Delsy Sjamsumar, Seniman Silang Visual Tanah Air

Pameran ”Silang Visual: Delsy dalam Film dan Seni Rupa” digelar pada 23 Juni-7 Juli 2023 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

Pengunjung melihat salah satu sudut ruang pameran ”Silang Visual: Delsy dalam Film dan Seni Rupa” di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat (23/6/2023). Pameran tersebut digelar 23 Juni-7 Juli 2023 di ruang Galeri Cipta 1, Gedung Trisno Soemardjo.
NASRUN KATINGKA

Pengunjung melihat salah satu sudut ruang pameran ”Silang Visual: Delsy dalam Film dan Seni Rupa” di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat (23/6/2023). Pameran tersebut digelar 23 Juni-7 Juli 2023 di ruang Galeri Cipta 1, Gedung Trisno Soemardjo.

JAKARTA, KOMPAS — Komite Film Dewan Kesenian Jakarta atau DKJ menyajikan pameran karya silang visual film dan seni rupa dari seniman Delsy Sjamsumar. Konsistensi Delsy dalam berkarya bisa menjadi contoh bagi pelaku seni di Tanah Air.

Pameran yang menjadi rangkaian DKJ Fest 2023 ini menyuguhkan sejumlah memoar replikasi karya dari pria kelahiran Kabupaten Agam, Sumatera Barat, tahun 1935 itu. Kurator pameran film DKJ, Yuki Aditya, mengatakan, Delsy merupakan contoh pelaku seni yang konsisten serta selalu memberikan karya-karya terbaik.

”Delsy sebagai sosok silang visual yang konsisten dalam berkarya. Kendati menekuni banyak aliran seni, bukan berarti Delsy tidak punya pendirian. Justru dia selalu konsisten di jenis seni yang ditekuninya,” kata Yuki di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Jumat (23/6/2023).

Baca juga : Refleksi Semangat Kesenian Jakarta Setengah Abad Lalu

Pameran ini diberi tajuk ”Silang Visual: Delsy dalam Film dan Seni Rupa”. Pameran digelar mulai 23 Juni hingga 7 Juli 2023 pukul 10.00-20.00 di Galeri Cipta 1, Gedung Trisno Soemardjo, Taman Ismail Marzuki.

Yuki menceritakan, Delsy, yang merupakan lulusan sekolah menengah INS Kayutanam, Padang Pariaman, pada 1949, awalnya lebih dikenal sebagai komikus. Saat pertama kali ke Jakarta pada 1954, dia bekerja sebagai komikus di majalah Aneka.

Pameran maestro film Indonesia bertajuk Silang Visual: Delsy dalam Film dan Seni Rupa di Galeri Cipta 1, Gedung Trisno Soemardjo, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (23/6/2023).
KOMPAS/PRIYOMBODO

Pameran maestro film Indonesia bertajuk Silang Visual: Delsy dalam Film dan Seni Rupa di Galeri Cipta 1, Gedung Trisno Soemardjo, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (23/6/2023).

Dalam perjalanan kariernya, dia turut mencoba aliran seni lain, seperti lukis, desain, dan film. Kendati demikian, jika melihat catatan sejarah sinema dan seni rupa, sulit menemukan nama dan sosok Delsy. Namun, jika berdasarkan penelusuran dokumen dan saksi sejarah, Yuki justru menemukan peran sentral Delsy dalam dunia sinema dan komik Indonesia.

Filmografi

Di ruang depan pameran di Galeri Cipta 1, Taman Ismail Marzuki, terpampang replika karya storyboard Delsy. Menurut Yuki, Delsy kemungkinan menjadi sosok pertama yang menggunakan storyboard dalam produksi film, saat menjadi pengarah artistik di film Holiday in Bali (1962). Dari film tersebut, dia dianugerahi sebagai ”Tata Dekor-Tata Warna Terbaik” dalam Festival Asia di Jepang pada tahun 1973.

Suasana pameran maestro film Indonesia bertajuk Silang Visual: Delsy dalam Film dan Seni Rupa di Galeri Cipta 1, Gedung Trisno Soemardjo, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (23/6/2023).
KOMPAS/PRIYOMBODO

Suasana pameran maestro film Indonesia bertajuk Silang Visual: Delsy dalam Film dan Seni Rupa di Galeri Cipta 1, Gedung Trisno Soemardjo, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (23/6/2023).

”Dari riset dan penelusuran sejarah, Delsy merupakan orang pertama di Indonesia yang menggunakan storyboard saat produksi film. Tidak mengherankan jika Delsy menggunakan media ini, karena dia seorang komikus,” kata Yuki.

Kendati menekuni banyak aliran seni, bukan berarti Delsy tidak punya pendirian. Dia justru selalu konsisten di tiap jenis seni yang ditekuninya.

Akhir tahun 1980-an menjadi tahun sibuk Delsy terlibat dalam produksi film. Dia terlibat di film Ranjang Tak Bertuan, Rajawali dari Selatan (1988), Saur Sepuh III (1989), Prabu Anglingdarma, Saur Sepuh IV (1990). Pada 1991, dia kembali dinobatkan sebagai penata artistik terbaik dari film Saur Sepuh IV.

Kendati sibuk menggeluti film, Delsy tidak melupakan seni rupa, komik dan lukis. Pada tahun 1978, dia menjadi editor sekaligus komikus pada komik, Sentot Ali Basha, dari Perang Jawa ke Perang Paderi (1978).

Baca juga : DKJ Fest 2023, Upaya Merebut Kembali Ruang Seni

Koleksi neoklasik Indonesia karya tokoh film dan seni rupa Indonesia, Delsy Sjamsumar, yang dipamerkan dalam pameran bertajuk Silang Visual: Delsy dalam Film dan Seni Rupa di Galeri Cipta 1, Gedung Trisno Soemardjo, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (23/6/2023).
KOMPAS/PRIYOMBODO

Koleksi neoklasik Indonesia karya tokoh film dan seni rupa Indonesia, Delsy Sjamsumar, yang dipamerkan dalam pameran bertajuk Silang Visual: Delsy dalam Film dan Seni Rupa di Galeri Cipta 1, Gedung Trisno Soemardjo, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (23/6/2023).

Dalam komik tersebut dia mengangkat kisah sosok Sentot Prawirodirdjo atau Sentot Ali Basha yang terlibat dalam Perang Jawa yang berlangsung pada 1825-1830 dan Perang Paderi (1805-1837).

”Salah satu yang menarik dari Delsy, dia kerap menulis sosok atau cerita di luar tokoh utama. Misalnya, jika saat membuat komik tentang Perang Jawa dan Perang Paderi, komikus kebanyakan mungkin akan membuat tentang sosok sentral Pangeran Diponegoro atau Imam Bonjol,” ucapnya.

Lukisan tentang Sentot juga kemudian menjadi karya seni rupa terakhir yang dibuat pada tahun 2000. Adapun kali terakhir dalam produksi film, Delsy terlibat sebagai supervisor di film kolosal Fatahillah (1996). Selain dua karya itu, Delsy juga tetap aktif melukis sejumlah tokoh besar bangsa sebelum ia mengembuskan napas terakhirnya pada 2001 di Jakarta.

Sejumlah pengunjung pameran merasa kagum dengan karya Delsy Sjamsumar. Fahat (31) cukup familier dengan film-film Anglingdarma dan Saur Sepuh, tetapi tidak mengetahui pengarah artistiknya.

”Biasanya penonton tahunya cuma pemeran, produser, atau sutradara. Sekarang jadi tahu, di balik adegan-adegan kolosal itu ada sosok ini (Delsy),” kata Fahat.

Hal senada diungkapkan Eliza (22), mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Jakarta. Menurut dia, jika melihat karya yang dipamerkan, nama Delsy cukup layak menjadi bagian dari tokoh seni Tanah Air.