Selayang Pandang Ratusan Tahun Lakon Sandiwara Radio

Perjalanan sandiwara radio mulai mengudara di Barat pada 1920-an hingga masuk Indonesia dan tetap ada hingga kini.

Selayang Pandang Ratusan Tahun Lakon Sandiwara Radio
image
Jakarta, CNN Indonesia --

Sandiwara radio atau radio drama sempat jadi pilihan utama hiburan, jauh sebelum teknologi audio visual berkembang. Berawal dari Barat, sandiwara radio juga pernah populer di Indonesia.

Sandiwara radio diyakini pertama kali populer di Barat pada 1920-an, sebagai hasil perkembangan théàtrophone pada 1900 hingga 1920-an. Théàtrophone merupakan sistem di Eropa yang membuat orang-orang bisa mendengarkan penampilan opera dan teater melalaui telepon.

Hingga hal tersebut mulai dikembangkan ke radio, satu-satunya alat komunikasi massa yang dikenal kala itu.

Awalnya, drama radio dilakukan dengan membacakan karya-karya fiksi hingga teater lokal menampilkan adegan untuk acara radio, seperti yang dilakukan WJZ dan WGN pada awal 1920-an.

Pada tahun-tahun awal perkembangannya, sandiwara radio merupakan live shows atau ditampilkan langsung, bukan recorded (hasil rekaman).

Ahli sejarah radio asal Northwestern University Neil Verma, dalam wawancara bersama History of Radio, mengatakan Inggris memiliki A Comedy of Danger sebagai drama yang naskahnya benar-benar ditulis untuk radio.

[Gambas:Video CNN]

Drama radio itu dibuat Richard Hughes dan pertama kali disiarkan di BBC pada 15 Januari 1924.

Tanpa komponen visual, sandiwara radio jadi benar-benar bergantung pada dialog, musik, efek suara untuk membantu pendengar bisa membayangkan hal yang terjadi pada karakter dan alur ceritanya.

"Saya diminta BBC untuk menuliskan pentas untuk efek suara saja, tapi sama seperti pentas film yang ditulis untuk efek tampilan saja," kata Richard Hughes seperti diberitakan ulang oleh Audio Boom pada 2014.

Pada tahun yang sama, Amerika juga menyiarkan The Wolf, hasil adaptasi teater karya Charles Somerville, di WGY Schenechtedy.

Layaknya karya dalam medium yang lain, drama radio juga menawarkan banyak genre, mulai dari komedi, misteri, thriller, hingga fantasi. Sandiwara radio semakin digemari dan terbukti menguasai 14 persen program pada 1930-an.

Namun, sekitar tiga dekade kemudian, sandiwara radio mulai kurang digemari Barat seiring dengan munculnya televisi. Sebagian besar drama radio CBS dan NBC dibatalkan pada 1960-an.

Sementara itu, sandiwara radio baru mulai populer di Indonesia pada 1980-an karena radio menjadi satu-satunya media hiburan rakyat yang terjangkau. Masa itu sesungguhnya sudah ada televisi, tapi masih menjadi hiburan langka dan 'mahal.'

Saur Sepuh menjadi satu dari banyak sandiwara radio hit di Indonesia kala itu. Ada pula Misteri dari Gunung Merapi, Catatan Si Boy, Tutur Tinular, Brama Kumbara, Ibuku Sayang Ibuku Malang, Butir-butir Pasir di Laut, dan lainnya.

CEO Masima Corporation yang juga pendiri Radio Prambors, Malik Sjafei Saleh, mengatakan keunggulan sandiwara radio adalah menjadi theater of mind para pendengar. Ia mencontohkan Catatan Si Boy yang hit kala itu.

Berbincang dengan CNNIndonesia.com, ia menekankan pendengar memiliki gambaran masing-masing atas tokoh dan suasana cerita saat mendengarkan sandiwara radio karena diperdengarkan tanpa konten visual.

"Keunggulan Catatan si Boy adalah karena kita audio, jadi theatre of mind. Dia keren, dia alim, kaya, ceweknya banyak, yang sebetulnya enggak mungkin ada di satu orang," kata Malik Sjafei beberapa waktu lalu.

"Tapi karena theatre of mind, semua pendengar masing-masing punya gambaran sendiri-sendiri. Sehingga Si Boy itu menjadi tokoh super. Waktu ada layar lebar dan diperankan Ongki, semua image jadi ideal."

Lanjut ke sebelah...

Selayang Pandang Kisah Sandiwara Radio

BACA HALAMAN BERIKUTNYA