Musyawarah Film Nasional Diusulkan Menjadi Solusi Mengatasi Carut Marut Pengelolaan Perfilman Indonesia.

beredar di kalangan wartawan sebuah nama telah disiapkan dan disorongkan oleh Badan Perfilm Indonesia (BPI). Setelah Lukman Sardi, dan Reza

Musyawarah Film Nasional Diusulkan Menjadi Solusi Mengatasi Carut Marut Pengelolaan Perfilman Indonesia.
image

JAKARTA,- Jakarta.Suaramerdeka.com,- Quo vadis adalah kalimat bahasa latin yang terjemahannya secara harfiah berarti "Ke Mana Engkau Pergi?" Kalimat ini adalah terjemahan Latin dari petikan bagian apokrif kisah Petrus, berbunyi: Domine, quo vadis? "Tuhan, ke mana Engkau pergi?".

Kisah "Quo Vadis?" (“Mau kemana?”) antara Petrus dan Yesus sebenarnya tidak ditemukan dalam Alkitab, melainkan dalam teks apokrif yang disebut Kisah Petrus. Dokumen ini, yang ditulis sekitar abad kedua Masehi, menceritakan kisah pelayanan dan kemartiran Petrus.

Syahdan, Peter, karena takut akan penganiayaan di Roma, memutuskan untuk meninggalkan kota. Saat dia melakukan perjalanan di sepanjang Jalan Appian, dia bertemu dengan (Roh atau penampakan) Yesus yang sedang berjalan menuju Roma.

Terkejut dan takjub, Petrus bertanya kepada Yesus, "Quo vadis, Domine?" (“Mau kemana, Tuhan?”). Yesus menjawab, “Romam vado iterum crucifigi” (“Aku akan pergi ke Roma untuk disalib lagi (untuk kali kedua)).

Malu pada Yesus, Petrus balik badan ke Roma menjemput takdirnya.

Setelah itu, diksi quo vadis galib digunakan dalam bahasa pergaulan.

Baca Juga: KH. Yahya Staquf Istimewa

Dalam konteks masa bakti Ketua Komite FFI Reza Rahadian yang telah purna tahun 2023 ini, siapa penggantinya ke depan? Quo vadis Komite FFI? Santer beredar di kalangan wartawan sebuah nama telah disiapkan dan disorongkan oleh Badan Perfilm Indonesia (BPI).

Setelah Lukman Sardi, dan Reza Rahadian siapa lagi yang akan duduk sebagai ketua Komite FFI yang dalam penyelenggaraan pesta film tahunan itu, yang ditimbang semakin berjarak dengan masyarakat dan asyik dengan dirinya sendiri itu?

Dan apapula kewenangan BPI sebagai lembaga swasta mandiri menyorongkan nama tertentu? Tidak bisakah orang film, juga masyarakat perfilman di luar BPI, turut mengajukan kandidat nama lainnya?

Baca Juga: Keberanian Dibuat di Palestina

Di mata Akhlis Suryapati selaku Ketua Sinematek Indonesia, BPI sudah mati, karena salah mengartikan semangat awal pembentukannya. Bahkan sejak tahun 2014 saat BPI melakukan interpretasi pada dirinya sendiri yang keliru, dengan membuat aturan-aturan baru, marwah penyelenggaraan FFI menjadi imbasnya. Dan tidak sesuai lagi dengan marwah FFI yang pertama kali diprakarsai oleh Usmar Ismail dan Djamaluddin Malik pada penyelenggaraan pertama FFI tahun 1955. 

Seperti ada klausul di BPI yang mengatakan Komite FFI yang baru harus tunduk dengan komite yang lama. "Kekacauan ini terus dipelihara sampai kini. Hasilnya, apakah penyelenggaraan FFI menjadi lebih baik? Tidak, karena kawan-kawan wartawan diberi permen bernama FFWI, sehingga tidak mempunyai daya kritis lagi dengan FFI," katanya dalam dalam diskusi "Quo Vadis Komite FFI" yang dihelat oleh Persatuan Wartawan Indonesia Pusat, Seksi Musik dan Film di The Groove Suite, Kuningan Jakarta, Jum'at (22/12/2023) petang.

Baca Juga: Hitler, Netanyahu dan Palestina.