Hizkia Subyantoro dan Chonie Prysilia, Mentor Animasi untuk Indonesia

Sudah enam tahun pasangan Hizkia Subiyantoro (44) dan Chonie Prysilia mengenalkan animasi sebagai media berekspresi dan edukasi. Peran penting animasi membuat pendiri Animasi Club itu rela menghidupi animasi.

Hizkia dan Chonie yang jadi sutradara, ingin menyuarakan isi hati para perempuan dalam isu sensitif yang selama ini sering tak terungkapkan. Sebelumnya, keduanya sudah membuat film animasi pendek berjudul Roda Pantura dan Lost in Sekaten.

Sejak awal, Hizkia yang akrab dengan panggilan HizaRo, sadar, jalan untuk mengembangkan animasi di Indonesia berliku dan banyak tantangan. Misalnya, banyak orang baru sampai pada pemahaman animasi itu film anak-anak atau genre dari film. Padahal, animasi sebenarnya bisa masuk dalam tiga jenis, gim, iklan, dan film animasi.

Baca Juga: Paul Goran Merekam Perjalanan Semana Santa

Dalam pandangan Hizkia dan istrinya, animasi itu ada unsur interaktifnya, contohnya pada gim. ”Dalam gim ada penceritaan (story telling). Pemain gim jadi penasaran, lalu mencari lanjutan cerita dengan naik level. Ia merasa terlibat dalam cerita, padahal sudah didesain, ada story universe-nya,” tutur Hizkia, Kamis (30/3/2023) di Yogyakarta.

Dengan bermain gim, pemain merasa puas ketika menemukan kelanjutan ceritanya. Pada akhirnya, hal itu menjadi kegiatan penting dalam pengasuhan anak sebab, saat main gim, ada stimulus bagi anak untuk mencipta proyek dan berkreasi. Akan tetapi, anak butuh pendampingan orangtuanya untuk mengarahkan si anak.

Selain itu gim yang dibuat virtual reality (VR) juga bisa menjadi alat terapi bagi penyembuhan trauma, atau alat simulasi gempa dan lainnya. HizaRo dan Chonie menyayangkan di Indonesia belum ada keseimbangan dalam membuat sesuatu yang baik dan yang tidak sehingga yang mengemuka sementara ini hal kurang baik.

Toh, mereka tak menyerah. Justru rela menggunakan uang hasil kerja HizaRo selama 20 tahun menjadi desainer di berbagai proyek, konsultan, atau pembicara untuk membiayai proyek pemasyarakatan animasi. ”Kebetulan biaya hidup kami tidak mahal. Untuk makan, hanya butuh nasi, sayur, dan tempe,” kata Chonie yang sejak lama tak mengonsumsi daging. Belakangan HizaRo yang piawai main gitar ikut tak makan daging.

”Hidup kami pake suket (rumput), paling sehari habis Rp 5.000. Yang penting bisa makan dan ngopi,” tambah HizaRo. Hasilnya, lahirlah karya film animasi. Belum lagi kegiatan lain berkait animasi.

Berkat tekad mereka pula, Animasi Club yang berdiri pada 2017 langsung bisa menggelar Craft International Animation Festival. Keduanya juga mengadakan festival animasi internasional dua tahunan yang diikuti peserta dari banyak negara. Cara itu menjadi salah satu upayanya menggarap pekerjaan rumah, memasukkan animasi ke dalam sinema.

Hizkia Subiyantoro
ARSIP PRIBADI

Hizkia Subiyantoro

Dukungan penuh

Animasi adalah kehidupan lelaki asal Yogyakarta tersebut. Maka, ia tak pernah bosan terus belajar semua hal berkait animasi dan teknologinya. Kecintaannya ke animasi tumbuh dari didikan dan dukungan penuh orangtuanya. Lahir dari keluarga sederhana malah membuat HizaRo dan tiga adiknya kreatif. Ayahnya, Nogo Harun, kondektur kereta api masa itu, dan ibu, Parjiyati, seorang penjahit, benar-benar mengajarkan kebebasan dalam berimajinasi, berkarya, dan kreatif.

Sejak kecil, si sulung itu senang menggambar. Di usia lima tahun, ia sering mencoret-coret di tanah dengan potongan kayu atau bambu. Ketika sudah sekolah, buku pelajaran menjadi media paling sering untuk menggambar. Ia juga menambah pengetahuannya dari membaca komik serta majalah, seperti Hai.

Pengetahuan dan tambahan cerita dari ayah-ibunya tentang kehidupan mereka memunculkan banyak imajinasi di kepalanya. Relasi orangtuanya dengan anak-anaknya yang sangat dekat membuat jam bercerita menjadi saat menyenangkan. ”Kami dengan orangtua ngoko, seperti teman. Tapi, kalau berbicara dengan orang lain, bapak minta kami memakai bahasa Jawa kromo (halus),” ujarnya.

Setiap pulang kerja, ayahnya menceritakan dengan siapa ia bertemu. HizaRo ingat, ayahnya semangat menceritakan pertemuannya dengan seorang dosen di kereta makan. Bagi ayahnya yang tak lulus SMA, sarjana itu keren dan ingin anaknya jadi sarjana.

Ketika melihat HizaRo senang menggambar dan sering jadi juara lomba menggambar, ayahnya membelikannya pewarna merek rapido yang waktu itu harganya Rp 200.000. ”Sangu bapak setiap hari hanya Rp 7.000, tetapi dia bisa membelikan rapido terbaik buatku,” ujar HizaRo tentang dukungan ayahnya.

Akan tetapi, saat ia ingin punya mobil mainan, ayahnya yang tak bisa membelikan menyuruh dirinya membuat sendiri dari kayu. Ia memotong kayu lalu membuatnya jadi mobil. Ia puas sebab dengan usahanya sendiri bisa bermain mobil seperti kawannya yang punya mobil mainan buatan pabrik. ”Saya bersyukur mengalami proses mencipta dan mandiri dengan cara itu. Coba kalau orangtua saya kaya, pasti langsung membelikan mobil mainan di toko,” katanya.

Tak heran di usia anak-anak, di tiap lomba menggambar, peserta lain menggambar dua gunung, dengan jalan di tengah dan petakan sawah di depan gunung, ia sudah menggambar robot Voltus. Imajinasi dan didikan untuk berkreasi terus terpateri hingga HizaRo dewasa.

Hizkia Subiyantoro (HizaRo) dan istrinya, Chonie Prysilia, keduanya pendiri Animasi Club di Yogyakarta pada Kamis (30/3/2023).
KOMPAS/SOELASTRI SOEKIRNO

Hizkia Subiyantoro (HizaRo) dan istrinya, Chonie Prysilia, keduanya pendiri Animasi Club di Yogyakarta pada Kamis (30/3/2023).

Rem dan pedal

HizaRo kenal Chonie tahun 2007 di Jakarta, lalu membuat grup vokal untuk tampil di gereja hingga mengukuhkan hubungan sebagai suami-istri. Sejak lama Chonie memang ingin berkecimpung ke seni budaya. Niatnya terwujud saat ia mengenal HizaRo yang mengajaknya pulang ke Yogyakarta setelah menikah tahun 2011.

Keterlibatan Chonie dalam animasi terjadi gara-gara melihat suaminya terus menunda penyelesaian film animasinya karena bosan dan teralihkan ke pekerjaan lain. ”Aku geregetan. Kapan selesainya?” katanya. Ia menawarkan diri jadi produser yang mengatur waktu kerja, penyelesaian, sampai pembiayaan film.

Tahun 2016, pengerjaan film berjudul Roda Pantura (RP) tuntas walau memaksa Chonie mengenal animasi dan banyak hal lain. RP tampil di festival film animasi di Paris dan Jerman. Suami istri itu ke sana sekaligus untuk nonton film lain di festival tersebut. Di situ Chonie mendapat pembelajaran.

Ia melihat film animasi bisa menampilkan aneka cara bercerita dengan ekspresi tanpa batas. ”Wow, saya baru tahu film animasi bisa jadi alat menghantarkan cerita sambil melindungi narasumber dengan cara artistik,” katanya. Dari tak paham animasi ia menjadi sangat paham.

Dalam kehidupan, keduanya saling melengkapi, tak hanya sebagai suami istri, tetapi juga dalam mengenalkan animasi kepada masyarakat. ”Saya dan Chonie saling melengkapi, seperti rem dan pedal. Dia gas, aku rem. Rem itu ke soal psikologi biar seimbang,” kata HizaRo yang mengaku tiap hari beragumentasi dengan istrinya, tetapi justru dari situ keduanya menambang ide baru.

Mereka sedang menyiapkan Craft Festival Film Animasi 2023 yang diikuti peserta dari 30 negara. Berkait festival, mulai Mei nanti setiap hari akan diputar film sampai ke polosok daerah hingga puncak Merapi agar makin banyak orang bisa melihat film animasi.

Di luar itu, HizaRo dan Chonie bersiap pindah ke Manado, Sulawesi Utara, untuk mengenalkan animasi ke warga di Indonesia Timur. HizaRo ingin terjadi pemerataan pengetahuan dan informasi tentang animasi di wilayah Indonesia timur. Ia merindukan suatu ketika lahir karya animasi dari tangan anak muda Indonesia dengan ciri khas keragaman budayanya.

HizaRo dan Chonie berharap dalam 15 tahun ke depan produk animasi bisa menghidupi anak muda Indonesia. ”Kami sedang menggemburkan tanah agar siap ditanami benih,” ujar HizaRo mengibaratkan kondisi Indonesia dalam bidang animasi.

Kiprah dan kerja kerasnya di bidang animasi itu menjadi jawaban atas kegelisahan sekaligus akan menjadi jawaban dari pertanyaan, jika mati, kau ingin diingat sebagai apa?

Hizkia Subiyantoro (HizaRo) dan istrinya, Chonie Prysilia, keduanya pendiri Klub Animasi di Yogyakarta pada Kamis (30/3/2023).
KOMPAS/SOELASTRI SOEKIRNO

Hizkia Subiyantoro (HizaRo) dan istrinya, Chonie Prysilia, keduanya pendiri Klub Animasi di Yogyakarta pada Kamis (30/3/2023).

Hizkia Subiyantoro (HizaRo)

Lahir: Yogyakarta, Maret 1979

Pekerjaan: Pendiri Animasi Club, penulis buku, sutradara film animasi

Pendidikan:

- Lulusan Jurusan Desain Grafis pada Modern School of Design Yogyakarta (1997-1998)

- Pernah kuliah di Jurusan Seni Grafis Fakultas Seni Institut Seni Indonesia Yogyakarta (2000-2007)

- Pernah kuliah Jurusan Pedalangan di Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Penghargaan, antara lain:

- Award for ROSE Online untuk gim online MMORPG dengan fitur terfavorit (2008)

- SATU Indonesia Award 2010

- Astra & Tempo Institute Program Apresiasi Astra untuk Anak Bangsa IOSA Award 2012

- Film Terpilih di Animation Du Monde, Annecy, Perancis, 2015, untuk film Roda Pantura

- Film Terpilih Official di Internationales Trickfilm Festival untuk film Roda Pantura di Stuttgart, Jerman (2017)

- Film Terpilih di Athens Animfest for Roda Pantura short movie (world premiere) (2017)

Chonie Prysilia

Lahir: Batam

Pendidikan: Pernah kuliah di Jurusan Public Relation Universitas Sahid Jakarta

Pekerjaan:

- Direktur Festival Animasi Club Yogyakarta (2016-sekarang)

- Produser dan sutradara film animasi

Karya, antara lain:

- Produser film animasi pendek Roda Pantura yang terpilih mengikuti

Internationales Trickfilm Festival of Stuttgart, Germany (2017)

- Produser film animasi pendek Lost in Sekaten (2019) yang menjadi nomine Film Animasi Pendek Terbaik di Piala Maya.

- Sutradara film animasi panjang berjudul K0s0ng (2020) yang mendapat penghargaan kategori Special Mention Dokumenter Panjang Indonesia dari Festival Film Dokumenter (2020).