Sejarah Hari Ini, Film Indonesia Pertama ‘Darah dan Doa’ Mulai Diputar di Bioskop

Jakarta (pilar.id) - Tanggal 30 Maret 1950, film Darah dan Doa diputar perdana di Teater REX, Jakarta. Sejak saat itu, kebanggan dan optimisme masyarakat pada sebuah proses produksi film secara mandiri muncul di banyak ruang. Ya, Darah dan Doa adalah momen penting dalam sejarah perfilman Indonesia, karena menjadi film pertama yang diproduksi sepenuhnya oleh orang

Sejarah Hari Ini, Film Indonesia Pertama ‘Darah dan Doa’ Mulai Diputar di Bioskop
image

Jakarta (pilar.id) – Tanggal 30 Maret 1950, film Darah dan Doa diputar perdana di Teater REX, Jakarta. Sejak saat itu, kebanggan dan optimisme masyarakat pada sebuah proses produksi film secara mandiri muncul di banyak ruang.

Ya, Darah dan Doa adalah momen penting dalam sejarah perfilman Indonesia, karena menjadi film pertama yang diproduksi sepenuhnya oleh orang Indonesia.

Oleh karena itu, tanggal 30 Maret ditetapkan sebagai Hari Film Nasional Indonesia untuk memperingati kelahiran industri film Indonesia dan keberhasilan Darah dan Doa.

Film ini sendiri diproduksi pada tahun 1949 dan selesai pada tahun 1950. Film ini menepis dominasi film produksi pihak asing yang sebelumnya mendominasi bioskop di Indonesia.

Di Indonesia, gedung bioskop pertama yang dikenal masyarakat luas adalah Bioscoop Java, yang didirikan oleh seorang Belanda bernama Willem J. van Wezel pada tanggal 5 Januari 1900 di kawasan kota lama Jakarta.

Bioskop ini awalnya memutarkan film-film dokumenter dan film-film pendek dari Eropa, seperti film-film karya Lumière bersaudara dan Georges Méliès.

Namun, seiring dengan perkembangan teknologi film dan popularitas bioskop, film-film yang ditampilkan semakin beragam dan bervariasi.

Bioskop Java Bioscoop menjadi sangat populer pada masanya dan menjadi tempat hiburan yang ramai dikunjungi oleh masyarakat Indonesia dan Belanda. Setelah suksesnya bioskop Java Bioscoop, kemudian banyak bioskop-bioskop baru yang bermunculan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia, dan industri perfilman di Indonesia semakin berkembang pesat.

Munculnya Darah dan Doa yang diproduksi oleh Perfini (Perserikatan Film Nasional Indonesia), didirikan oleh sekelompok seniman dan penggiat film Indonesia pada tahun 1949, jadi titik awal kebangkitan film Indonesia. Usmar Ismail, sang sutradara, kemudian dikenal sebagai Bapak Perfilman Nasional.

Film ini menceritakan tentang perjuangan pasukan Siliwangi yang melakukan perjalanan panjang dari Yogyakarta ke Jawa Barat pada masa revolusi kemerdekaan. Film ini dianggap sebagai tonggak awal lahirnya film nasional yang berdiri di atas kaki sendiri.

Darah dan Doa menjadi inspirasi bagi penetapan Hari Film Nasional yang diperingati setiap tanggal 30 Maret. Penetapan ini dilakukan oleh Dewan Film Nasional pada tahun 1962 dan disahkan oleh Presiden B.J. Habibie melalui Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1999.

Tujuan dari penetapan Hari Film Nasional adalah untuk meningkatkan kepercayaan diri dan motivasi bagi insan perfilman Indonesia dalam berkarya dan mengangkat derajat film Indonesia di kancah regional dan nasional.

Nama Usmar Ismail sendiri kemudian berkibar sebagai pelopor dan maestro perfilman Indonesia. Pria kelahiran 20 Maret 1921 di Gorontalo, Sulawesi ini dikenal sebagai salah satu pelopor perfilman Indonesia yang mampu mengangkat kualitas film Indonesia menjadi lebih baik.

Selain Darah dan Doa, Usmar Ismail juga menyutradarai beberapa film lainnya yang juga terkenal di Indonesia, seperti Tiga Dara (1956), Enam Djam di Djogja (1951), dan Lewat Djam Malam (1954).

Ia juga aktif sebagai penggiat dan pembina industri perfilman Indonesia, serta mendirikan beberapa lembaga pendidikan film di Indonesia, seperti Lembaga Pendidikan Film Indonesia (LPFI) pada tahun 1957. Karyanya dan pengabdiannya dalam perfilman Indonesia telah memberikan sumbangsih besar dalam perkembangan dan eksistensi film Indonesia hingga saat ini. (usm/hdl)