Komunitas Berperan Strategis untuk Keberlanjutan Ekosistem Film

Peran komunitas menjadi salah satu mata rantai penting dalam ekosistem perfilman Indonesia. Mereka tidak hanya memasyarakatkan film di kawasan minim bioskop, tetapi juga menumbuhkan calon SDM perfilman baru.

Komunitas Petikan Film Koleksi Clapper Board Film.
KOMPAS/YUNIADHI AGUNG

Komunitas Petikan Film Koleksi Clapper Board Film.

JAKARTA, KOMPAS — Komunitas film memegang peran strategis untuk memasyarakatkan film, utamanya di daerah yang minim bioskop. Kegiatan komunitas—seperti pemutaran film, pengadaan kompetisi, dan diskusi—juga berdampak pada tumbuhnya apresiasi publik terhadap film serta mendorong regenerasi pegiat film.

Ketua Indonesian Film Community Network (IFCN) Arief Akhmad Yani, Jumat (10/3/2023), mengatakan, posisi komunitas film strategis karena kegiatannya dekat dengan masyarakat. Hal ini membuat komunitas kerap disasar sebagai mitra program pemerintah, swasta, ataupun lembaga lain.

Komunitas juga berfungsi sebagai ruang edukasi nonformal bagi masyarakat. Mereka umumnya menjadikan komunitas sebagai laboratorium praktik perfilman, ruang ekspresi dan aktualisasi diri, hingga media untuk berjejaring. Pengetahuan dan jejaring komunitas menjadi modal penting bagi orang yang ingin menggeluti dunia film secara serius.

”Komunitas film berperan sebagai saka guru dan garda depan generasi penerus perfilman,” kata Arief pada salah satu rangkaian konferensi peringatan Hari Film Nasional di Jakarta. Konferensi ini berlangsung pada 6-11 Maret 2023.

Baca juga: Ruang Putar Alternatif Pantik Dialog Budaya

Suasana salah satu rangkaian konferensi peringatan Hari Film Nasional di Jakarta, Jumat (10/3/2023). Konferensi ini diadakan pada 6-11 Maret 2023 oleh Badan Perfilman Indonesia (BPI).
TANGKAPAN LAYAR

Suasana salah satu rangkaian konferensi peringatan Hari Film Nasional di Jakarta, Jumat (10/3/2023). Konferensi ini diadakan pada 6-11 Maret 2023 oleh Badan Perfilman Indonesia (BPI).

Geliat komunitas film juga tampak di Banyumas Raya, Jawa Tengah, yang meliputi lima kabupaten/kota, yakni Purbalingga, Cilacap, Kebumen, Banjarnegara, dan Banyumas. Komunitas di lima wilayah tersebut berkolaborasi membuat Festival Film Purbalingga yang diselenggarakan selama sebulan. Penyelenggara festival ini adalah Cinema Lover Community (CLC) Purbalingga dan Jaringan Kerja Film Banyumas (JKFB).

Ada dua program utama festival film ini, yakni kompetisi film bagi pelajar sekolah menengah dan pengadaan layar tancap keliling. Project Manager CLC Purbalingga, Nanki Nirmanto, mengatakan, program layar tancap (Layar Tanjleb) diadakan sejak 2011 ke desa-desa di Banyumas Raya. Mereka bekerja sama dengan warga desa setempat untuk menggelar program ini.

”Kami berkeliling secara mandiri dengan motor. Perjalanan sekitar 20-40 kilometer. Kami membawa bambu hingga layar sendiri. Kegiatan ini terbayarkan karena layar tancap jadi identik dengan Festival Film Purbalingga,” ucap Nanki yang juga Direktur JKFB.

Selagi kita belum memiliki sebaran bioskop yang luas, komunitas film sangat penting (perannya) di ekosistem (perfilman) kita.

Antusias warga menyaksikan film yang diputar dalam festival layar tancap di Babakan, Kecamatan Setu, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (18/1/2023) malam.
KOMPAS/PRIYOMBODO

Antusias warga menyaksikan film yang diputar dalam festival layar tancap di Babakan, Kecamatan Setu, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (18/1/2023) malam.

Menurut catatan penyelenggara, kegiatan Festival Film Purbalingga telah diadakan di 212 desa pada periode 2011-2022. Pada periode yang sama, jumlah penonton mencapai lebih dari 106.000 orang. Acara layar tancap juga mendorong roda ekonomi warga desa hingga Rp 20 juta per malam.

Sementara itu, kompetisi film yang diadakan selama festival pada 2011-2022 berhasil menghasilkan 514 film. Sebanyak 237 film di antaranya bergenre fiksi, sementara 277 film lainnya dokumenter. ”Sejauh ini, festival ini menjadi tolok ukur perkembangan film di Banyumas Raya,” kata Nanki.

Baca juga: Pengarsipan Dunia Perfilman Tidak Hanya soal Film

Untuk menjaga kualitas film yang dilombakan di festival, Nanki dan rekan-rekan membuat kurikulum produksi film bagi pelajar SMA/SMK di Banyumas Raya. Nanki menambahkan, Festival Film Purbalingga kini mengadakan bimbingan teknis bagi minimal dua warga desa yang mau menjadikan desanya sebagai tuan rumah program layar tancap. Kegiatan ini diharapkan menumbuhkan SDM perfilman baru.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid berpendapat, kehadiran film di tengah masyarakat tak lepas dari peran komunitas. Pemutaran film yang diadakan di ruang publik membantu meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap film.

”Selagi kita belum memiliki sebaran bioskop yang luas, komunitas film sangat penting (perannya) di ekosistem (perfilman) kita,” ucap Hilmar.

Komunitas sinematografi Spasikosong Universitas Bina Nusantara sedang merekam adegan untuk keperluan film mereka. Komunitas sinematografi di kampus tumbuh subur seiring perkembangan teknologi yang semakin memudahkan produksi film.
DOKUMENTASI SPASIKOSONG

Komunitas sinematografi Spasikosong Universitas Bina Nusantara sedang merekam adegan untuk keperluan film mereka. Komunitas sinematografi di kampus tumbuh subur seiring perkembangan teknologi yang semakin memudahkan produksi film.

Bantuan pemerintah

Pemerintah melalui Kemendikbudristek lantas membantu komunitas, antara lain, lewat program Sinema Mikro. Dana dari program ini dimanfaatkan komunitas-komunitas untuk mengadakan pemutaran film di daerah-daerah yang minim bioskop.

Komunitas film juga dapat mengakses program Indonesiana Film dan Layar Indonesiana dari Kemendikbudristek. Indonesiana Film adalah program pelatihan penulisan skenario film, sementara Layar Indonesiana kompetisi film pendek. Peserta terpilih di kedua program akan diberi pelatihan oleh ahli perfilman di dalam dan luar negeri. Peserta juga akan difasilitasi untuk memproduksi film serta dilatih untuk mempresentasikan (pitching) karyanya ke calon investor.

”Hingga kini ada 23 naskah hasil inkubasi Indonesiana Film,” kata Pamong Budaya Perfilman Kemendikbudristek Marlina Machfud. “Di Layar Indonesiana, kami menerima 330-an ide cerita (film pendek) di tahun pertama. Di 2022 ada 442 ide cerita,” tambahnya.