LSF Ingatkan Orang Tua Soal Bawa Anak Nonton Film di Bioskop

LSF mengingatkan semua film sudah ada klasifikasi penonton berdasarkan usia, jadi bila ada anak kecil melihat tontonan bukan usianya bisa berdampak negatif.

LSF Ingatkan Orang Tua Soal Bawa Anak Nonton Film di Bioskop
image
Labuan Bajo, CNN Indonesia --

Lembaga Sensor Film (LSF) mengharapkan para orang dewasa yang sudah memiliki anak untuk tidak mengajak anak mereka datang dan ikut menonton film yang tidak sesuai kategori anak, atau di luar klasifikasi semua umur.

Menurut Wakil Ketua LSF Ervan Ismail saat ditemui dalam Sosialisasi Budaya Sensor Mandiri yang diselenggarakan di Labuan Bajo, NTT, Selasa (14/3), perihal membawa anak kecil ke bioskop bisa jadi "kepentingan orang banyak".

"Jadi kenyamanan para penonton di dalam gedung bioskop itu sendiri menjadi salah satu yang perlu sama-sama diperjuangkanlah dalam gerakan budaya sensor mandiri ini. Jadi ini terkait dengan kepentingan orang banyak sebetulnya," kata Ervan.

Menurut Ervan, membawa anak di bawah umur untuk menyaksikan tontonan yang bukan untuk usia mereka bisa berdampak pada anak. Bila muncul adegan kategori dewasa seperti horor ataupun kekerasan, itu bisa menanamkan kenangan buruk pada anak.

Sensor pada film sendiri kini bukan lagi dalam bentuk pemotongan adegan, melainkan klasifikasi usia penonton berdasarkan konten yang ada dalam film tersebut.

[Gambas:Video CNN]

Untuk itu, ada empat klasifikasi usia penonton yang sudah ditetapkan oleh LSF dan industri film secara global, yakni Semua Umur (SU), 13+ atau untuk penonton 13 tahun ke atas, 17+ untuk penonton usia 17 tahun ke atas, dan 21+ atau untuk penonton usia 21 tahun ke atas yang juga suka dikenal dengan rating R (R-rated).

"Kalau suatu waktu anak itu misalnya marah, maka perilaku imitatif tadi bisa muncul suatu waktu. Yang kita enggak tahu bahwa ternyata dia telah merekamnya dari sebuah adegan atau tontonan yang pernah dilihat, yang memang bukan diperuntukkan untuk dirinya tadi," kata Ervan.

Ervan mengakui bahwa pengunjung bioskop membayar tiket untuk menonton, sehingga memiliki privilese datang dengan siapa pun untuk melihat apa pun, termasuk dengan keluarga mereka.

Perihal siapa yang berhak untuk menentang pengunjung di luar klasifikasi film melihat tayangan tersebut pun sudah seringkali menjadi perdebatan, baik di media sosial atau pun dunia nyata di lapangan.

Ervan pun menyebut seiring dengan sosialisasi yang terus digalakkan, kasus orang membawa anak kecil melihat film dewasa atau pun di luar kategori mereka diklaim semakin berkurang.

"Tugas kami adalah memberi tahu, mengapa ada kebijakan ini, mengapa ada larangan seperti ini. Supaya ketika orang, 'oh ternyata ini bukan urusan saya pribadi kan, ini urusan kepentingan publik', ruang publik yang harus sama-sama dijaga," kata Ervan.

"Seperti di dalam bioskop tadi, kita dibatasi juga oleh kenyamanan orang lain," lanjutnya.

Selain mengingatkan orang tua, Ervan berharap ada tindakan tegas dari pihak pengelola bioskop untuk berani menolak pengunjung yang membawa anak kecil dan menonton film bukan kategori untuk anak-anak.

"Mereka lah garda terdepan. Enggak bisa juga LSF tongkrongin di depan pintu bioskop, atau ada aparat pemerintah daerah, kan sekarang sudah bukan zamannya lagi," kata Ervan. "Nah harapannya seperti tadi, misalnya pada saat membeli tiket, justru yang memberi tahu adalah tugas tiketnya,"

"Tapi saya rasa sih selalu ada ya yang namanya dari 100 mungkin 1 ada yang lolos, dan pengawasan yang paling efektif pada akhirnya adalah dari masyarakat penonton itu sendiri," kata Ervan.

"Karena ketika mereka terganggu oleh tangisan anak kecil untuk film yang diperuntukkan dewasa, biasanya malah malu sendiri kan?" lanjutnya.

(tsa/end)