RKI Sajikan SIRA di Kota Bengawan, Kenalkan 4 Puak Danau Toba

Rumah Karya Indonesia (RKI) menggelar pertunjukan SIRA di Teater Besar Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Rabu malam (14/6/2023). Pada kesempatan ini, RKI ingin mengenalkan empat puak di Danau Toba. Lewat musik tradisi dan film dokumenter.

RKI Sajikan SIRA di Kota Bengawan, Kenalkan 4 Puak Danau Toba
image

RADARSOLO.COM – Rumah Karya Indonesia (RKI) menggelar pertunjukan SIRA di Teater Besar Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, Rabu malam (14/6/2023). Pada kesempatan ini, RKI ingin mengenalkan empat puak di Danau Toba. Lewat musik tradisi dan film dokumenter.

Lampu penerangan teater diredupkan malam itu. Sontak seluruh mata tertuju ke atas panggung, yang sudah terdapat sejumlah alat musik. Tak lama, para seniman naik ke atas panggung. Dibarengi dengan tayangan film dari layar besar di sisi belakang panggung.

Pertunjukan ini bertajuk SIRA. Dalam bahasa Sumatera Utara, diartikan sebagai garam. Namun dalam agenda ini, SIRA dimaknai sebagai “Sinergi Rasa”. Artinya sebagai idiom yang penguatkan peran identitas puak (penggolongan), di delapan kabupaten yang mengelilingi Danau Toba.

“Awalnya perjalanan SIRA ini rangkaian Lake Toba Traditional Music Festival. Tahun ini tahun ketiga. Jadi di tahun pertama, kami buat forum namanya Etamargondang,” kata Public Relationship RKI Sagitarius Marbun di sela acara.

Dulu Etamargondang itu, lanjut Sagitarius, merupakan pencipta musik tradisional repertoar yang dimainkan anak muda dan orang tua antargenerasi. Mereka memainkan empat musik tradisional dari empat puak.

“Empat puak yang ada di Danau Toba, adalah Toba, Simalungun, Karo, dan Pakpak. Berangkat dari situ, kami ingin Danau Toba dikenal oleh masyarakat di Indonesia secara luas. Jadi kami merencanakan tur ini,” imbuhnya.

Sementara itu, musik yang disajikan merupakan garapan empat komposer. Masing-masing mewakili menguasai empat puak itu. Mereka adalah Tria Simbolon dari Puak Toba dengan judul Sitolu Sada. Sintong Pasaribu dari puak Pakpak dengan judul Perbobah. Hiskia Anri Puba dari Puak Simalungun dengan judul Dinggur. Serta Brevin Tarigan dari puak Karo dengan judul Ningkah.

Dalam pertunjukan ini, juga ditampilkan film-film dokumenter. Mengangkat ritual dan tradisi yang berjalan di empat puak tersebut. Film dokumenter ini diproduksi RKI Docs, dengan sutradara Ori Semloko. Karya-karya tersebut berjudul Huda-Huda dari Simalungun, Sipaha Lima dari Toba, Penusur Sira dari Karo, dan Mameree Cinta Lao dari Pakpak.

“Kalau filmnya itu waktunya jauh sebelum ide untuk tur ini dilaksanakan. Jadi film dokumenter itu kan ada yang berisi ritual di empat puak. Jadi ada yang digarap dua tahun lalu adan yang satu tahun lalu. Jadi waktunya tidak bisa direncanakan. Harus menyesuaikan ritual itu,” ujarnya.

Sementara itu, dalam perform ini RKI juga menggandeng mahasiswa Etnomusikologi ISI Surakarta. Lewat workshop mengenal musik tradisi yang dilaksanakan sehari sebelum pertunjukan. Eta Margondang dan mahasiswa Seni Karawitan menciptakan repertoar untuk ditampilan dalam pertunjukan.

“Tiap kota yang kami kunjungi punya ciri khusus, tapi semangatnya sama. Di Solo kami kolaborasi dengan anak ISI Surakarta,” papar Sagitarius. (nis/fer/dam)

Reporter: Mannisa Elfira