Sidang Terdakwa Hasim Sukamto Molor, JPU Iqram Syahputra Kena "Semprot" Majelis Hakim

Membuka persidangan, ketua majelis hakim Djuyamto mengarahkan pandangannya ke kursi pesakitan yang diduduki terdakwa Hasim Sukamto. Dengan suara keras, ia mengingatkan para pihak untuk menepati jadwal waktu yang sudah disepakati. "Tolong jaksanya diberitahu. Kalau jadwal sidangnya jam 10 ya, jam sepuluh. Kalau (sidang molor) begini nanti kita dipikir sidangnya ngumpet-ngumpet," kata Djuyamto saat membuka persidangan di…

Sidang Terdakwa Hasim Sukamto Molor, JPU Iqram Syahputra Kena "Semprot" Majelis Hakim

Membuka persidangan, ketua majelis hakim Djuyamto mengarahkan pandangannya ke kursi pesakitan yang diduduki terdakwa Hasim Sukamto. Dengan suara keras, ia mengingatkan para pihak untuk menepati jadwal waktu yang sudah disepakati. "Tolong jaksanya diberitahu. Kalau jadwal sidangnya jam 10 ya, jam sepuluh. Kalau (sidang molor) begini nanti kita dipikir sidangnya ngumpet-ngumpet," kata Djuyamto saat membuka persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (14/4/2020).

Saat pesan itu disampaikan, Jaksa Iqram Syahputra, SH sebagai Penuntut Umum tidak berada diruang sidang. Kursinya tampak diisi oleh jaksa lain penggantinya. 

Teguran keras ketua majelis hakim diarahkan kepada JPU Iqram agar tidak main-main dengan jadwal persidangan. Apalagi, katanya, terdakwa dalam perkara ini tidak ditahan. "Kalau waktunya jam sepuluh ya jam sepuluh. (Apalagi) Ini (terdakwa) tidak ditahan. Jadi biar gak ganggu waktu yang lain. Hakim itu juga perlu istirahat. Tolong disampaikan jaksanya," lontar majelis hakim Djuyamto menegur jaksa Yonart dengan suara keras.

Hakim kelahiran Solo, Jawa Tengah itu bahkan mengancam akan mengembalikan penuntutan jaksa tersebut bila pada persidangan berikutnya, kembali molor dari jadwal yang telah disepakati pukul 10 pagi. 

"Nanti kalau sidang berikutnya jam 10 pagi tidak hadir, majelis akan kembalikan penuntutannya. Jadi jangan main-main ya. Tolong nanti penasihat hukum dan JPU jam 10 harus hadir. Kita jam segini harusnya sudah istirahat. Begitu ya," terangnya.

Selain itu, majelis hakim juga sempat menanyakan tentang kehadiran saksi korban. "Yang namanya Melliana Susilo hadir gak?" tanya majelis hakim ke arah kursi pengunjung sidang.

Saksi korban Melliana pun mengangkat tangan. "Hadir," jawabnya.

Sebagai saksi, Melliana disebutkan punya hak untuk mengikuti persidangan tersebut. "Kalau hadir tolong diperhatikan ya, saudara. Jadi dianggap nanti saudara ngomong diluaran bahwa sidang tidak diberi undangan," terangnya.

Menurutnya, selama ini banyak persepsi keliru yang ditangkap masyarakat soal dunia peradilan. Hakim, lanjut Djuyamto, kewenangannya hanya soal penetapan, menentukan jadwal sidang, memerintahkan penuntut umum untuk menghadirkan terdakwa, saksi dan alat bukti.

"Soal saudara (saksi korban dan terdakwa) dihadirkan atau tidak bukan urusan majelis hakim. Itu urusan penuntut umum. Jadi semuanya diletakan pada proporsinya, kalau tidak ngerti persidangan jangan ngomong sembarangan nanti majelis hakim yang dikira main-main," tegasnya.

Soal keterlambatan sidang hingga baru digelar sore hari, Djuyamto juga membela diri dan meminta masyarakat tak mudah menyalahkan lembaga pengadilan. Sebab, lanjunya, yang bersidang diruang pengadilan terdiri dari saksi, terdakwa, jaksa, penasihat hukum dan majelis hakim. "Satu aja dari itu terlambat hadir ya semua kena. Padahal jam 12.30 wib kita duduk disini gak pernah keluar dari meja sidang. Jangan ada anggapan nanti kenapa sore-sore sidang ini baru dimulai," ungkapnya 

Setelah meluapkan uneg-unegnya, majelis hakim kemudian berkonsultasi dengan penasihat hukum terdakwa. "Saya minta pendapat penasihat hukum apakah mau dibacakan semuanya atau cukup yang singkat-singkat saja," majelis hakim melempar tawaran.

"Ya, kita bacakan yang pokok-pokoknya aja Yang Mulia," jawab Hendri, SH kuasa hukum terdakwa.

Dalam eksepsinya tim penasihat hukum menyatakan dakwaan penuntut umum obscuur libel, tidak jelas dan kurang lengkap. "Undang-undang telah menetapkan bahwa surat dakwaan harus memenuhi syarat formal dan formil," ujar Hendri.

Syarat formil itu, lanjutnya diatur dalam Pasal 143 KUHP. "Surat dakwaan harus diberi tanggal dan ditandatangani oleh penuntut umum, nama lengkap, umur dan tanggal lahir, jenis kelamin, dll. Juga syarat materil yang memuat uraian cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana dengan menyebut waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan," jelas penasihat hukum terdakwa. 

Dari materi yang dibacakan JPU Iqram Syahputra, penasihat hukum berkesimpulan bahwa surat dakwaan penuntut umum tidak memenuhi syarat formil dan materiil. 

"Setelah kami mendengarkan dan mencermati, surat dakwaan penuntut umum obscuur libel, dakwaan harus batal demi hukum," ujar Hendri, pensihat hukum terdakwa.

Hasim Sukamto diseret istrinya, Melliana sebagai terdakwa dengan tuduhan telah memalsukan dan atau membuat keterangan palsu kedalam Akta Otentik untuk mendapatkan kucuran kredit bank.

Dalam dakwaannya jaksa penuntu umum (JPU)  menyatakan terdakwa melanggar Pasal 266 KUHP dan atau Pasal 263 KUHP dengan cara mengagunkan Harta Bersama berupa Sertipikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 7317/Sunter Agung dan SHGB Nomor 883/Sungai Bambu sebagai jaminan di Bank CIMB Niaga Niaga cabang Mangga Dua Square, Jakarta Utara. Hal itu, dilakukan terdakwa untuk mendapatkan kucuran kredit senilai Rp23 miliar atas nama PT Hasdi Mustika Utama yang bergerak di bisnis playwood.

Atas permohonan terdakwa, pihak Bank CIMB Niaga Niaga lalu menunjuk kantor Notaris Ahmad Bajuni, SH untuk melakukan proses pemeriksaan dan keabsahan dokumen pendukung lainnya berupa surat kuasa membebankan hak tanggungan akta jaminan Fiducia dan akta kuasa membebankan hak tanggungan yang seolah-olah telah mendapat persetujuan dari saksi Melliana Susilo selaku istri terdakwa. 

"Sebagai istri saya dibohongi. Tandatangan saya dipalsukan karena saya tidak hadir di notaris," ucap Melliana.