Deradikalisasi, Cina Akui Tahan 13 Ribu Teroris di Xinjiang

BREAKINGNEWS.CO.ID - Pemerintah Cina akhirnya mengakui sudah menahan hampir sekitar 13 ribu teroris di Xinjiang sejak 2014 lalu. Hal tersebut dilakukan sebagai bagian dari upaya deradikalisasi (tindakan preventif kontraterorisme) yang menargetkan umat minoritas Muslim.

Deradikalisasi, Cina Akui Tahan 13 Ribu Teroris di Xinjiang

BREAKINGNEWS.CO.ID - Pemerintah Cina akhirnya mengakui sudah menahan hampir sekitar 13 ribu teroris di Xinjiang sejak 2014 lalu. Hal tersebut dilakukan sebagai bagian dari upaya deradikalisasi (tindakan preventif kontraterorisme) yang menargetkan umat minoritas Muslim.

"[Pemerintah] menghancurkan 1.588 geng kekerasan dan teroris, menahan 12.995 teroris, menyita 2.052 alat peledak, menghukum 30.645 orang atas aktivitas 4.858 aktivitas keagamaan ilegal, dan menghancurkan 345.229 kopo materi keagamaan ilegal," demikian pernyataan pemerintah Cina yang dikutip dari Reuters, Selasa (19/3/2019). Menurut keterangan dalam buku putih itu, Cina menyatakan hanya sebagian kecil dari pihak yang mereka tahan pada akhirnya mendapatkan hukuman berat, seperti para pemimpin kelompok teror.

Buku putih itu juga mencatat ada 30 serangan di Xinjiang sejak 1990 hingga Desember 2016 lalu. Merujuk pada data tersebut, 458 orang tewas dan setidaknya 2.540 orang lainnya terluka akibat serangan para teroris. Sementara para teroris diadili, pihak yang terpapar pemikiran ekstremis mendapatkan edukasi dan pelatihan untuk mengajarkan "kesalahan dalam kehidupan mereka."

Laporan yang terangkum dalam satu buku putih itu dirilis di tengah dugaan Cina menahan lebih dari satu juta minoritas Muslim untuk dijejali doktrin komunisme. Kelompok penyintas Kongres Uighur Dunia pun menyangkal semua isi laporan dalam buku putih Cina yang dilansir pada Senin (18/3) ini.

"Cina jelas mengaburkan kebenaran. Operasi kontra-terorisme ini adalah alasan politik untuk menekan Uighur. Tujuan utama deradikalisasi ini adalah untuk memusnahkan kepercayaan, benar-benar perbuatan dosa," ucap juru bicara Kongres Uighur Dunia, Dilxat Raxit. Selama ini, pemerintah Cina memang dilaporkan kerap melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) secara massal dan sistematis terhadap kaum minoritas Muslim di Xinjiang.

Berdasarkan kesaksian korban, otoritas Cina terus melakukan penahanan massal sewenang-wenang terhadap Uighur dan minoritas Muslim lain di Xinjiang sejak 2014 lalu. Di tengah kisruh ini, sejumlah anggota parlemen Amerika Serikat mendesak Presiden Donald Trump untuk mengambil tindakan tegas atas Cina, seperti sanksi.

Ketika ditanya soal sanksi, Duta Besar AS untuk PBB, Kelley Currie, mengatakan, "Kami selalu melihat segala mekanisme dan alat yang kami punya untuk mengidentifikasi yang bertanggung jawab atas pelanggaran HAM menjijikkan dan memastikan mereka tak dapat bepergian ke AS dan akses ke sistem finansial AS."