Survei Voxpol Center: 14,7 Persen Pemilih Dipengaruhi Lurah/Kepala Desa

BREAKINGNEWS.CO.ID - Merujuk pada hasil survei Voxpol Center yang diselenggarakan pada tanggal 26 Februari hingga 8 Maret 2019 terkait "patron politik" ternyata dasar pertimbangan  yang "mempengaruhi" pilihan politik pemilih, pilihan otonom "pilihan sendiri" angkanya sebesar  20,5 persen. Selanjutnya  pemilih juga cenderung akan terpengaruh oleh "keluarga inti" yang memiliki angka sebesar 17,8 persen. Kemudian tokoh berpengaruh…

Survei Voxpol Center: 14,7 Persen Pemilih Dipengaruhi Lurah/Kepala Desa

BREAKINGNEWS.CO.ID - Merujuk pada hasil survei Voxpol Center yang diselenggarakan pada tanggal 26 Februari hingga 8 Maret 2019 terkait "patron politik" ternyata dasar pertimbangan  yang "mempengaruhi" pilihan politik pemilih, pilihan otonom "pilihan sendiri" angkanya sebesar  20,5 persen. Selanjutnya  pemilih juga cenderung akan terpengaruh oleh "keluarga inti" yang memiliki angka sebesar 17,8 persen. Kemudian tokoh berpengaruh “tokoh agama/tokoh masyarakat” sebesar 15,2 persen.

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting mengatakan bahwa hal ini tak bisa disepelekan. Ia menyebut bahwa "Lurah atau Kepala Desa" ikut mempengaruhi pilihan pemilih sebesar 14,7 persen.

"Terus "Ketua RT/RW" cukup berpengaruh sebesar 12,3 persen. Lalu "Tokoh Partai Politik/Kepala Daerah" mempengaruhi dasar pertimbangan pemilih sebesar 10,6 persen. Sementara tidak tahu/tidak jawab angkanya masih sebesar 8,9 persen," kata Pangi dalam keterangannya kepada realita.co, Selasa (26/3/2019).

Sementara itu, memasuki pemilu 2019 yang tinggal hitungan hari lagi, popularitas Jokowi yang diharapkan akan mengantarkannya menjadi presiden dua periode ternyata belum sepenuhnya menjamin beliau untuk kembali terpilih. Hal ini setidaknya tergambar dari beberapa lembaga survei yang menunjukkan gejala elektabilitas Jokowi stagnan dan bahkan cenderung turun sehingga posisi Jokowi belum-lah aman.

"Berkaca dari data di atas maka menjadi sangat rasional jika kita melihat akhir-akhir ini banyak tokoh masyarakat/tokoh berpengaruh baik formal maupun informal/pejabat politik yang sengaja dikerahkan/dimobilisasi untuk mendukung pasangan capres tertentu, terutama pasangan Jokowi-Amin," ujarnya.

Menurut Pangi Syarwi, jika dicermati situasi ini setidaknya memberikan gambaran bahwa faktor ketokohan dan figur Jokowi ternyata tidaklah cukup untuk mengamankan posisinya menjabat presiden untuk periode kedua.

"Langkah politik ini diambil sebagai upaya menambal kekurangan dan kelemahan jangkawan pengaruh Jokowi-Amin yang ternyata tidak begitu signifikan di beberapa daerah, tokoh berpengaruh di tingkat lokal menjadi andalan utama," terangnya. "Pendekatan intensif dilakukan untuk merangkul tokoh-tokoh di daerah bahkan sampai pejabat politik. Gelombang deklarasi pun diarahkan untuk mendukung petahana secara terbuka dan terang-terangan," imbuh Pangi.

Hal ini, tambah Pangi, pada dasarnya wajar-wajar saja dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan elektabilitas kandidat. Namun menjadi sangat tidak wajar dan terkesan dipaksakan, dengan melibatkan "tokoh berpengaruh" tersebut yang cenderung melanggar fatsun politik, dalam ekspresi politiknya mengabaikan etika dan bahkan menggunakan fasilitas negara (abuse of power).

Pangi juga berpendapat jika langkah politik ini tentu tidak fair dan berpotensi sebagai pelanggaran pemilu. Melibatkan pejabat daerah dengan menggunakan anggaran negara yang melekat di dalamnya adalah pelanggaran serius yang sangat tidak pantas untuk dilakukan. Apakah ini bagian dari apa yang dimaksudkan Moeldoko sebagai "perang total"?

"Mobilisasi dukungan semacam ini semakin menguatkan indikasi bahwa petahana ingin memanfaatkan segala peluang untuk mendongkrak elektabilitasnya yang stagnan bahkan cenderung turun beberapa bulan terahir ini termasuk memobilisasi dukungan kepala desa/lurah seluruh Indonesia," tegasnya.

Adapun Voxpol Center mengadakan survei pada tanggal 26 Februari 2019- 8 Maret 2019. Survei dilakukan melalui pemilihan responden secara acak atau multistage random sampling. Tingkat kesalahan alias margin of error lebih kurang 2,98 persen dengan melibatkan 1.220 responden di seluruh provinsi di Indonesia yang berusia 17 tahun ke atas dengan selang kepercayaan survei ini adalah 95 persen. Setiap responden terpilih diwawancarai  dengan metode wawancara tatap muka  (face to face) oleh pewawancara yang terlatih secara khusus. Quality control dilakukan  dengan mendatangi kembali (rekonfirmasi) 20 persen sampel responden yang ada kemudian terpilih secara acak (spot check).