Yahya Umar: Hasil Survei Memang Harus Berbeda!

BREAKINGNEWS.CO.ID - Pakar Psikometri, Riset dan Statistik, Yahya Umar berpendapat bahwa hasil survei yang dilakukan oleh lembaga survei dengan lembaga survei lainnya memang harus berbeda. Adapun pernyataan tersebut disampaikan Yahya dalam diskusi yang mengusung tema "Analisis Hasil Survei: Mengapa Bisa Beda?" yang digelar oleh INDO SURVEY & STRATEGY (ISS) di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa…

Yahya Umar: Hasil Survei Memang Harus Berbeda!

BREAKINGNEWS.CO.ID - Pakar Psikometri, Riset dan Statistik, Yahya Umar berpendapat bahwa hasil survei yang dilakukan oleh lembaga survei dengan lembaga survei lainnya memang harus berbeda.

Adapun pernyataan tersebut disampaikan Yahya dalam diskusi yang mengusung tema "Analisis Hasil Survei: Mengapa Bisa Beda?" yang digelar oleh INDO SURVEY & STRATEGY (ISS) di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (26/3/2019).

"Hasil survei harus beda-beda. Lembaga yang sama melakukan survei dengan samplenya yang sama saja, hasilnya bisa berbeda," kata Yahya.

Selain itu, margin of error dalam.survei yang dilakukan itu, lanjutnya, bergantung pada besaran sample. Minimal semua provinsi hrs terwakili dan di masing-masing provinsi itu ada random sampling error.

"Kalau ada 2 lembaga survei dgn metode sama, samplingnya beda tp margin of error-nya sama itu yang harus dipertanyakan," ujarnya.

"Sampling error dan non sampling error itu ada dua. Samping error, bias dan variable. Integritas peneliti masih perlu dipertanyakan. Tapi sampling error-nya bias ini yang bahaya," tegas Yahya.

Selain itu, dirinya juga berpendapat bahwa hampir semua lembaga survei melaporkan error hanya random sampling error. Padahal non random error di dalam samplingnya ada biasnya.

"Ada lembaga survei sampaikan biasnya seberapa besar dan dibikin rumusnya untum melakukan koreksinya. Ada lembaga yang diberikan mandat untuk membandingkan hasil survei berdasarkan data. Masalahnya mau gak lembaga survei itu buka datanya?" ucapnya mempertanyakan.

"Benar atau tidaknya hasil survei bisa dicari indikator-indikatornya. Ketika dikomper dan ada hal aneh bisa didalami. Mengapa hasil survei berbeda ya harus berbeda. Cuma kalau sudah dipublish seakan-akan semua data sudah comparable," terangnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Peneliti Litbang Kompas, Toto Suryaningtyas mengatakan bahwa berdasarkan sisi statistik, angka survei yang dihasilkan oleh pihaknya masih masuk ke dalam rentang margin of error dari lembaga-lembaga survei yang lain.

"Kita ambil contoh seperti hasil survei kami yang terbaru kemarin. Dari hasil survei Charta Politika, mengeluarkan angka elektabilitas paslon 01 sebesar 52 persenan. Di angka kami hanya 49 persen. Kalau angka kami ditambah dengan margin of error sebesar 2,2 persen, dan angka survei dari Charta Politika dikurangi sebesar 2,2 persen, maka hasilnya masih bertemu di angka yang sama," kata Toto dalam diskusi yang mengusung tema Analisis Hasil Survei: Mengapa Bisa Beda?" yang digelar oleh INDO SURVEY & STRATEGY (ISS) di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (26/3).

Jika berbicara mengenai angka, lanjut Toto,hasil survei yang dilakukan oleh lembaganya tersebut tidak berbeda jauh dengan lembaga survei lainnya. Kendati demikian, dirinya mengaku jika banyak yang menilai jika pihaknya menggunakan angka skeptis, bukan angka yang optimis. Setelah diketahui jika angka elektabilitas paslon 02 melonjak menjadi 37 persen, pandangan publik pun mengatakan jika pihaknya melakukan asosiasi pemihakan.

"Nah, jadi persepsi yang ditimbulkan oleh masyarakat itu seperti itu. Sejak awal kita sudah menekankan bahwa kita tidak memiliki skenario atau kecondongan kepada salah satu paslon dalam melakukan analisa survei tersebut," ungkap Toto.