputusan ini," katanya.

Kasat Intelkam Polres Manggarai Barat Iptu Markus Frederiko Sega Wangge mengaku tak mengeluarkan izin keramaian karena sejumlah persyaratan administrasi belum dipenuhi. Polisi tak melarang kegiatan tersebut, tapi menunda pelaksanaannya sampai persyaratan administrasinya dipenuhi.

Riko, sapaannya, menjelaskan surat pemberitahuan nonton film dokumenter itu baru diajukan dua hari sebelum kegiatan. Seharusnya pengajuan surat itu paling lambat tiga hari sebelum kegiatan. KTP penanggung jawab kegiatan juga tak disertakan dalam surat tersebut.

"KTP pemohon tidak ada. Kami panggil kemarin tidak datang, baru tadi hari H baru datang. Kami sarankan bukan berarti kami larang, ditunda dilengkapi dulu administrasinya, silakan diajukan kembali. Bukan larang ada kegiatan itu, tidak. Kan harus ada surat pernyataan, terus penelitian apakah itu memenuhi syarat administrasi (atau tidak)," jelas Riko.

Syarat lain yang belum dipenuhi lanjut dia, adalah surat pengantar dari desa/kelurahan setempat. Sebab, kepolisian harus menilai berapa banyak orang yang datang dan menyiapkan pengamanannya.

"Itu perlu karena kegiatan itu dianggap kecil, tapi dia kampanyekan untuk semua orang boleh," tegas Riko.

Demikian juga syarat menyerahkan ringkasan film itu, menurut dia, agar polisi mengetahui isi film itu. Riko tegas membantah izin keramaian tak diberikan karena film itu mengandung kritik kepada pemerintah.

"Bukan konteks itu, kami kan harus teliti dulu. Tidak semua izin keramaian kami keluarkan seenak begitu, nggak bisa. Kami harus teliti dulu karena terbuka untuk umum di keramaian. Kemudian kalau terbuka untuk umum mengganggu lalu lintas atau tidak, berapa personel lantas taruh di situ," tandas Riko.

Simak Video "Cara Jokowi Memanjakan Pemimpin ASEAN: Joy Sailing dan Makanan Enak"
[Gambas:Video 20detik]
(nor/gsp)