Ngeri! JK Dilaporkan ke Bawaslu Usai Komentari Film Dirty Vote

"Kami sangat menyayangkan untuk sekelas Pak JK mantan wakil presiden, tapi menyampaikan hal-hal seperti ini," ujar Fatoni.

Ngeri! JK Dilaporkan ke Bawaslu Usai Komentari Film Dirty Vote
image

Jakarta, MI - Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla (JK) dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI oleh sekelompok Advokat Lingkar Nusantara (Lisan), atas dugaan upaya membangun narasi kecurangan lebih dari 25 persen usai JK mengomentari film dokumenter Dirty Vote.

"Dia (JK) menyampaikan di dalam film Dirty Vote itu baru 25 persen yang disampaikan. Jadi seolah-olah mau membangun narasi kecurangan lebih dari 25 persen," kata Advokat Lisan, Ahmad Fatoni, di Kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Selasa (13/2).

Menurut pihaknya, JK telah melanggar UU Pemilu Pasal 280 ayat (1) huruf d yang dikatakan menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat. Sehingga, atas alasan itu pihaknya melaporkan JK ke Bawaslu.

"Kami sangat menyayangkan untuk sekelas Pak JK mantan wakil presiden, tapi menyampaikan hal-hal seperti ini," ujar Fatoni.

Untuk melengkapi laporannya, Advokat Lisan juga menyertakan bukti gambar tangkapan layar dari berita-berita di media massa yang memuat pernyataan JK mengenai film Dirty Vote.

Sebelumnya, JK mengomentari film dokumenter Dirty Vote yang disutradarai Dandhy Laksono, menurutnya apa yang ditayangkan pada film itu semuanya adalah kenyataan yang harus diakui selama proses Pemilu 2024 berlangsung.

"Saya sudah nonton tadi malam. Film itu betul luar biasa. Tapi semuanya kebenaran," kata JK di kediamannya di kawasan Brawijaya Raya, Jakarta Selatan, Senin (12/2).

Kata JK, film ini belum mengungkap semua kebenaran yang ada di lapangan. Ia menilai, film tersebut hanya menayangkan 25 persen dari kebenaran yang seharusnya terungkap 100 persen.

"Saya kira ini Dirty Vote, film ini masih ringan dibanding kenyataan yang ada. Mungkin baru 25 persen karena tidak mencakup kejadian di daerah-daerah, kejadian di kampung-kampung, kejadian bagaimana bansos diterima orang," ungkapnya.

JK curiga, Sutradara dari film tersebut terlalu sopan karena hanya memberi 25 persen kebenaran. Kendati begitu, JK mengerti ada pihak-pihak yang justru merasa teramat marah karena sebagian kecil kedoknya telah terbuka.

"Mungkin sutradaranya lebih sopan. Masih sopan. Tapi sebagian pihak lain masih marah apalagi kalau dibongkar semuanya," jelas JK.

Seperti diketahui, film dokumenter “Dirty Vote” pada Minggu (11/2) siang, dirilis oleh rumah produksi WatchDoc di platform YouTube. 

Film tersebut menampilkan tiga pakar hukum tata negara, yaitu Zainal Arifin Mochtar dari Universitas Gadjah Mada, Feri Amsari dari Universitas Andalas, dan Bivitri Susanti dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera.

Tiga pakar itu secara bergantian dan bersama-sama menjelaskan rentetan peristiwa yang diyakini bagian dari kecurangan pemilu.

Dalam beberapa bagian, ketiga pakar juga mengkritik Bawaslu yang dinilai tidak tegas dalam menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran pemilu. Alhasil menurut mereka, tidak ada efek jera sehingga pelanggaran pemilu cenderung terjadi berulang.

Sutradara “Dirty Vote” Dandhy Dwi Laksono menyebut filmnya itu sebagai bentuk edukasi untuk masyarakat terutama beberapa hari sebelum mereka menggunakan hak pilihnya saat pemungutan suara pada 14 Februari 2024.

“Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres, tetapi hari ini saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara,“ kata Dandhy.

Dia menjelaskan film itu digarap dalam waktu sekitar 2 minggu, yang mencakup proses riset, produksi, penyuntingan, sampai rilis. 

Pembuatannya, dia menambahkan, melibatkan 20 lembaga, antara lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Perludem, Indonesia Corruption Watch, JATAM, Lokataru, LBH Pers, WALHI, Yayasan Kurawal, dan YLBHI. (DI)