Usmar Ismail, Seniman Merangkap Intel Berpangkat Mayor

Dia dikenal sebagai wartawan, seniman sekaligus sutradara sandiwara. Intelijen republik kemudian merekrutnya sebagai bagian dari mereka, untuk melawan perang urat syaraf pihak Belanda.

Usmar Ismail, Seniman Merangkap Intel Berpangkat Mayor
Selasa, 14 Februari 2023 06:07 Reporter : Merdeka
Usmar Ismail, Seniman Merangkap Intel Berpangkat Mayor Seniman Usmar Ismail. ©2023 bpi.or.id

Merdeka.com - Dia dikenal sebagai wartawan, seniman sekaligus sutradara sandiwara. Intelijen republik kemudian merekrutnya sebagai bagian dari mereka, untuk melawan perang urat syaraf pihak Belanda.

Penulis: Hendi Jo

taboola mid article

Sekira Mei 1946, Kolonel Zulkifli Lubis ditugaskan membentuk organisasi intelijen oleh Presiden Sukarno. Dia lantas mendirikan Brani (Badan Rahasia Negara Indonesia). Brani memiliki salah satu unit bernama Field Preparation (FP).

Menurut Ken Conboy dalam Intel: Menguak Tabir Dunia Intelijen Indonesia, FP memiliki fungsi melaksanakan pengamatan dan mempersiapkan situasi lapangan dengan menggalang dukungan bagi kepentingan Republik di seluruh Indonesia.

"Anggotanya terdiri dari berbagai macam latar belakang profesi: dari prajurit tulen lulusan PETA (Pembela Tanah Air) hingga para seniman," ungkap sejarawan militer Indonesia asal Amerika Serikat itu.

2 dari 4 halaman

Diberi Pangkat Mayor

Untuk kepentingan mempengaruhi publik, Zulkifli merekrut orang-orang yang bergerak di bidang media, film dan hiburan. Mereka ditempatkan oleh sang kolonel di suatu seksi bernama Bagian V yang membawahi bidang intelijen dan propaganda. Pimpinan Bagian V adalah Usmar Ismail yang tak lain adalah kakak kelas Zulkifli saat bersekolah di AMS B Yogyakarta.

"Usmar kemudian diberi pangkat mayor," ungkap Zinggara Hidayat dalam Jejak Bung Usmar: Biografi Perjuangan Bapak Perfilman Nasional Jilid I.

Usmar lantas merekrut juga dua seniman lain: Suryo Sumanto dan Suardi Tasrif. Zulkifli memberi mereka berdua masing-masing pangkat kapten. Bersama para seniman itu, Usmar membuat gebrakan pertama dengan membidani sebuah surat kabar bernama Patriot.

Dia betul-betul mempraktikkan ilmu propaganda yang dulu sempat direguknya di Nippon Eigasha, biro film propaganda militer Jepang.

3 dari 4 halaman

Tugas untuk Usmar

Menurut Zinggara, di Bagian V, Usmar menjadi andalan Zulkifli, terutama dalam pembentukan opini publik. Sebagai wartawan, pengarang, sutradara sandiwara dan mulai merambah dunia film, Usmar menyadari peran pentingnya dalam mempengaruhi khalayak lewat dunia seni.

"Ia membawahi sepasukan yang terdiri atas rekan-rekan kerjanya dari Pusat Kebudayaan dan Kelompok Seniman Merdeka. Mereka Menyusun strategi di medan revolusi, menggagas publikasi media massa dengan menyandang senjata api dan pena," ungkap Zinggara.

Pada 1947, Mayor Usmar ditugaskan sebagai kepala Urusan Psychological Warfare. Selain surat kabar Patriot, dia pun dipercaya untuk mengelola majalah bulanan Arena dan majalah Tentara. Isi majalah Tentara dan koran Patriot adalah isi jiwanya, jiwa seorang putra Indonesia umumnya yang saat itu tengah diganjar oleh revolusi.

4 dari 4 halaman

Ditangkap Intel Belanda dan Dipenjara

Awal Desember 1947, perundingan antara Indonesia dengan Belanda kembali digelar di atas Renville, kapal perang Angkatan Laut Amerika Serikat yang tengah berlabuh di Teluk Jakarta. Usmar yang saat itu berposisi sebagai wartawan Antara lantas ditugaskan untuk meliput peristiwa penting tersebut.

Namun baru beberapa minggu tiba dari Yogyakarta, intelijen Belanda telah meringkusnya dengan tuduhan: Usmar telah melakukan aksi subversi. Rupanya mereka tahu jika selain sebagai seniman dan wartawan, Usmar juga adalah perwira intel TNI. Akibatnya, dia ditahan di Penjara Cipinang dan otomatis semua aktifitasnya terhenti.

Penangkapan Usmar lantas diprotes keras oleh para wartawan Indonesia. Akhirnya setelah menjalankan protes terus menerus, pada bulan kelima penahanannya, Usmar dilepas dari penjara Cipinang dan dikenakan status sebagai tahanan kota. Barulah setelah mendapat jaminan dari Menteri Penerangan RI Mohammad Natsir, Usmar bisa bebas total dan kembali ke Yogyakarta.

"Selama di penjara, dia malah menjadi gemuk," ungkap Rosihan Anwar, jurnalis seangkatan Usmar selama revolusi Indonesia berlangsung.

Setelah perang berakhir, Usmar keluar dari dinas ketentaraan. Pada 1950-an, sia kemudian mendalami dunia sinema dan membuat beberapa film layer lebar. Diantaranya adalah Darah&Doa serta Enam Djam di Djogja, dua film legendaris yang hingga kini masih dipuji para kritikus film sebagai karya terbaik orang Indonesia di zamannya.

[noe]