Sofia WD, Sang Sutradara Berbintang Gerilya

Usai keluar dari dunia militer, Sofia tak lagi berkiprah sebagai seniman panggung. Namun suratan takdir membawanya kembali ke dunia film dan menjadikannya salah satu aktris terbesar Indonesia.

Sofia WD, Sang Sutradara Berbintang Gerilya
Minggu, 12 Februari 2023 07:07 Reporter : Merdeka
Sofia WD, Sang Sutradara Berbintang Gerilya Sofia WD. ©Wikipedia/Biran, Misbach Yusa. 2009. Peran Pemuda dalam Kebangkitan Film Indonesia. Jakarta: K

Merdeka.com - Usai keluar dari dunia militer, Sofia tak lagi berkiprah sebagai seniman panggung. Namun suratan takdir membawanya kembali ke dunia film dan menjadikannya salah satu aktris terbesar Indonesia.

Penulis: Hendi Jo

taboola mid article

Januari 1948. Bandung pasca diberlakukannya Perjanjian Renville ada dalam situasi tenang. Situasi tersebut menjadikan penduduk kota kembang bisa melaksanakan kegiatan sehari-hari. Termasuk Sofia yang tengah sibuk mengelola sebuah warung nasi. Kendati tidak besar, namun rumah makan itu selalu ramai dikunjungi pelanggan.

Sejak ditinggal mati sang suami, Sofia tak memiliki niat untuk menikah lagi. Menjelang keluar dari dinas ketentaraan, dia memang pernah dekat dengan seorang anggota FP asal Yogyakarta yang tengah bertugas di Karawang-Bekasi. Namanya Wagino Dachrin Mochtar. Namun hubungan itu tak lebih dari jalinan persahabatan semata.

"Tak ada pikiran untuk menikah lagi saat itu," ungkap Sofia kepada jurnalis Yoyo Dasrio.

Pada suatu hari serombongan kru film dari Fifi Young Taneelkunst, datang untuk makan di warung nasi milik Sofia. Merasa cocok dengan cita rasa makanan yang dimasak oleh Sofia, mereka lantas memutuskan untuk menjadikan restoran kecil itu sebagai tempat makan mereka selama mengadakan pentas di Bandung.

Dasar takdir tak bisa diterka, Nyoo Sheong Seng, suami dari Fifi Young, ternyata mengenal Sofia sebagai 'pemain pentas drama berbakat dari kesatuan tentara'. Dia lantas mengajak perempuan Bandung itu untuk ikut terlibat lagi dalam dunia akting. Kata Nyoo Sheong Seng, Fifi Young Taneelkunst berkenan menerima Sofia sebagai anggotanya. Sofia sangat gembira dengan ajakan itu. Tanpa banyak pertimbangan, diterimanya 'lamaran' bos Fifi Young Taneelkunst itu. Mulailah hari-hari Sofia mengadu peruntungan di dunia seni.

sofia wd
©Wikipedia/Biran, Misbach Yusa. 2009. Peran Pemuda dalam Kebangkitan Film Indonesia. Jakarta:

2 dari 4 halaman

Tukang Nasi yang Jadi Populer

Sofia hijrah ke Jakarta. Dia mendapat kesempatan dua kali, ikut menjadi pemain sandiwara. Banyak yang suka dengan aktingnya. Bahkan para penonton pentas Fifi Young Taneelkunst pelan-pelan mendapuknya sebagai idola baru. Ketenaran Sofia terdengar di telinga aktor kenamaan Ramli Rasjid. Sang actor lantas mengajaknya untuk ikut bermain dalam 'Air Mata Mengalir di Tjitarum', sebuah film patungan antara Tan Wong Bross dan Java Industrial Pictures.

"Melihat penampilan Sofia selama bersama Fifi Young Taneelkunst, kedua perusahaan film itu sangat yakin dia bakal mampu menggantikan peran Miss Rukiah yang keburu meninggal dunia," ujar Yoyo Dasrio.

Desember 1948, Sofia mulai ikut syuting. Dalam film karya Roestam Palindih tersebut, dia beradu akting dengan Raden Endang, sang pemeran utama. Ketika Air Mata Mengalir di Tjitarum edar tayang, kawan-kawan seperjuangan Sofia selama di Garut banyak yang kaget bercampur bangga. Termasuk salah satu sahabat almarhum suami pertamanya, H.E. Rustama.

"Pak Rustama kaget waktu tahu Bu Sofia jadi bintang film dan merasa ikut terharu karena jalan cerita Air Mata Mengalir di Tjitarum mirip sekali dengan kisah hidup Bu Sofia dan Pak Edi," kata Yoyo.

Seperti sudah dituliskan takdir, Air Mata Mengalir di Tjitarum menjadikan nama Sofia populer. Begitu banyak yang mengaguminya hingga S. Waldy, pelawak Indo Jerman yang juga sekaligus seorang sutradara jatuh cinta kepadanya dan menikahinya.

Dengan nama Sofia Waldy, bekas tukang nasi itu malang melintang di jagad perfilman nasional. Tercatat ratusan film yang sudah dibintanginya, di antaranya: Dendang Sajang, Mutiara Dalam Lumpur dan Badai Selatan.

3 dari 4 halaman

Penerima Penghargaan

Sofia yang memiliki dasar 'gila belajar', lantas mempelajari penulisan skenario, tata kamera, proses dubbing, editing film dan penyutradaraan. Itu semua dilakukannya secara otodidak dan berhasil. Tentu saja jasa sang suami tidak kecil dalam upayanya merambah dunia barunya itu.

Badai Selatan yang diproduksi pada 1960 adalah besutan pertamanya sebagai sutradara. Hasilnya tidak mengecewakan: tiga tahun kemudian berhasil menyabet penghargaan khusus bidang ketelitian penyutradaraan di Festival Film Berlin, Jerman dan menjadikan Sofia Waldy sebagai sutradara perempuan kedua Indonesia peraih penghargaan itu. Yang pertama adalah pembuat film Sedap Malam (1950). Namanya Ratna Asmara.

Badai Selatan mempertemukan kembali Sofia dengan Wagino Dachrin Mochtar yang ternyata terjun pula ke dunia film. Namun karena posisi Sofia yang masih memiliki suami, hubungan mereka tak lebih sebagai sahabat dan mitra kerja semata.

Tahun 1962, S.Waldy mangkat. Setahun kemudian, Wagino yang lebih dikenal sebagai W.D. Mochtar, melamar mantan teman dekatnya tersebut dan diterima. Sejak itulah Sofia yang memiliki dua anak menabalkan dirinya sebagai Nyonya W.D. Mochtar atau lebih dikenal sebagai Sofia W.D.

Bersama W.D. Mochtar, Sofia lantas mendirikan Libra Musical Show (promotor pertunjukan para penyanyi kondang ke seluruh Indonesia) dan PT. Libra Film yang memproduksi film-film laga. Tercatat film-film yang pernah lahir dari Rahim PT. Libra Film adalah Si Bego Dari Muara Tjondet, Singa Betina Dari Marunda dan Si Bego Menumpas Kutjing Hitam.

Tahun 1974, Libra Film berubah nama menjadi PT. Dirgahayu Film. Dari perusahaan ini diproduksi film-film seperti Menerjang Badai yang pernah menyabet gelar aktor harapan di perhelatan The Best Actor/Actrees yang diadakan oleh PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Jakarta Raya Seksi Film.

Kiprah Sofia sebagai sutradara dan aktris kian bersinar dari waktu ke waktu. Ibarat kelapa, semakin tua santannya malah semakin baik. Banyak film yang dibintanginya diganjar dengan penghargaan, salah satunya Mutiara Dalam Lumpur yang mendapat penghargaan pemain watak terbaik bagi Sofia dalam Piala Citra 1973.

4 dari 4 halaman

Seniman Pejuang

Kendati sudah malang melintang di dunia film, tidak menjadikan Sofia melupakan masa-masa perjuangan revolusi yang pernah dilaluinya. Bahkan pada 1986, dia pernah berencana membuat film Gong Tengah Malam yang berkisah tentang masa-masa perjuangannya dahulu selama di Garut.

Sayang, sebelum film itu terwujud, pada 22 Juli 1986, Sofia menghembuskan napas terakhirnya akibat serangan jantung. Sebagai perempuan yang pernah mendapatkan Bintang Gerilya, penghargaan pemerintah RI untuk para veteran Perang Kemerdekaan, Sofia layak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

Buana Minggu edisi 27 Juli 1986 melukiskan bagaimana para handai taulan, rekan dan orang-orang yang bersimpati kepada Sofia berduyun-duyun mengantarkan jenazah sang seniman pejuang itu menuju persemayaman terakhirnya.

[noe]