Ikranagara, Sastrawan yang Jadi Aktor Imbas Keisengan Belaka
Profil Ikranagara, sastrawan yang dicatat FFI memulai kariernya sebagai aktor karena keisengan belaka.
Aktor senior Ikranagara meninggal dunia pada Senin (6/3). Kabar duka itu disampaikan Festival Film Indonesia melalui akun mendia sosial mereka pada Selasa (7/3) dengan mengunggah foto sang aktor.
"FFI turut berduka cita yang mendalam atas berpulangnya sahabat dan keluarga kami, Ikranagara, pada 6 Maret 2023," cuit akun Twitter Festival Film Indonesia.
Ikranagara merupakan aktor, sastrawan, penulis skenario, bahkan pelukis yang lahir di Loloan Barat, Negara, Jembrana pada 19 September 1943.
Berdasarkan laman resmi Festival Film Indonesia, Ikranagara memulai kiprah di dunia kesenian melalui drama dan puisi. Keterlibatannya di dunia film sendiri diakui Ikra karena faktor keisengan belaka.
Namun, dalam sepanjang kariernya, lebih dari 13 film telah ia bintangi, dimulai dari Bernafas Dalam Lumpur (1970), ada pula film dokumenter Djakarta 1966 (1980), hingga salah satu yang begitu membekas adalah Kejarlah Daku... Kau Kutangkap (1985).
Peran Markum dalam Kejarlah Daku... Kau Kutangkap membuat Ikranagara mendapatkan nominasi Piala Citra FFI untuk kategori Pemeran Pendukung Pria Terbaik.
Sekitar lebih dari satu dekade terakhir, Ikranagara juga berperan sebagai Pak Harfan dalam Laskar Pelangi dan sekuelnya, Laskar Pelangi 2: Edensor, kemudian Kakek Usman dalam Garuda di Dadaku (2009).
Ia juga berperan sebagai Hasyim Asyari di Sang Kiai (2013). Melalui film dan peran tersebut, Ikranagara kembali masuk nominasi Pemeran Utama Pria Terbaik Festival Film Indonesia.
Dalam festival film lainnya, penghargaan pun berhasil Ikranagara raih, seperti Pemeran Pembantu Pria Terpuji Festival Film Bandung (2009), dan Pemeran Utama Pria Terbaik Indonesian Movie Award (2009).
[Gambas:Video CNN]
FFI juga mencatat Ikranagara melakukan dekonstruksi terhadap teater tradisional terutama yang ada di Bali. seperti melanjutkan dengan proses intertekstualitas, atau kreatif dan kritis, sambil juga melibatkan intuisi kesenimanannya.
Bersama Putu Wijaya, ia mendekonstruksi teater tradisional dengan menggali budaya Bali, seperti yang dilakukan Rendra melalui budaya Jawa dan Arifin melalui kesenian Cirebon dan Betawi.
"Selamat jalan, Ikranagara. Terima kasih atas cinta dan dedikasimu pada dunia perfilman Indonesia," tulis FFI.
[Gambas:Twitter]
(chri)