Polisi Dinilai Prematur Tetapkan Status Hukum Kasus MeMiles

BREAKINGNEWS.CO.ID -  Sejumlah pihak menyebut bahwa penetapan status hukum kasus investasi MeMiles masih premature. Pasalnya, saat prosedur pemeriksaan saksi dan tersangka dilakukan, tidak ada kejelasan terkait pertanyaan apakah aktifitas tersebut bisnis investasi atau aplikasi.

Polisi Dinilai Prematur Tetapkan Status Hukum Kasus MeMiles

BREAKINGNEWS.CO.ID -  Sejumlah pihak menyebut bahwa penetapan status hukum kasus investasi MeMiles masih premature. Pasalnya, saat prosedur pemeriksaan saksi dan tersangka dilakukan, tidak ada kejelasan terkait pertanyaan apakah aktifitas tersebut bisnis investasi atau aplikasi.

 Salah satu yang berpendapat demikian adalah  Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Chudry Sitompul. Menurutnya polisi terlalu dini dalam menentukan kasus MeMiles sehingga kesimpulan bahwa investasi tersebut adalah penipuan tidak bisa diterima.

“Kasus MeMiles ini prematur, karena belum jelas perbuatannya apa, apakah investasi, apakah market placement, ini bisnis investasi atau aplikasi?,” kata Chudry saat menjadi pembicara dalam Diskusi Publik bertajuk "Membedah Polemik MeMiles: Bisnis Investasi atau Aplikasi" di Grand Sahid Hotel, Jakarta, Sabtu (8/2/2020).

Senada dengan  Chudry, pembicara lainnya dalam acara ini adalah Pengamat Sosiologi Politik Dr Syahganda Nainggolan, Mantan Anggota Komisi III DPR RI Ahmad Yani, Digital Marketing Expert Jordy Wong Sidharta, dan Ketua Forum Komunikasi MeMiles Nasional, David Okta.

“Jadi saya kira, karena perbuatannya tidak jelas, maka kita sulit menentukan MeMiles ini masuk ke pidana apa? Apakah dikenakan UU Perbankan, apakah dikenakan ke UU Perdagangan, atau KUHP biasa, seperti penipuan. Jadi, peraturan mana yang dilanggar? Peraturan itu kan ada unsur-unsurnya, ada elemen-elemennya. Apakah semua elemen dan unsur-unsur pidana itu terpenuhi oleh perbuatan ini. Makanya ini prematur,” jelasnya.

Selanjutnya, kata Chudry, jika MeMiles ini dimasukkan sebagai perbuatan yang mengandung unsur penipuan, maka faktanya para anggota MeMiles tidak merasakan adanya unsur tersebut. Sebaliknya, mereka kecewa karena polisi menghentikan bisnis aplikasi tersebut.

“Jadi ini jelas adalah tidak jelas. Apakah ini perbuatannya yang dilarang, atau akibatnya yang dilarang. Ini kan belum jelas. Kalau misalnya dikatakan penipuan, siapa korbannya yang ditipu? Ini (para member MeMiles) kebanyakannya justru mereka ingin kegiatan MeMiles diteruskan,” kata Chudry.

Begitu kata dia, jika dimasukkan ke tindak pidana pencucian uang (TPPU), maka syaratnya pun tidak terpenuhi. “Jika dimasukkan ke TPPU, harus ada kejahatan awal, predicate crime-nya dulu. Memang dalam perkara korupsi itu diajukan penuntutan bareng, tetapi itu kan dalam perkara korupsi, di mana TPPU-nya memang ada. Sehingga proses penuntutannya gak usah bertingkat, berbareng aja, jadi ia dikenakan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Tapi tetap harus ada kejahatan yang mendahuluinya, atau predicate crime itu. Gak bisa langsung melakukan tindak pidana pencucian uang kalau tidak bisa dibuktikan kejahatan lain yang mendahuluinya. Nah, kalau MeMiles ini apa kejahatan awalnya?” ungkapnya.

Diketahui acara ini juga dihadiri ratusan anggota MeMiles dari berbagai daerah. Mereka diminta memberikan testimoni terkait kasus kini tengah bergulir di kepolisian tersebut. Namun, dari seluruh testimoni peserta, tak ada satupun yang merasa tertipu oleh bisnis MeMiles ini.

“Kalau disebut ada penipuan, tadi kan kita dengar sendiri, mereka (anggota MeMiles) merasa tidak tertipu. Jadi kalau betul itu penipuan, siapa yang ditipu? Jadi kita bicara aturannya, di mana mestinya yg mengklaim barang bukti itu adalah orang yang dirugikan. Tapi jangan sampai juga kayak First Travel, uangnya jamaah udah disita oleh negara, bukan dikembalikan kepada jamaah,” paparnya.