Livi Zheng, Sutradara Pencinta Karapan Sapi

JAKARTA—Bagi sebagian masyarakat Indonesia, lomba balap sapi alias karapan sapi yang menjadi budaya masyarakat Madura, tak lebih daripada sekedar balapan biasa yang untuk hiburan semata. Padahal, sebagai warisan budaya nenek moyang, banyak pelajaran positif bisa didapat  dari ajang tersebut, namun sayang sudah banyak yang mulai melupakan. Setidaknya, itulah yang menjadi pikiran di otak sutradara perempuan…

Livi Zheng, Sutradara Pencinta Karapan Sapi

JAKARTA—Bagi sebagian masyarakat Indonesia, lomba balap sapi alias karapan sapi yang menjadi budaya masyarakat Madura, tak lebih daripada sekedar balapan biasa yang untuk hiburan semata. Padahal, sebagai warisan budaya nenek moyang, banyak pelajaran positif bisa didapat  dari ajang tersebut, namun sayang sudah banyak yang mulai melupakan. Setidaknya, itulah yang menjadi pikiran di otak sutradara perempuan Livi Zheng

Atas dasar pemikiran itulah perempuan kelahiran Blitar ini mengangkatnya ke layar lebar untuk kemudian menjadi wahana mengenalkan budaya Indonesia  lewat film kepada dunia. “Yang selalu ada dalam mimpi saya adalah memperkenalkan Indonesia lewat film kepada dunia,”kata sutradara nominasi oscar untuk film Brush  With Danger tersebutdi Jakarta, beberapa waktu lalu..

Salah upayanya itu mulai membuahkan hasil dalam bentuk karya film layar lebar yang berjudul The Bull Race, alias karapan sapi. Sebuah film yang berkisah tentang budaya yang identik dengan masyarakat pulau Madura, Jawa Timur itu.

Hasilnya pun tak mengecewakan. Film yang juga dibintangi aktor laga Yayan Ruhiyan tersebut terpilih menjadi Official Selection pada  festival film Asian Critics Week  di Kalkuta, India, Juli lalu. “Saya sangat senang The Bull Race mendapat perhatian di festival film dunia, karena  seperti yang saya impikan  agar  Indonesia lebih di kenal  masyarakat dunia mulai kelihatan,”ujar pemegang lebih dari 25 medali untuk kejuaraan karate nasional di AS ini.

Bagi perempuan berusia 28 tahun ini,  budaya karapan sapi  tersebut  tak sekedar adu kencang lari belaka. " Ada banyak ritual dan upacara sebelum sapi turun ke gelanggang. Ada doanya. Sapi dikasih banyak telur, juga dimandikan. Dan, merupakan kebanggaan jika sapi kamu menang. So people spend a lot of money for this," ucapnya takjub.

Karena rasa kagum itu jugalah, Livi juga mengkajinya secara akedemis dengan menjadikannya sebagai bahan tesis S2 di  University of Southern California  jurusan film.

Kini, perempuan yang menetap di negeri paman Sam  tersebut tetap sibuk  dengan sejumlah proyek film yang  dia harapkan tetap menjadi ajang pengenalan budaya Indonesia  kepada dunia. Beberapa diantaranya ada yang sudah rampung dikerjakan. Namun dibalik itu semua, mengangkat tema budaya Indonesia lewat film sekaligus menjadi sutradara, memberinya kesempatan mewah lain yang tak selalu bisa ia dapatkan.” Dengan syuting di tanah air, kesempatan pulang mudik jadi lebih sering,””tutupnya sambil tertawa.