Soal Resistensi Peliputan Demo, Menunggu Juklak dari MoU Dewan Pers dan Polri

BREAKINGNEWS.CO.ID-Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jaya yang dipimpin oleh Ketua PWI Jaya Sayid Iskandarsyah melakukan audensi dengan Kabid Humas Polda Metro Kombes Pol Yusri Yunus, di Mapolda Metro Jaya, Rabu (27/11/2019) sore.

Soal Resistensi Peliputan Demo, Menunggu Juklak dari MoU Dewan Pers dan Polri

BREAKINGNEWS.CO.ID-Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jaya yang dipimpin oleh Ketua PWI Jaya Sayid Iskandarsyah melakukan audensi dengan Kabid Humas Polda Metro Kombes Pol Yusri Yunus, di Mapolda Metro Jaya, Rabu (27/11/2019) sore.

Dalam kesempatan itu sejumlah hal terkait peliputan jurnalis dan manajemen media oleh Polri dibahas cukup serius.

Salah satunya kedua belah pihak sepakat perlu adanya petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk lapangan (juknis) dalam peliputan wartawan saat aksi demonstrasi massa.

Hal ini untuk mencegah terjadinya benturan atau kekerasan terhadap jurnalis yang meliput, seperti dalam sejumlah aksi massa beberapa waktu lalu di sekitar gedung DPR.

Kabid Humas Polda Metro Kombes Pol Yusri Yunus, tak menampik terjadinya benturan aparat Kepolisian dengan wartawan di lapangan, saat aksi demo massa. "Memang itu terjadi. Kita akui, Polri mengakui sering terjadi di lapangan,” kata Yusri.

Yusri menjelaskan sudah ada MoU antara Dewan Pers dengan Kepolisian terkait hal itu.

"Namun sampai dengan saat ini, petunjuk pelaksanaan atau juklak dan petunjuk lapangan teknis atau juknisnya, belum ada," kata Yusri.

Menurut Yusri, Polri sudah mengusulkan soal juklak dan juknis peliputan demo itu ke Dewan Pers untuk dibahas.

“Kita telah usulkan kepada Dewan Pers, agar dapat sama-sama membahas kembali untuk juklak dan juknisnya, sehingga tidak terjadi lagi nantinya benturan tersebut,” ujar Yusri.

Yusri menjelaskan, Divisi Humas Polri, sudah pernah membuat pelatihan bersama antara wartawan dengan pihak kepolisian, di Mako Brimob Kelapa Dua Depok selama satu hari, terkait cara wartawan menghadapi aksi massa.

"Kita melakukan simulasi demo, bagaimana menghadapi demo massa, dimana posisi peliputan dari media atau wartawan, saat menghadapi aksi demo tersebut," papar Yusri.

Menurut Yusri dalam simulasi peliputan demo, pihaknya merasa wartawan harus menggunakan rompi dan helm. Namun hal itu belum disepakati secara jelas karena ada perbedaan pendapat dari sejumlah jurnalis.

"Tentunya kita juga perlu membuat SOP liputan dilapangan saat adanya demo," tambahnya.

Selain itu Yusri menjelaskan mengenai program Profesional, Modern dan Terpercaya (Promoter), Jenderal (Pol) yang sempat dilemparkan Tito Karnavian dan dilanjutkan Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis.

Juga membahas mengenai bagaimana program pemantapan dari manajemen media yang dilemparkan Idham Azis.

"Tentunya dalam hal ini bagaimana pihak Kepolisian bersinergi, dan visit dengan temen-teman media, khususnya temen-teman wartawan, termasuk di dalamnya dari PWI," katanya.

“Pak Tito dab Pak Idham, menganggap bahwa media itu bukan kayak zaman dulu, kita harus tarik ulur. Dengan wartawan jangan terlalu dekat, jangan juga terlalu jauh, dulukan begitu. Tapi sekarang itu sudah tidak bisa lagi seperti itu,” tambahnya.

Yusri juga mengatakan, media massa saat ini sudah masuk dimensinya di dalam catatan negara atau sebagai pilar keempat demokrasi.

"Apalagi kita ada tiga pilar yaitu Eksekutif, Legislatif, Yudikatif. Namun sekarang ada lagi dimensi keempat yaitu media, yang tidak bisa lagi ditinggalkan," katanya.

Yusri juga mengaku dirinya masuk dalam lingkungan media, sejak 2008. Bahkan ia menyebutkan setengah masa dinasnya di Kepolisian dilakukan di bidang Humas.

Menurut Yusri kepercayaan masyarakat terhadap jajaran kepolisian yakni 50 persen lebih, berdasarkan informasi dari media.

“Mau kerja bagus, mau kerja keras, kalau tidak diinformasikan di media, apa itu sama saja bohong,” ujarnya