POV Sineas Indonesia Soal Kenapa Film Horor Lebih Laris Ditonton

Film horor menjual ketakutan yang universal, benarkah?

POV Sineas Indonesia Soal Kenapa Film Horor Lebih Laris Ditonton

Surabaya, IDN Times - Di tahun 2023, terhitung sampai akhir bulan Juni, ada 29 film horor yang sudah rilis di bioskop. Sedangkan film horor terbanyak tahun ini rilis pada Maret 2023, menjelang bulan Ramadan. Delapan film horor yang tayang di bioskop pada Maret 2023, di antaranya adalah Perjanjian Gaib, Iblis dalam Darah, Losmen Melati, Sukmailang, Hantu Baru, Jin Qorin, Tulah 6/12, dan Teman Tidur.

Namun, Sewu Dino berhasil masuk film Indonesia terlaris sepanjang masa padahal rilis pada April 2023 dengan total 4.888.406 penonton. Disusul Waktu Maghrib yang rilis pada Februari 2023 dengan total 2.409.122 penonton.

Dilansir filmindonesia.or.id, film terlaris di Indonesia sejak tahun 2007 hingga sekarang adalah KKN di Desa Penari (2022) dengan total 10.061.033 penonton. Disusul Pengabdi Setan 2: Communion di posisi ketiga sebanyak 6.391.982 penonton. Sedangkan Sewu Dino (2023) berhasil menduduki posisi ketujuh.

Menurut Kimo Stamboel, sutradara film Sewu Dino (2023) bagaimana sih film horor yang akan ramai di tahun 2023. Ia berkata, “Yang ceritanya relatable di penontonnya.”

Fajar Nugros, sutradara film Inang (2022), menambahkan, “Bertumpu pada skenario yang bagus, menawarkan kebaruan, diproduksi dengan baik, dikemas dengan baik, dan memberi relasi yang kuat pada ketakutan umum.”

Peminat film horor berbanding lurus dengan maraknya produksi genre tersebut di perfilman Indonesia. Lalu, apa alasan film horor Indonesia lebih laris ditonton dari kacamata sineas Indonesia yang berkecimpung didalamnya? Simak ulasannya di bawah ini.

1. Film horor menjual ketakutan dan sensasi universal bagi penonton

POV Sineas Indonesia Soal Kenapa Film Horor Lebih Laris DitontonFajar Nugros (Instagram.com/fajarnugrs)

Setiap film horor yang rilis selalu menyuguhkan ketakutan dan sensasi yang universal untuk penonton. Tak heran, terlepas dari kualitas cerita dan visualnya, tiket film horor Indonesia selalu terjual lebih banyak dibanding genre lain.

Dari daftar film terlaris di Indonesia sejak 2007, Warkop DKI Reborn: Jangkrik Boss! Part 1 (2022) berhasil menduduki posisi kedua dengan total 6.858.616. Hal ini membuktikan jika genre film drama, komedi, dan romantis memang tidak kalah menarik minat, hanya saja lebih segmented.

“Kalau genre drama atau komedi gitu, maksudnya gak semua orang relate. Mungkin buat saya lucu, buat kamu gak gitu. Tergantung tingkat intelegensi orang tersebut,” ujar Asmara Abigail, aktris yang pernah bermain di film Pengabdi Setan (2017), Perempuan Tanah Jahanam (2019), dan Pengabdi Setan 2: Communion (2022).

Asmara Abigail menambahkan, “Film horor itu bermain dengan dimensi emosi ketakutan. Dia mainnya fear kan.”

Fajar Nugros juga memberikan jawaban serupa, “Karena umumnya genre horor ini apapun ceritanya selalu menawarkan pengalaman menonton yang menarik, penonton diajak untuk ketakutan dan deg-degan sepanjang waktu.”

2. Film horor jadi wadah untuk melepas penat bersama teman dan keluarga di bioskop

POV Sineas Indonesia Soal Kenapa Film Horor Lebih Laris DitontonKimo Stamboel (Armanfebryan via Instagram.com/kimostamboel)

“Mungkin sensasi saat menontonnya. Karena tau akan ditakuti, pastinya banyak penonton film Indonesia yang tidak mau untuk nonton sendirian,” ungkap Kimo Stamboel.

Tak heran jumlah penonton dan pembeli tiket film horor lebih banyak, karena sensasi ketakutan membuat orang-orang enggan menonton sendirian. Mereka lebih memilih menonton film horor bersama keluarga, sahabat, hingga kekasih.

“Genre horor ini memiliki kelebihan untuk ditonton secara komunal. Bersama-sama berbagi pengalaman akan rasa takut bersama teman-teman,” tambah Fajar.

Asmara Abigail juga menanggapi, meski orang-orang tidak menyukai film horor, mereka tetap akan ikut menonton. Alasannya agar bisa menikmati kebersamaan dan sensasi yang disuguhkan.

3. Film horor punya style yang berbeda-beda dan selalu bisa dieksplor

POV Sineas Indonesia Soal Kenapa Film Horor Lebih Laris DitontonAsmara Abigail (dok. Asmara Abigail)

Di sisi lain, pengemasan film horor beragam dan bisa dieksplor dengan berbagai hal. Ada film horor yang dikemas dengan dialog komedi, adegan gore, hingga mengguncang psikologis penonton.

Film Inang (2022) yang disutradarai oleh Fajar Nugros menyajikan beberapa dialog kocak yang cukup menggelitik penonton dari karakter Wulan (Naysila Mirdad). Menurut Fajar Nugros, tidak mudah menyajikan unsur ini di dalam sebuah film horor.

“Komedi sangat bertolak belakang efek feel-nya dengan feel horor yang tengah dibangun. Komedi yang tidak tepat akan meruntuhkan semua bangunan horor yang sedang dibangun,” jelas Fajar.

Di sisi lain, ada juga film horor yang menyajikan adegan gore dan berdarah-darah. Adegan tersebut bisa disaksikan lewat film Ivanna (2022) yang disutradarai oleh Kimo Stamboel. Adegan berdarah terkadang memberikan efek disturbing yang mengganggu, namun memberikan sensasi lain bagi penikmat film gore.

Kimo mengaku baik komedi, maupun gore, sama sulit baginya. Ia berkata, “Dua-duanya sulit. Karena keduanya bila mau menjadi efektif, timing dan treatment-nya harus benar.”

Berbeda dengan Asmara Abigail yang mengaku cukup terganggu jika menyaksikan film horor. Namun, ada psychological thriller yang jadi pengemasan film horor favoritnya.

“Aku sampai sekarang sih paling suka Perempuan Tanah Jahanam ya, karena memang lebih ke psychological thriller. Jadi aku bukan suka yang sekedar ada hantunya, makhluk gaibnya,” ucap Asmara saat diwawancarai via telepon oleh IDN Times pada Kamis (22/6/2023).

Baca Juga: 10 Film Indonesia Terbaru 2023, Ada Sewu Dino dan Sekuel NKCTHI!

4. Film horor selalu menyuguhkan perspektif keresahan masyarakat Indonesia

POV Sineas Indonesia Soal Kenapa Film Horor Lebih Laris DitontonFajar Nugros (Armandebryan via Instagram.com/fajarnugrs)

Film biasanya adalah bentuk keresahan atau ketakutan pembuatnya atau masyarakat. Maka tidak heran, film yang relate lebih mencuri perhatian penonton.

“Memang awalnya saya tidak pernah membuat film horor karena orangnya penakut. Tapi rupanya, ketakutan itu adalah modal bagi saya untuk melihat film horor sebagai sebuah perspektif baru,” jelas Fajar ketika mengingat alasannya membuat film Inang (2022).

Selain itu, pengemasan film horor dari masa ke masa juga disesuaikan dengan perkembangan zaman. Di era 80 dan 90-an, banyak film horor mengandung unsur seksualitas, seperti yang dibintangi Suzanna. Mulai dari Bernapas Dalam Lumpur (1970) hingga Petualangan Cinta Nyi Blorong (1986).

“Kalau menurut saya, hal-hal seperti itu di era tersebut masih sangat sulit didapatkan, jadi bila ada konten yang berbau seksual yang dibalut di dalam film, pastinya lebih diminati,” ujar Kimo.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Menurutnya, di era tersebut tayangan berbau seksual hanya bisa diakses melalui bioskop yang bisa membatasi rentang usia penontonnya. Namun, unsur seksualitas sudah tidak relate di era modern ini, karena konten tersebut lebih mudah ditemukan di internet.

Isu lain yang cukup relate adalah patriarki dan kesengsaraan perempuan di Indonesia. Masyarakat Indonesia kerap menyaksikan berita tidak menyenangkan tentang perempuan yang mendapatkan pelecehan seksual dan ketidaksetaraan, baik di ranah pribadi, maupun umum.

“Budaya Indonesia umumnya kental sekali dengan budaya patriarki, dimana perempuan selalu menjadi pihak yang dikalahkan, maupun kalah. Perempuan tidak diperkenankan membuat keputusan untuk dirinya sendiri, selalu dikendalikan, selalu ditindas, dan akhirnya hanya bisa melakukan perlawanan ketika sudah tidak hidup lagi,” jelas Fajar Nugros.

Kimo Stamboel menambahkan, “Untuk beberapa alasan, visual dengan entitas wanita itu lebih menyeramkan bagi mayoritas penonton film Indonesia.”

Visual tersebut kerap disuguhkan lewat hantu-hantu populer Indonesia, seperti Kuntilanak, Sundel Bolong, Nyi Roro Kidul, Mak Lampir, dan Suster Ngesot. Mereka digambarkan memiliki penampilan buruk rupa setelah bergentayangan menjadi hantu. Namun saat hidup, mereka cantik rupawan dan menerima perlakukan tidak pantas dari kaum laki-laki.

“Dia jadi korban, karena rata-rata semua hantu korban pemerkosaan. Terus begitu mereka jadi hantu dan mau balas dendam ke laki-laki yang menjahati mereka, tapi tetap kita sebagai hantu perempuan dipandang jahat,” ungkap Asmara Abigail. 

Penggambaran seperti ini memang jadi perspektif menarik dari film horor Indonesia. Bahkan bisa menimbulkan pro dan kontra bagi penonton, serta bahan diskusi setelah menyaksikan film horor di bioskop.

5. Mitos dan tradisi adalah isu yang relate dengan masyarakat Indonesia

POV Sineas Indonesia Soal Kenapa Film Horor Lebih Laris DitontonAsmara Abigail (dok. Asmara Abigail)

Unsur lain yang menarik dari film horor Indonesia adalah mitos, tradisi, dan agama. Ketiga hal itu sangat dekat dengan masyarakat Indonesia, terlepas bagaimana latar belakang mereka.

“Kultur kita sangat dekat dengan hal-hal yang mistis. Dan biasanya film horor kita mengandung hal-hal tersebut,” ujar Kimo Stamboel ketika ditanya alasan film horor Indonesia tetap eksis dari tahun ke tahun.

Fajar Nugros menambahkan, “Negara kita, Indonesia ini, kaya dengan berbagai kepercayaan dan masyarakatnya hidup dengan penuh rasa takut.”

Kepercayaan dari segi agama terkadang kerap dihubungkan dengan mistis. Tak mengherankan banyak film Indonesia yang selalu menyematkan unsur religi di dalamnya. Di tahun 2023, film Hidayah, Tasbih Kosong, Waktu Maghrib, Jin Qorin, hingga Khanzab menyoroti isu agama dan kepercayaan.

Asmara Abigail juga memberikan tanggapan serupa. Ia berkata, “Walaupun sudah modernisasi dan lain-lain, masih tetap aja orang-orang percaya takhayul. Jadi itu mendarah daging sih menurutku.”

6. Menjual kisah horor viral dan pernah booming dicap selalu berhasil, tapi ada catatannya

POV Sineas Indonesia Soal Kenapa Film Horor Lebih Laris DitontonKimo Stamboel (Armanfebryan via Instagram.com/kimostamboel)

Film berdasarkan kisah nyata yang sedang viral juga kerap dicari oleh penonton. Berkaca dari film KKN Di Desa Penari (2022) dan Sewu Dino (2023) yang terlebih dulu dipopulerkan lewat thread SimpleMan. 

Selain itu, film yang diadaptasi dari kisah nyata public figure juga bisa jadi contoh. Seperti film Ivanna (2022) dan Danur Universe yang didaptasi dari buku-buku YouTuber Risa Saraswati. Banyak yang menyaksikan film di atas bukan karena suka genre horor, tapi berkat keviralan mereka.

“Aku pecinta film banget dari kecil. Tapi memang dari dulu gak suka film horor, kayak mengganggu buat aku. Tapi kadang-kadang tetap pengen nonton kalau yang hits gitu,” cerita Asmara Abigail.

Faktor keberuntungan juga menjadi alasan sebuah film bisa sukses, terlepas dari kisah nyata atau tidak. Terbukti film KKN Di Desa Penari (2022) dan Sewu Dino (2023) tidak memilih pemain yang memang cenderung memerankan film horor dan papan atas, tapi bisa menuai kesuksesan. 

“Kadang-kadang ada faktor keberuntungan. Kita kadang-kadang sudah pakai pemain yang A-list. Terus followers-nya banyak. Tapi kadang-kadang suka flop,” ungkap Asmara Abigail.

Sedangkan menurut Kimo Stamboel, treatment film-film horor era 90-an memang cukup khas dan mengena diingatan penonton. Ketika treatment itu dihadirkan dengan nuansa yang baru, akan semakin menarik penonton berbagai generasi.

“Menurut saya, sebenarnya bukan karena remake-nya, tapi treatment horor dari film-film tersebut,” ungkapnya.

7. Effort sineas menyajikan efek make up visual dan desain produksi demi sajikan film horor berkualitas untuk penonton

POV Sineas Indonesia Soal Kenapa Film Horor Lebih Laris DitontonAsmara Abigail (dok. Asmara Abigail)

Kimo Stamboel mengaku jika membuat film horor lebih sulit, karena banyak aspek yang harus dipersiapkan. Dan hampir semua departemen di perfilman turut serta.

Special make up artist, special fx, stunts, action choreography. Jadi pastinya lebih sulit,” jelas Kimo.

Asmara Abigail juga bercerita jika memerankan film horor itu lebih sulit dibandingkan genre lain. Dibutuhkan ketekunan dan kekuatan ekstra, terlebih lagi untuk adegan yang membutuhkan koreografi, serta berdarah-darah.

“Film horor kan susah, dari secara jam kerja, emang dibutuhkan energi dan endurance yang tinggi. Kadang-kadang kalau aktornya gak biasa dengan jam kerja yang kayak gitu, juga akan susah karena akan memperlambat produksi,” ceritanya.

Selain itu, memang banyak penikmat dan kritikus film yang menilai sebuah karya tidak hanya dari pemain dan alur cerita. Mereka juga fokus menyoroti desain produksi dari film tersebut.

Untuk film-film yang berlatarkan hantu Belanda, seperti Ivanna (2022), tentu struktur bangunan yang dipilih, kostum, make up hantu, dan properti harus sesuai. Sedangkan untuk film Inang (2022) yang latarnya berada di desa terpencil, rumah yang dipilih juga lebih kuno. Meski tampak megah karena digambarkan sebagai orang berada.

Detail dari make up hantu-hantu yang realistis, bukan seperti editan juga disorot. Sekaligus bagaimana departemen art directing menyajikan adegan gore penuh darah dan bagian tubuh manusia secara nyata.

“Dua hal ini (efek visual dan make up) adalah satu kesatuan utuh yang harus saling mendukung,” jelas Fajar Nugros ketika ditanya seberapa penting aspek-aspek tersebut.

Ternyata banyak alasan kenapa film horor Indonesia sangat diminati penonton. Tidak hanya karena alur ceritanya, tapi sensasi ketakutan yang dialami penonton jadi aspek utama. Kalau alasanmu nonton film horor apa, nih?

Baca Juga: Film Horor Terbaik 2022: Review Film Qorin dan Film Inang