Review Film: The Equalizer 3

Review film: The Equalizer 3 terasa cuma ajang selebrasi perjalanan Robert McCall yang akhirnya mencapai garis finis.

Review Film: The Equalizer 3
Jakarta, CNN Indonesia --

Saya sempat berpikir The Equalizer 3 akan memperkuat dominasi film laga tahun ini mengikuti jejak John Wick 4, Extraction 2, atau Mission: Impossible 7. Namun, perkiraan itu ternyata terlalu berlebihan.

The Equalizer 3 terasa cuma ajang selebrasi perjalanan Robert McCall yang akhirnya mencapai garis finis. Penutup trilogi ini terasa begitu sederhana, bahkan nyaris hambar karena cerita dan suguhan aksinya tidak berkesan.

Saya tidak ragu untuk menekankan bahwa penulisan cerita film ini terasa ala kadarnya. Nyaris sepertiga cerita The Equalizer 3 dihabiskan untuk mengisahkan Robert McCall (Denzel Washington) yang singgah di Altamonte, kota kecil di pesisir selatan Italia.

Babak baru kehidupan McCall itu mengubah arah dan atmosfer film menjadi lebih damai dan tenteram, persis seperti suasana Altamonte. Hal itu tentu berbanding terbalik dengan formula yang biasa digunakan dalam cerita film laga.

Meski begitu, saya sempat enggan berburuk sangka karena bisa saja Antoine Fuqua sudah menyiapkan suguhan laga yang memukau di akhir cerita. Lagi-lagi saya terkecoh, ternyata film ini juga kesulitan dalam melakukan transisi menuju adegan laga.

The Equalizer 3 menjadi film ketiga sekaligus penutup trilogi The Equalizer yang dibintangi Denzel Washington. Film ketiga ini juga kembali terinspirasi dari serial televisi berjudul sama yang tayang pada 1985.Review film: The Equalizer 3 terasa cuma ajang selebrasi perjalanan Robert McCall yang akhirnya mencapai garis finis. (dok. Sony Pictures Releasing via YouTube)

Peralihan antara kehidupan McCall yang damai menuju aksi sang karakter utama terasa tiba-tiba. Saya juga tak merasakan permainan emosi karena Fuqua tampak cuek dalam urusan tempo cerita.

Intensitas cerita yang kacau itu terlihat dari cara penulis menjahit bagian peristiwa. Sebut saja keberadaan plot sampingan soal Emma Collins (Dakota Fanning) dan CIA yang berusaha menghentikan jaringan terorisme di Altamonte.

Plot sampingan itu terasa kasar karena tidak bertaut dengan apik bersama cerita McCall. Bahkan, bagian cerita itu justru seperti merusak intensitas dan tempo yang dibangun menuju klimaks.

Eksekusi itu pun patut disayangkan mengingat film ini menjadi ajang reuni Denzel Washington dengan Dakota Fanning setelah Man on Fire (2004). Untungnya, Denzel dan Dakota masih menyuguhkan chemistry yang hangat ketika muncul dalam satu frame.

Permasalahan tidak berhenti di situ. Villain dalam film ini juga terasa hambar dan gagal dieksekusi sebagai musuh yang layak untuk pensiunan agen intelijen sekaliber Rob McCall.

Biaya produksi film ini hanya berkisar di angka menengah, sekitar US$70 juta, memang jadi catatan yang digarisbawahi. The Equalizer 3 mungkin juga tidak bisa menggaet aktor kelas A untuk menandingi Washington.

Akan tetapi, bukan berarti film ini tidak bisa memiliki villain dengan penulisan karakter yang mumpuni. Penulis dan sutradara harusnya mampu menggarap villain sebagai sosok yang menghadirkan tantangan baru bagi McCall.

Lanjut ke sebelah...

[Gambas:Video CNN]