Hiburan Menakutkan Cara Kimo

Film horor Tanah Air menjadi salah satu genre paling produktif. Kimo Stamboel menjadi salah satu dari beberapa sutradara yang konsisten di genre tersebut.

Bicara soal film seram Tanah Air, apalagi dengan banyak adegan berdarah-darah atau slasher dan gore, tak bisa dipisahkan dari Kimo. Dia telah banyak menghasilkan banyak film horor. Sejumlah karyanya yang terkenal seperti Rumah Dara atau Macabre (2010), Dreadout (2019), yang dibuat berdasarkan permainan (gim) horor garapan putra bangsa.

Ada juga remake film horor klasik tahun 1980-an, Ratu Ilmu Hitam (2019), dan dua film horor semesta Danur, Jailangkung Sandekala (2022) dan Ivanna (2022). Selain itu, Kimo dikenal dengan sejumlah karya film laga dan thriller macam Killers (2014), Headshot (2017), dan The Night Comes for Us (2018). Beberapa film diproduksi dan disutradarai bersama rekannya, Timo Tjahjanto. Keduanya sama-sama spesialis adegan gore dan slasher.

Yang terbaru di tahun 2023, Kimo merambah ke versi film serial, Teluh Darah (2023), yang tayang di salah satu platform tayang film daring berbayar (OTT). Serial 12 episode itu sempat diputar perdana di ajang festival film internasional bergengsi di Busan, Korea Selatan.

”Jadi memang (menonton film horor) itu sekarang enggak cuma semacam entertainment of scariness-nya saja. Lu masuk bioskop lalu ditakut-takuti. Ha-ha-ha. Enggak begitu lagi, ya. Film-film horor sekarang ini sudah banyak juga yang bermuatan. Bahas isu kekerasan seksual, pedofilia, atau soal mental health,” ujar Kimo.

Kimo Stamboel
KOMPAS/PRIYOMBODO

Kimo Stamboel

Bagi Kimo, penonton dan penikmat film terutama bergenre horor sekarang sudah semakin kritis dan sophisticated. Mereka ingin film yang ditonton juga punya nilai dan bukan lagi sekadar menakut-nakuti lewat adegan jumpscare atau kengerian-kengerian tertentu. Dalam menggambarkan sebuah adegan berdarah-darah pun Kimo tidak sembarangan karena dilakukan untuk mendukung cerita. Harus ada alasan untuk sebuah adegan jumpscare. Menurut Kimo, upaya menghadirkan nilai tertentu lewat film horor untuk penonton sebetulnya sudah sejak lama dilakukan para pendahulunya.

Ada banyak film seram klasik, macam Sundal Bolong yang dibintangi Suzanna, bercerita tentang upaya mencari keadilan dari mereka yang teraniaya. Dalam film-film horor lama itu biasanya tokoh utama yang menjadi hantu adalah orang-orang yang semasa hidupnya dizalimi dan dianiaya oleh para tokoh jahat.

imageDanur yang meledak di pasaran dengan jumlah penonton lebih dari 2,7 juta orang. Selain di Indonesia, Danur juga diputar di Malaysia dan Brunei Darussalam." height="683" loading="lazy" sizes="(max-width:1280px) 1280px, (max-width:720px) 720px, (max-width:1024px) 1024px, (max-width:676px) 676px, (max-width:160px) 160px, (max-width:300px) 300px, (max-width:480px) 480px" src="https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/x3FDf9J-K7mh9_XBDoi8pYaGO6I=/1024x683/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2018%2F11%2F18%2Fb67dba40-9d00-403b-b88b-3a23cb666fd5_jpg.jpg" srcset="https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/RjzLqbDgTyQHKHmMtR_OmFPyz0A=/1280x853/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2018%2F11%2F18%2Fb67dba40-9d00-403b-b88b-3a23cb666fd5_jpg.jpg 1280w, https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/fj8yEqafR5i54LqEKgKcPhoK6t8=/720x480/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2018%2F11%2F18%2Fb67dba40-9d00-403b-b88b-3a23cb666fd5_jpg.jpg 720w, https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/x3FDf9J-K7mh9_XBDoi8pYaGO6I=/1024x683/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2018%2F11%2F18%2Fb67dba40-9d00-403b-b88b-3a23cb666fd5_jpg.jpg 1024w, https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/-oBEHMnSb3EAvKqVlmRXeBuVTNw=/676x451/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2018%2F11%2F18%2Fb67dba40-9d00-403b-b88b-3a23cb666fd5_jpg.jpg 676w, https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/XkfzQ-BTWlfKvqf3J7obkKnUIOk=/160x160/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2018%2F11%2F18%2Fb67dba40-9d00-403b-b88b-3a23cb666fd5_jpg.jpg 160w, https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/mYrfquJX4X6nnl7k9iz1-Y3RG7Q=/300x200/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2018%2F11%2F18%2Fb67dba40-9d00-403b-b88b-3a23cb666fd5_jpg.jpg 300w, https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/jJdwSGZuEtibZdyNnYjF5EaSwX0=/480x480/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2018%2F11%2F18%2Fb67dba40-9d00-403b-b88b-3a23cb666fd5_jpg.jpg 480w" width="1024" data-v-30ab5665>
KOMPAS/MAWAR KUSUMA WULAN

Suasana pembuatan film horor Danur yang meledak di pasaran dengan jumlah penonton lebih dari 2,7 juta orang. Selain di Indonesia, Danur juga diputar di Malaysia dan Brunei Darussalam.

Adegan menyeramkan

Bagi Kimo, genre film horor justru lebih menyenangkan ketimbang menakutkan. Bukan perkara mudah untuk menakuti orang lewat adegan menyeramkan. Butuh upaya serius baik secara naskah maupun penggambaran adegan sehingga orang bisa terlonjak takut dan kaget. ”Bagi saya, proses (membuat film horor) itu sesuatu yang fun,” ujarnya.

Kimo menambahkan, sebuah film bergenre drama harus sepenuhnya mengandalkan plot cerita yang kuat. Sementara untuk film horor dia menilai ada pendekatan yang berbeda. Boleh jadi, plot cerita dalam satu film horor sebenarnya biasa-biasa saja. Namun, sebagai film horor, sutradara akan menghadirkan sejumlah adegan tentang penggambaran elemen-elemen kengerian sehingga menghibur penonton.

Kimo mengaku optimistis jumlah penggemar film horor terus bertambah. Mereka akan terpancing menonton untuk sebuah film horor yang dianggap bagus.

Kimo Stamboel
KOMPAS/PRIYOMBODO

Kimo Stamboel

Untuk itulah, dia merasa semakin tertantang menciptakan adegan-adegan mengerikan, yang pushing the limit sejauh masih dibenarkan ketentuan sensor. Selain horor, thriller, dan laga, Kimo juga mengaku masih punya obsesi memproduksi film bergenre fiksi sains. Film fiksi sains tentang aliens dan UFO dari luar dunia ini. ”Genre drama gue suka. Komedi juga suka walau kayaknya enggak akan sampai terlalu berbelok ke situ, ya. Ha-ha-ha,” seloroh Kimo.

Era keemasan

Kimo lebih lanjut juga meyakini saat ini adalah era terbaik bagi dunia perfilman dan filmmaker Tanah Air. Pasalnya, selain bioskop dan televisi, ada banyak platform streaming digital berbayar menonton film (OTT) yang bermunculan dan membutuhkan semakin banyak konten film untuk mereka pasarkan. Para OTT ini juga terbilang berani memproduseri produksi film-film beragam genre terutama yang memiliki plot cerita dan pesan yang kuat.

”Ibaratnya sekarang ini era keemasan. Masa di mana para filmmaker Tanah Air harus banyak-banyak bersyukur mereka tak perlu khawatir kekurangan, apalagi kehilangan pekerjaan,” ujar Kimo.

Dia juga mengilustrasikan saat ini sampai-sampai banyak rumah produksi dan filmmaker kesulitan mencari para kru film untuk diajak bekerja sama. Jumlah mereka masih terbatas, sementara demand lumayan tinggi. Yang dibutuhkan bahkan tak harus selalu mereka yang sudah punya banyak pengalaman kerja. Selain kru, industri perfilman saat ini juga sangat memerlukan pemain-pemain film yang profesional.

Kimo Stamboel
KOMPAS/PRIYOMBODO

Kimo Stamboel

Mencintai film

Kecintaan Kimo terhadap film sebetulnya sudah dimulai sejak masih usia sekolah dasar. Saat itu orangtuanya memiliki satu unit kamera perekam video format 8 milimeter (Camcorder Video 8). Bersama saudara dan sepupu kandungnya, Kimo kerap merekam aktivitas bersama mereka saat tengah berkumpul. Tak jarang, Kimo membuat semacam cerita untuk dilakoni bersama sambil direkam. Hasilnya lantas mereka tonton bersama-sama sambil tertawa. Kimo kecil gemar menonton film terutama film Indonesia dan kisah superhero asal ”Negeri Sakura” Jepang, yang tengah populer di masanya. Sayangnya, akses Kimo terhadap film Indonesia sangat terbatas lantaran dia hanya bisa menonton di televisi.

Saat itu, Kimo ingat film-film Indonesia jarang diputar di jejaring bioskop besar. Salah satu film yang membekas dalam ingatannya adalah Pengkhianatan G 30S/ PKI (1984).

Terkait film itu, Kimo mengaku sangat menikmati penggambaran situasi yang mencekam. Adegan penyiksaan terhadap para jenderal di film itu terbilang fenomenal dan sangat diingat di masanya. Apa mungkin dia terinspirasi dari film itu? ”Ha-ha-ha. Bisa jadi juga, ya (terpengaruh itu),” ujar ayah tiga putra ini sambil tertawa.

Ketertarikan Kimo kecil terhadap perfilman bertambah setelah diajak berlibur ke Universal Studios di Amerika Serikat. Di sana dia mulai memahami pembuatan sebuah film. Penggemar berat Stephen King dan Steven Spielberg ini memutuskan ingin melanjutkan studi mempelajari dan mendalami perfilman.

Baca juga: Bryan Lie Kekuatan Narasi dalam Sebuah Karakter

Sayangnya, sang ayah tak menyetujui dan tetap memintanya berkuliah di jurusan bisnis. Kimo melanjutkan studi ke Central Queensland University, Bachelor Business Management, Sydney, Australia. Meski begitu, hasratnya menjadi filmmaker tetap menggebu-gebu. Lalu, datanglah sebuah kesempatan, dia dan teman-temannya sesama pelajar dan mahasiswa RI di Sydney tertantang membuat film.

Saat itu, film Indonesia macam Ada Apa Dengan Cinta (2002) tengah naik daun. Semangat membuat film semakin tertantang melihat para mahasiswa dan pelajar RI di Melbourne telah menayangkan film karya mereka di sebuah acara. Lantaran tak punya peralatan dan pengalaman memadai Kimo dan teman-temannya memasang iklan. Dari situ kemudian dia berkenalan dengan Timo Tjahjanto yang datang melamar.

Kimo Stamboel
KOMPAS/PRIYOMBODO

Kimo Stamboel

Sebagai mahasiswa perfilman asal Indonesia, Timo memiliki kamera yang bagus serta cukup pengalaman untuk urusan produksi film. Setelah bertemu, keduanya ternyata saling cocok dan film sukses diproduksi dengan biaya seadanya. Film perdana berjudul Bunian (2003) berkisah tentang pengalaman mistis dan horor mahasiswa Indonesia di Australia.

Film itu ditawari diputar di salah satu program stasiun televisi swasta Tanah Air. Sebuah perusahaan pengganda dan distribusi cakram video di Indonesia juga menawari agar film diperbanyak dan didistribusikan.

”Bangga juga, ya, rasanya. Padahal, film itu dibuat dengan biaya seadanya. Kami berpatungan untuk biaya produksi dan katering saat itu,” ujar Kimo.

Baca juga: Fetty dan Sarinah Kini

Saat studi bisnisnya akan rampung, Kimo kembali memberanikan diri meminta izin sang ayah untuk mengambil program diploma tambahan di bidang perfilman. Kimo lalu mengambil gelar diploma tambahan untuk produksi dan penyutradaraan film di School of Visual Arts Sydney Australia Campus.

Tahun 2004 semua studinya selesai dan dia kembali ke Tanah Air lalu mendirikan rumah produksi film Merah Production, yang kerap menggarap berbagai video iklan, klip musik, serta profil perusahaan. Setelah tiga tahun, Kimo dan Timo berkolaborasi di bawah nama bendera The Mo Brothers.

Sejumlah karya film mulai dihasilkan seperti Rumah Dara (2008), karya produksi pertama mereka yang menyedot banyak perhatian. Selain itu, Kimo juga banyak berkolaborasi dengan sineas luar negeri, salah satunya Gareth Evans di tahun 2012 menghasilkan Save Haven, salah satu bagian dari segmen omnibus produksi Magnet International berjudul V/H/S 2.

Sejumlah karya film garapan bersama Timo juga eksis di berbagai festival film luar negeri. Beberapa seperti Killers (2014) masuk dalam Sundance Film Festival (2014) di kategori Midnight Madness. Karya gemilang bersama lainnya, Headshot (2015), juga sukses masuk ke ajang Toronto International Film Festival 2016 untuk kategori Midnight Madness.

Kimo Stamboel
KOMPAS/PRIYOMBODO

Kimo Stamboel

Mochammad Maliki Stamboel (Kimo Stamboel)

Lahir: Jakarta, 25 Juni 1980

Pendidikan:

- TK, SD, SMP Ora et Labora Jakarta

- SMA Pelita Harapan

- Central Queensland University Bachelor Business Management

- Diploma Film Producing and Directing, School of Visual arts Sydney Australia Campus

Ayah: Kemal A Stamboel

Ibu: Manggiasih Dade

Prestasi:

- Distinguish Film Director (Sundance Film Asia 2021)

Profesi: Produser, penulis dan sutradara

Film, antara lain:

• Bunian (2002)

• Headshot (2017)

• Ratu Ilmu Hitam (2019)

• Jailangkung Sandekala (2022)

• Ivanna (2022)

• Teluh Darah Series (2023)

• Sewu Dino (2023)