UU Baru Harus Segera Terbit untuk Pemindahan Ibukota, DPR Harus Dilibatkan

BREAKINGNEWS.CO.ID – Rencana perpindahahan ibukota dari Jakarta ke Penajem Paser Utama dan Kutai Kartanegara menuai polemik. Usai mengumumkan pemindahan kota itu Senin (26/8/2019), sejumlah anggota DPR RI menyatakan perlu paying hukum atas program tersebut.

UU Baru Harus Segera Terbit untuk Pemindahan Ibukota, DPR Harus Dilibatkan

BREAKINGNEWS.CO.ID – Rencana perpindahahan ibukota dari Jakarta ke Penajem Paser Utama dan Kutai Kartanegara menuai polemik. Usai mengumumkan pemindahan kota itu Senin (26/8/2019), sejumlah anggota DPR RI menyatakan perlu paying hukum atas program tersebut.

Menurut Ketua Komisi II Zainudin Amali rancangan undang-undang (RUU) tentang pemindahan ibu kota tersebut akan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR periode 2019-2024. Saat ini DPR tengah memasuki masa reses dan pembahasan payung hukum pemindahan ibu kota tidak harus dilakukan oleh anggota DPR periode mendatang. Apalagi  masa tugas DPR periode 2014-2019 akan berakhir pada 30 September 2019.

 "Masa tugas DPR sekarang sebentar lagi akan berakhir, menurut saya program itu akan masuk (Prolegnas) pada periode pemerintahan di awal dan DPR di awal. Bukan sekarang," ujar Amali. Selain itu Amali menyatakan regulasi pemindahan ibu kota nantinya akan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

Amali menyebutkan Pemerintah dan DPR perlu untuk meminta pendapat dari organisasi masyarakat sipil, pakar dan akademisi selama proses pembahasannya. "Seperti mekanisme pembahasan suatu UU tentu kita akan minta pendapat publik, pendapat pakar dan akademisi. Semua stakeholder akan kita undang," kata Amali.

Pembahasan RUU

Pembahasan RUU tentang pemindahan ibu kota menurut Amali harus dilakukan melalui pembentukan Panitia Khusus (Pansus) di DPR. Pasalnya regulasi itu tidak hanya terkait dengan pemerintahan, melainkan lintas sektor. Bahkan DPR akan meminta kajian pembahasan pemindahan ibukota itu secara resmi.  

Pembahasan perlu dilakukan secara paralel dan simultan dengan melibatkan beberapa komisi serta lembaga terkait. Amali menyatakan pembahasan regulasi akan menyangkut beberapa hal, antara lain soal perencanaan, teknis pemindahan hingga anggaran.

Hingga kini Pemerintah dan DPR belum menyiapkan revisi undang-undang maupun pembentukan regulasi baru terkait pemindahan itu. Sementara dari hasil kajian Kementerian Dalam Negeri, ada lima undang-undang yang harus direvisi dan pembuatan empat undang-undang baru tentang pemindahan ibukota nanti.

Undang-undang tersebut adalah UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemudian ada, UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, lalu ada pula UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Kemudian UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.

Pembuatan empat undang-undang baru tentu menyangkut tentang nama daerah yang dipilih sebagai ibu kota, penataan ruang ibu kota negara baru, penataan pertanahan di ibu kota negara dan UU tentang kota.

"Semua pekerjaan itu lintas sektor, bukan hanya satu atau dua sektor, tapi lintas sektor yang akan bekerja secara simultan. Baik untuk menyiapkan perencanaan, pekerjaan teknis dan aturan maupun payung hukum untuk mendasari pelaksanaan ini," ucap politisi Partai Golkar itu.

Gerinda Setuju dengan Syarat

Sementara Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria menyatakan partainya mendukung rencana pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur. Namun, ada beberapa persyaratan menyangkut pemindahan ibu kota tang harus didukung legalitas yang jelas.

"Prinsipnya kita memahami, mengerti, dan mendukung perlunya pemindahan ibu kota karena di Jakarta dirasa sudah padat, macet, banjir ada polusi, tetapi proses pemindahan Jakarta itu harus dilakukan dengan ketentuan dan berbagai syarat, syarat pertama harus didukung aspek legalitasnya," kata Riza.

Selain itu Riza mengatakan, sejak awal pemerintah harus melibatkan DPR dalam memutuskan pemindahan ibu kota negara. Sebab, keputusan tersebut cukup strategis. "Jangan sepihak eksekutif memutuskan. Harus sejak awal melibatkan legislatif dan melibatkan DPR dalam hal ini komisi II," ujar dia. 

Wakil Ketua Komisi II DPR itu juga mengatakan, pemindahan ibu kota bukan hal yang mudah, semudah membalik telapan tangan. Menurut Riza, pemerintah harus mempertimbangkan kemampuan keuangan negara.

Presiden Joko Widodo resmi mengumumkan ibu kota baru berada di Kalimantan. Hal itu disampaikan Jokowi dalam konferensi pers di Istana Negara, Jakarta, Senin (26/8/2019).

"Lokasi ibu kota baru yang paling ideal adalah di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur," kata Jokowi. Ia menyatakan bahwa keputusan ini dilakukan setelah pemerintah melakukan kajian intensif. "Pemerintah telah melakukan kajian mendalam dan intensifkan studinya selama tiga tahun terakhir," ujar Presiden.