Juru Selamat Netflix: Video Porno di Paket DVD Bill Clinton

Netflix sudah lama bangkrut tanpa Bill Clinton. Ada juga peran video porno.

Juru Selamat Netflix: Video Porno di Paket DVD Bill Clinton
image

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada 2020, Statista menempatkan Netflix sebagai raja streaming film dengan 201 juta pelanggan di seluruh dunia. Posisi ini kemudian dibuntuti oleh Amazon Prime Video dan Disney+. 

Keberhasilan Netflix menduduki peringkat pertama tidak terlepas dari strategi pemasaran yang dilakukannya sejak 1997. Namun, dari perjalanan panjang itu ada peristiwa menarik yang membuat Netflix bisa terkenal, yakni gara-gara ikut menyebarkan konten porno.

Cerita bermula pada suatu hari di musim dingin 1997. Saat itu ahli informatika Reed Hasting hendak mengembalikan film sewaan berupa Video Home System (VHS) ke pusat penyewaan Blockbuster. Namun, di loket pengembalian, dia tidak diperbolehkan pulang karena harus membayar denda keterlambatan sebesar US$ 40.

Hasting pun terkejut dan tidak menyangka dendanya sangat besar. Mau tidak mau, dia pun harus membayarnya agar tidak terhindar masalah. Meski begitu, peristiwa menyebalkan ini membuat Hasting punya ide bisnis menarik: rental film.

Bagi Hasting, bisnis seperti Blockbuster bisa membuatnya kaya karena ada dua keran pemasukan, yakni biaya sewa dan biaya denda. Singkat cerita, ide ini dibicarakan kepada teman seprofesinya, Marc Randolph.

Tak butuh waktu lama, keduanya sepakat menjalani bisnis startup rental dan jual-beli film. Nama bisnisnya adalah Netflix.com, berdiri pada 26 Agustus 1997.

Konsep Netflix tidak seperti Blockbuster. Dia tidak memiliki toko. Operasionalnya murni menggunakan internet. Dan bentuk penjualan filmnya adalah berupa DVD atau kepingan CD, alias bukan lagi VHS. 

Pengguna hanya perlu mengunjungi situs Netflix.com dan memilih CD yang ingin disewa seharga US$ 4 atau dibeli senilai US$ 25, beserta ongkir. Setelah membayar, barulah perusahaan akan mengirimnya ke rumah pelanggan.

Di atas kertas memang praktis, tetapi realitasnya tidak. Marc Randolph dalam memoarnya That Will Never Work: The Birth of Netflix and the Amazing Life of an Idea (2019) menyebut, model bisnis yang ditawarkan Netflix sama sekali tidak dilirik orang-orang.

Alasannya karena ongkos kirim yang mahal dan mereka pun tidak familier dengan bentuk film DVD. Hal ini berimbas pada stagnan dan menurunnya pengunjung Netflix per hari, bahkan nyaris nol.

Nyaris bangkrut

Upaya kerja sama dengan Sony dan Amazon pun tidak membuahkan hasil. Pelanggan sama sekali tidak naik. Akibatnya, Netflix terancam bangkrut. Investor tak sanggup lagi memberi dana yang membuat sektor operasional dan pemasaran berhenti.

"Satu-satunya cara menyelamatkan Netflix adalah mengikuti isu viral. Masalahnya, isu apa yang bisa diikuti startup rental film?," pikir Randolph sembari kebingungan.

Beruntung, situasi politik AS menyelamatkan Netflix dari tepi jurang.

Sebagaimana dipaparkan Vice, kala itu Presiden Bill Clinton sedang menjalani persidangan atas skandal seks dengan Monica Lewinsky. Para hakim meminta transparansi media dengan menyiarkan langsung proses persidangan.

Pada titik inilah, pegawai bernama Mitch Lowe punya ide menarik.

"Yuk, kita buat rekaman DVD persidangan Clinton. Dijamin laku. Pasti kita bisa viral karena bakal diliput The New York Times, The Washington Post, dan The Wall Street Journal," katanya, dikutip Vice

Ide ini kemudian didengar dan disetujui oleh Hasting dan Randolph.  

Netflix pun langsung membuat copy DVD dan menjualnya seharga US$ 0,2. Pemasaran pun dilakukan dengan mengusung Netflix sebagai sarana penyebaran transparansi dan demokrasi. Bagi Hasting, ini adalah upaya baik untuk membuat bisnisnya laku. 

Tak disangka, strategi ini berhasil. Kurang dari sehari, DVD Clinton laku terjual 5.000 keping. Bahkan dalam dua hari jumlahnya berlipat ganda. Dan seperti yang diduga, media nasional akan meliput Netflix, menjadikannya bahan obrolan banyak orang.

Alhasil, Hasting dan Randolph bisa lega karena Netflix tak jadi bangkrut. Perusahaan segera mendapat cuan banyak. Namun, itu semua bersifat fana. Sebab, perbincangan publik bukan hanya persoalan DVD Clinton, tetapi malah topik lain. 

Rupanya kepingan CD produksi Netflix tidak hanya berisi persidangan, tetapi malah video porno. Jadi, Netflix tidak sengaja menyebarkan video seks berlabel persidangan Clinton. 

Tidak diketahui siapa yang bikin ulah. Pastinya setelah kejadian itu, Netflix, selain menjadi objek puja-puji, juga jadi cacian masyarakat. Sebab, bisa-bisanya perusahaan rental film malah menyebarkan video porno ke seluruh AS berdalih konten persidangan yang serius diikuti masyarakat.

Permintaan maaf dan kompensasi pun digulirkan perusahaan. Tapi, tak disangka, ternyata video porno itu malah dinikmati masyarakat. Hingga membuat Netflix dikenal sebagai perusahaan rental film porno.

Meski terkesan negatif, ini sesuai kemauan Randolph: mengikuti isu viral. Berkat peristiwa ini, apa yang dipikirkan manajemen berhasil. Netflix yang sempat diabaikan masyarakat, malah menjadi terkenal. Akibatnya, manajemen semakin mudah untuk memasarkan produknya yang hasilnya membuat Netflix kini dikenal sebagai raja dunia.


[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Alasan Pendiri Netflix Reed Hastings Mundur Dari Posisi CEO