Sejumput Kenangan Nonton Bioskop di Tasik Theater

Pasar Karlis atau Jalan Pasar Baru Kota Tasikmalaya menjadi salah satu kawasan yang masih bertahan dengan suasana Tasikmalaya zaman dulu.

Sejumput Kenangan Nonton Bioskop di Tasik Theater
image
Tasikmalaya -

Pasar Karlis atau Jalan Pasar Baru Kota Tasikmalaya menjadi salah satu kawasan yang masih bertahan dengan suasana Tasikmalaya zaman dulu.

Mayoritas warga Tasikmalaya akan merasakan suasana masa lalu, karena bangunan di kawasan itu tidak mengalami perubahan sejak tahun 80-an silam.

Apalagi jika melihat bekas bangunan bioskop Tasik Theater yang masih berdiri kokoh, meski eksteriornya sudah terlihat usang dengan kerusakan di beberapa bagian.

Bioskop yang satu ini menjadi satu-satunya bioskop zaman dulu di Tasikmalaya yang belum bertransformasi atau belum dimanfaatkan kembali sejak tutup di awal tahun 2000-an.

Remaja Tasikmalaya di tahun 80-an sampai 90-an dapat dipastikan akan terkenang dengan kawasan dan bangunan yang satu ini.

"Tempat dulu saya menonton film Saur Sepuh, Satria Madangkara," kata Harniwan (53), warga Jalan Rumah Sakit, Kota Tasikmalaya.

Menurut dia bioskop Tasik Theater spesialis film Indonesia, India dan Hongkong. "Kalau dulu istilahnya nonton film babah ngamuk (film laga Mandarin)," kata Harniwan.

Dia juga mengatakan bioskop ini menjadi saksi keterpurukan dunia perfilman nasional. Ketika itu film produksi nasional didominasi oleh film-film berbau esek-esek.

"Sejak saat itu jadi malas menonton, karena malu ya. Ada stigma buruk jika kita menonton di bioskop yang memutar film-film seperti itu," kata Harniwan.

Hal ini dibenarkan pula oleh Yusep Saefulloh (55), warga Singaparna. Dia mengaku, hanya beberapa kali saja menonton film di Tasik Theater. Selain karena fasilitasnya dianggap kurang bagus, juga film yang diputar kebanyakan film berbau esek-esek.

"Kalau saya lebih sering di Hegarmanah atau Parahyangan di Jalan Yudanegara, yang sekarang sudah berubah menjadi hotel-hotel berbintang," kata Yusep.

Meski demikian, karena lokasinya dalam komplek pasar, bioskop itu selalu ramai. "Bagusnya karena dekat pasar, jadi kalau mau jajan atau sekalian belanja gampang," kata Yusep.

Menurut dia di tahun 80-an atau awal-awal beroperasi, Tasik Theater sempat jadi wahana hiburan favorit para penikmat film. "Kalau awal-awal dibuka masih bagus, namun di akhir 90-an mulai terkena stigma. Ya mungkin karena sering memutar film-film berbau esek-esek," kata Yusep.

Dia menambahkan, di Tasikmalaya pada masa itu banyak memiliki fasilitas bioskop, sehingga masyarakat punya banyak pilihan, menyesuaikan dengan selera genre film dan kemampuan membeli tiket.

"Kan dulu banyak bioskop di Tasik. Selain Tasik Theater ada Hegarmanah, Parahiyangan, Garuda. Bahkan di daerah pinggiran juga ada, seperti di Singaparna atau Ciawi," kata Yusep.

Menurut dia, berbeda dengan bioskop sekarang yang hampir semuanya memiliki fasilitas bagus dan terawat, bioskop zaman dulu diantaranya ada yang kurang memperhatikan kenyamanan penonton.

"Kursi yang bisa membuat gatal-gatal, bau pesing dari WC tercium ke studio, calo tiket yang galak. Ah macam-macam masalahnya. Beda dengan bioskop sekarang, nyaman dan terawat," kata Yusep.

(mso/mso)