Politisi Jangan Bawa Isu SARA Demi Jaga Toleransi di Masyarakat

BREAKINGNEWS.CO.ID - Isu intoleransi akhir-akhir ini kerap digaungkan ditengah-tengah masyarakat. Mengingat, isu-isu tersebut juga kerap meresahkan bagi kalangan  masyarakat itu sendiri. Terlebih di tahun politik saat ini, isu intoleransi yang berkolerasi dan tumbuh menjadi SARA kerap dilancarkan oleh pelaku politik demi kepentingan pribadi demi meraup keuntungan.

Politisi Jangan Bawa Isu SARA Demi Jaga Toleransi di Masyarakat

BREAKINGNEWS.CO.ID - Isu intoleransi akhir-akhir ini kerap digaungkan ditengah-tengah masyarakat. Mengingat, isu-isu tersebut juga kerap meresahkan bagi kalangan  masyarakat itu sendiri. Terlebih di tahun politik saat ini, isu intoleransi yang berkolerasi dan tumbuh menjadi SARA kerap dilancarkan oleh pelaku politik demi kepentingan pribadi demi meraup keuntungan.

Menanggapi hal itu, Komisioner KPU DKI Jakarta, Sunardi mengatakan bahwa pihaknya selaku lembaga penyelenggara pemilu mengimbau agar para konstestan pemilu ataupun masyarakat untuk tidak mempersoalkan ataupun membawa-bawa isu SARA dalam proses berkampanye.

Adapun pernyataan tersebut disampaikan oleh Sunardi dalam sebuah diskusi yang mengusung tema "Meningkatkan Toleransi Masyarakat Dalam Menyongsong Pemilu Presiden 2019" yang digelar oleh Gerakan Aktivis Millenium (Geram) di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (24/1/2019).

"Kami didalam penyelenggara pemilu dengan tegas diatur dalam penyelenggaraan kampanye bahwa dilarang mempersoalkan isu-isu SARA." Kata Sunardi.

"Peserta pemilu (caleg/capres-cawapres) ketika ingin menyampaikan informasi (berkampanye) kepada masyarakat, agar lebih fokus pada penyampaian visi-misi dan program kerjanya yang akan diberikan kepada masyarakat," sambungnya.

Menurutnya, kalau berbicara soal toleransi, sebenarnya makna toleransi ini sudah ada dari nenek moyang terdahulu. sikap toleransi itu sudah sangat tinggi, perbedaan terkait dengan pendapat, sikap, pikiran, pilihan dan seterusnya itu sudah menjadi bagian dari masyarakat sebelum bangsa Indonesia berdiri.

Adapun sikap toleransi sendiri merupakan sikap menghormati, menghargai, memahami terhadap perbedaan pendapat yang ada. "Perbedaan yang datang dari Tuhan itu memang sudah tidak bisa dipungkiri. Nah, tinggal bagaimana kita punya sikap terhadap perbedaan itu," ujarnya.

Selain itu, Sunardi juga mengungkapkan bahwa toleransi di dalam beberapa kubu,  ada toleransi yang berkaitan dengan agama, ada toleransi adat dan budaya dan ada toleransi dengan politik. "Kami dari pihak penyelenggara tentu sangat erat sekali kaitannya dengan masalah politik. Kalau kita bicara politik pasti diawali dari demokrasi. Reformasi tahun 98 mengamanatkan pada kita semuanya bahwa setelah keluar dari persoalan Orde baru (Orba)  lahirlah tatanan baru sistem kenegaraan kita yakni kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat," tegasnya.

"Ketika demokrasi digugat tentu ada kebebasan yang diberikan keada warga masyarakat untuk bependapat dan berserikat. Berpendapat dan berserikat ini kalau kita tarik dalam makna politik punculah namanya partai politik.  Partai politik sebagai peserta pemilu yang kemudian didalam undang-undang peserta pemilu hanya perseorangan. Kemudian munculah pasangan presiden dan wakil presiden," imbuhnya.

Ketika kebebasan demokrasi dengan adanya peserta pemilu  maka disitu kebebasan berserikat, kebebasan berpendapat memunculkan adanya gagasan yang berbeda. "Nah perbedaan-perbedaan dari sikap politik, pilihan politik yang ini kalau kita tidak sikapi dengan bijak maka bukan menjadi rahmat tetapi justru saling bertengkar," katanya kembali menegaskan.

Untuk itu, tambah Sunardi, tugas kita terutama KPU, bagaimana konstetasi para peserta pemilu ini diatur sedemikian rupa ketika melakukan kegiatan yang disebut kampanye diusahakan agar mereka tidak saling menyerang ataupun membawa-bawa Isu SARA. Perbedaan platform politik,  perbedaan sikap dan seterusnya itu sering kali muncul dengan cara-cara yang mungkin saja orang lain menganggap kurang pas.

"Nah, hal  ini direspon dengan kurang pas juga sehingga menimbulkan prasangka-prasangka. Maka ini akan menimbulkan gerakan sikap, pikiran akan bertabrakan. Gerakan ini bisa saja menimbukan seperti gerakan fisik (demo) atau mungkin gerakan-gerakan memfitnah dengan menebar isu hoax dan seterusnya. Maka dari itu didalam aturan kampanye itu dilarang keras dan itu bisa dipidanakan kalo mempersoalkan terkait isu SARA," cetusnya

"Jadi dalam proses kampanye itu memberikan peluang bahwa bagaimana visi misi dan program kerja terutama pasangan calon, partai politik maupun calon perseorangan yang disampaikan kepada masyarakat terutama kepada masyarakat pemilih yang punya hak pilih. Sehingga yang ditekankan disana bukan terkait hal-hal yang SARA tadi tetapi bagaimana program kedepan,  misi kedepan untuk bisa membangun bangsa ini," pungkasnya.