Pro-Kontra Manusia Purba Masih Hidup di Indonesia dan Asal-usulnya

Seorang antropolog menyebut spesies Homo floresiensis kemungkinan masih hidup. Seperti ini klaimnya dan penampilan manusia purba tersebut.

Pro-Kontra Manusia Purba Masih Hidup di Indonesia dan Asal-usulnya
image
Jakarta -

Apakah detikers pernah menonton film The Lord of The Rings? Film adaptasi novel fiksi karya JRR Tolkien tersebut menampilkan Hobbit yang digambarkan bertubuh jauh lebih pendek ketimbang manusia pada umumnya.

Namun, manusia bertubuh mini itu sebetulnya serupa dengan Homo floresiensis, manusia purba yang ditemukan di Flores, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Bahkan, Homo floresiensis sendiri memiliki nama sebutan 'the hobbit'.

Sejumlah pihak pun berpendapat bahwa manusia purba itu masih hidup hingga kini. Terdapat klaim penampakan manusia kecil berbulu atau individu yang mirip manusia di Flores.

Klaim Manusia Purba Homo floresiensis Masih Hidup

Seorang antropolog Kanada berpendapat bahwa bukti kelangsungan hidup hobbit mungkin telah terabaikan. Dia menyebut spesies manusia purba ini kemungkinan masih bertahan sampai sekarang.

Gregory Forth pada sebuah opininya untuk The Scientist mengatakan, ahli paleontologi dan ilmuwan lain telah mengabaikan pengetahuan pribumi dan kisah manusia kera yang tinggal di hutan Flores. Forth mengungkapkan hal ini saat dia mempromosikan bukunya yang berjudul Between Ape and Human.

Dijelaskan dalam IFL Science, pensiunan dosen antropologi asal Universitas Alberta ini menerangkan, buku tersebut ditulis untuk menemukan penjelasan paling masuk akal dan rasional, dilengkapi pemaparan empiris mengenai keberadaan Homo floresiensis.

"Ini termasuk laporan penglihatan lebih dari 30 saksi mata, yang saya bicara langsung dengan mereka semua. Dan saya menyimpulkan bahwa cara terbaik untuk menjelaskan apa yang mereka sampaikan adalah bahwa Hominin non-sapiens telah bertahan di Flores hingga saat ini, atau baru-baru ini," ungkapnya.

Forth menulis bahwa orang Lio yang mendiami pulau tersebut punya cerita mengenai manusia yang berubah jadi hewan saat bergerak dan beradaptasi dengan lingkungan baru.

Lio adalah sebuah suku bangsa tertua dan terbesar yang ada di Pulau Flores. Mereka amat sakral dalam memegang teguh tradisi dan budaya leluhur.

"Seperti yang diungkapkan oleh penelitian lapangan saya, perubahan yang dikemukakan seperti itu mencerminkan pengamatan lokal tentang kesamaan dan perbedaan antara spesies nenek moyang dan keturunannya yang berbeda," ujar Forth.

Orang Lio mengidentifikasi makhluk yang mereka lihat itu sebagai hewan, tidak memiliki bahasa atau teknologi rumit yang dipunyai manusia. Walau demikian, mereka mempunyai kemiripan dengan manusia.

"Apa yang mereka katakan tentang makhluk itu, ditambah dengan bukti lain, sepenuhnya konsisten dengan spesies Hominin yang masih hidup, atau yang baru punah dalam 100 tahun terakhir," katanya.

Meski ada pihak yang beranggapan bahwa Homo floresiensis masih hidup, sebagian kalangan lainnya menampik hal ini.

Pendapat Lain Sebut Homo floresiensis Sudah Tidak Ada

Salah satu pendapat yang sangsi dengan anggapan bahwa Homo floresiensis masih hidup mengatakan bahwa tidak mungkin populasi yang cukup besar bisa luput dari pengamatan, mengingat pulau cukup kecil dan kepadatan penduduknya.

Mengutip dari The Natural History Museum, pihak kontra juga mengklaim bahwa meskipun ada komunitas manusia lebih pendek yang tinggal di Flores saat ini, mereka dinilai tidak memiliki kaitan genetik dengan Homo floresiensis.

Homo floresiensis Spesies Manusia yang Berbeda

Kapan tepatnya kemunculan Homo floresiensis di Flores masih belum betul-betul jelas. Namun, data tertua mencatat usia manusia purba itu setidaknya berusia 100.000 tahun. Beberapa perkakas batu yang dikaitkan dengan Homo floresiensis pun disebut berusia sampai 190.000 tahun.

Homo floresiensis disebut sebagai spesies manusia yang berbeda. Menariknya, spesies manusia purba bertubuh kecil lainnya juga ditemukan di Filipina. Mereka disebut dengan Homo luzonensis.

Usia Homo luzonensis sekitar 50.000-67.000 tahun, sehingga seumuran dengan Homo floresiensis. Namun, keduanya punya karakteristik yang bervariasi, maka diidentifikasi sebagai dua spesies manusia purba yang terpisah.

Kenapa Homo floresiensis Bertubuh Sangat Pendek?

Homo floresiensis memiliki tubuh pendek dengan tinggi sekitar 1.05-1.10 meter. Bobot mereka diperkirakan sekitar 25 kilogram.

Ada sejumlah teori yang menerangkan kenapa Homo floresiensis sangat pendek. Ilmuwan yang menemukan fosil mereka berasumsi bahwa populasi spesies Homo erectus melakukan perjalanan ke Flores dari Jawa dan mungkin dengan perahu.

Saat di Flores, ukuran tubuh spesies tersebut dinilai menyusut selama ratusan ribu tahun. Situasi semacam ini disebut sebagai dwarfisme pulau, yaitu proses ketika hewan besar terisolasi di sebuah pulau lalu tubuhnya menyusut karena sumber pangan terbatas dan tidak perlu melindungi diri dari predator besar.

Kendati demikian, karakteristik Homo floresiensis yang mirip Australopithecine menunjukkan bahwa mereka berevolusi dari nenek moyang yang jauh lebih kuno dan lebih kecil daripada Homo erectus.

Sejumlah ilmuwan lain juga berpendapat Homo floresiensis bukan spesies yang berbeda, melainkan populasi Homo sapiens yang memiliki kondisi mikrosefali, yakni otak berkembang menjadi ukuran yang lebih kecil. Namun, tidak ada penyakit yang ditemukan pada Homo sapiens yang sesuai dengan kondisi manusia purba Homo floresiensis ini.

Simak Video "Belajar Sejarah dari Pameran Kampung Purba"
[Gambas:Video 20detik]
(twu/twu)