Review Film: Past Lives

Review film: Past Lives jadi debut sutradara Celine Song yang menyajikan narasi sederhana, tapi sukses mengacak-acak hati penuh emosi.

Review Film: Past Lives
Jakarta, CNN Indonesia --

Past Lives mengoyak hati jadi berkeping-keping lewat eksplorasi manis kisah romansa sederhana. Dengan penuturan cerita cerita luar biasa, rasanya sulit dipercaya bahwa Past Lives karya debut Celine Song.

Sutradara Kanada-Korea itu memang pantas dipuji. Ia seolah telah memiliki segudang pengalaman sehingga mampu melahirkan karya semacam Past Lives.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Premis yang diangkat dari kehidupan pribadi Song mungkin menjadi alasan sang sutradara begitu paham laju arah film ini. Namun, ia juga begitu piawai merangkai cerita dengan berbagai dialog di dalamnya.

Celine Song menggambarkan romansa itu dengan berporos kepada In-Yun, sebuah frasa Korea yang konon berarti takdir. Konsep itu seolah menjadi kekuatan yang waktu dapat menyatukan manusia, tetapi juga kerap memisahkan mereka.

Lewat gagasan itu, sang sutradara berusaha mengisahkan hubungan Hae-sung (Yoo Teo) dan Nora (Greta Lee) dengan pendekatan ala film romansa hit Before Sunrise (1995).

[Gambas:Video CNN]

Ia tak membebankan film ini kepada plot penuh twist dan adegan teatrikal. Past Lives memilih jalan yang tenang dengan dialog kontemplatif, seperti kisah Jesse dan Celine dalam karya Richard Linklater.

Gaya penceritaan semacam itu mungkin memicu rasa bosan bagi sebagian orang. Namun, bagi saya, langkah Celine Song itu mampu memberi kesempatan penonton untuk meresapi ucapan hingga gestur setiap karakter.

Pendekatan ini juga semakin impresif karena Song, yang juga menjadi penulis skenario Past Lives, begitu disiplin dalam menyusun cerita.

Ada kesabaran yang dituangkan oleh Song kala merangkai dialog demi dialog. Ia tidak ingin tergesa-gesa dalam membangun tensi dan emosi, seolah mengajak penonton mengikuti cerita dengan laju yang tenang.

Kedisiplinan itu pun membuahkan hasil. Film ini meninggalkan kesan yang begitu mendalam hingga membuat saya heran, bagaimana mungkin cerita yang disajikan dengan begitu halus dapat terasa seperti pukulan telak di hati?

Greta Lee sebagai Nora dan Yoo Teo sebagai Hae-sung dalam Past Lives. (Twenty Years Rights/A24/Jon Pack)Review film: Past Lives membuat perasaan begitu berkecamuk melihat takdir kisah Nora dan Hae-sung. (Twenty Years Rights/A24/Jon Pack)

Perasaan campur aduk pun tidak bisa dihindari sepanjang menyaksikan Past Lives. Pada satu bagian, saya merasa pilu melihat kisah Nora dan Hae-sung karena takdir seolah tidak di pihak mereka.

Namun, di sisi lain, saya juga kerap merasa bahwa takdir tidak akan salah ketika melihat Nora kini menjalani hidup di New York bersama pasangan sebaik Arthur (John Magaro).

Perasaan ini pun tidak lepas dari kemampuan Celine Song menyuguhkan pertanyaan yang tak diikuti jawaban pasti dalam cerita.

Apa jadinya jika Nora dan Hae-sung bertemu sebelum ada Arthur? Apa mereka memang tak pernah ditakdirkan bersama? Pertanyaan bagaimana jika ini, bagaimana jika itu, dan sebagainya ramai berkecamuk di pikiran.

Film Pasti Lives (2023). (Twenty Years Rights)Review film: Past Lives juga bermain-main dengan perasaan penonton karena menghadirkan Arthur sebagai sosok suami yang begitu baik dan memahami kondisi Nora dan Hae-sung. (Twenty Years Rights)

Bagian lain yang luar biasa dari Past Lives adalah cara film ini memperlakukan karakter. Celine Song menggambarkan ketiga karakter itu dengan amat manusiawi, teliti, dan adil dalam menghadirkan berbagai perspektif.

Penonton diajak melihat jalan hidup Hae-sung dan Nora yang punya alasan kuat untuk setiap keputusannya. Obrolan yang terjadi di antara mereka saat bertemu pun mengesankan.

Lanjut ke sebelah...