Temukan Masjid BUMN Terpapar Paham Radikal, Komisi I DPR akan Panggil BIN

BREAKINGNEWS.CO.ID- Komisi I DPR RI berencana mengundang Badan Inteligen Negara (BIN) untuk menggelar rapat dengar pendapat (RDP) terkait temuan bahwa terdapat 100 masjid milik gabungan kementerian, lembaga, dan BUMN yakni 41 masjid sudah terpapar paham radikal. Rinciannya, 11 masjid di kementerian, 11 masjid di lembaga, dan 21 masjid milik BUMN.

Temukan Masjid BUMN Terpapar Paham Radikal, Komisi I DPR akan Panggil BIN

BREAKINGNEWS.CO.ID- Komisi I DPR RI berencana mengundang Badan Inteligen Negara (BIN) untuk menggelar rapat dengar pendapat (RDP) terkait temuan bahwa terdapat 100 masjid milik gabungan kementerian, lembaga, dan BUMN yakni 41 masjid sudah terpapar paham radikal. Rinciannya, 11 masjid di kementerian, 11 masjid di lembaga, dan 21 masjid milik BUMN. 

"Pasti akan kita undang (BIN), karena ada berbagai macam laporan yang isinya mengatakan bahwa ada gerakan yang mengancam keberadaan Pancasila," ujar Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Golkar, Dave Laksono kepada BreakingNews.co.id, Selasa (20/11/2018). 

Merajanya paham radikal di sejumlah Masjid, Dave melihat Indonesia hal tersebut telah mengarah pada perpecahan bangsa. "Tentu ini semua akan mengarah kepada perpecahan bangsa. Sehingga bila tidak dicegah dan tangkal sejak dini, bisa berakibatkan fatal," tegasnya. 

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Demokrat, Agus Hermanto meminta Badan Inteligen Negara (BIN) harus mengklarifikasi secara jelas terkait penemuan 100 masjid milik gabungan kementerian, lembaga, dan BUMN, 41 masjid sudah terpapar paham radikal tersebut. 

"Ya, ini kan temuan BIN yang paling tepat diklarifikasi oleh BIN. Karena setalah itu kan semuanya harus diproses sesuai peraturan dan perundangan-undangan," ujar Agus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (19/11/2018). 

"Komisi I juga akan mempertanyakan kepada BIN pada rapat kerja dan sebagainya, ini harus diklarifikasi oleh mitra-mitra yang ada," tambahnya. 

Sementara Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo mendorong semua institusi terkait untuk menyikapi dengan sangat serius data tentang rumah ibadah yang terpapar paham radikal, serta temuan Kementerian Dalam  Negeri  (Kemendagri) tentang komunitas pegawai negeri sipil (PNS) yang menolak ideologi Pancasila.

"Pemerintah dan semua institusi terkait hendaknya tidak meremehkan dua kecenderungan itu. Sebagai sebuah kecenderungan, kedua masalah ini harus dikelola dengan penuh kebijaksanaan sebelum berkembang menjadi sebuah kekuatan yang mampu merongrong pemerintah atau mengancam keutuhan NKRI," ujar Bambang kepada wartawan, Senin (19/11/2018). 

Menurut Badan Intelijen Negara (BIN),  dari 100 masjid milik gabungan kementerian, lembaga, dan BUMN., 41 masjid sudah terpapar paham radikal. Rinciannya, 11 masjid di kementerian, 11 masjid di lembaga, dan 21 masjid milik BUMN. Sebelumnya, informasi mengenai puluhan masjid yang terpapar radikalisme sudah diungkapkan oleh para cendikiawan dan telah dilaporkan kepada presiden.

Sedangkan hasil survei oleh Kemendagri menemukan bahwa sebanyak 19,4 persen PNS di Indonesia tidak setuju dengan ideologi Pancasila. Maka, Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Mayjen (Purn) Soedarmo,  mengingatkan bahwa penolakan terhadap ideologi Pancasila ini telah menyebabkan penurunan ketahanan nasional.

Bambang pun berharap pemerintah segera merumuskan langkah-langkah strategis  guna merespons dua kecenderungan itu. Fakta dua kecenderungan itu jangan dianggap remeh. Jika dibiarkan, akan berkembang menjadi kekuatan yang mampu merongrong keutuhan NKRI.

Maka kata Bambang, sebelum berakumulasi dan berevolusi menjadi sebuah kekuatan, pemerintah melalui semua institusi terkait hendaknya segera merespons dua persoalan ini dengan sangat serius. "Karena dua persoalan ini tumbuh dan berkembang di lingkungan birokrasi negara, pemerintah bisa dikatakan sudah kecolongan," tegasnya. 

Paling mengejutkan kata Bambang adalah temuan tentang 19,4 persen PNS yang menolak ideologi Pancasila. Temuan ini menggambarkan bahwa masih ada kelemahan dalam proses rekrutmen PNS di masa lalu. "DPR berharap kelemahan dalam sistem rekrutmen PNS segera diperbaiki," tukasnya.