Diselidik KPPU & Diprotes Startup, Petinggi Google Buka Suara

Sistem Google Play Billing (GPB) yang diterapkan Google di Play Store sedang disorot.

Diselidik KPPU & Diprotes Startup, Petinggi Google Buka Suara
image

Jakarta, CNBC Indonesia - Sistem Google Play Billing (GPB) yang diterapkan Google di Play Store sedang disorot. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bahkan telah membuka penyelidikan atas sistem ini. 

Google kini buka suara terkait biaya layanan dalam Google Play Billing System (GPB). VP Public Policy Google Play & Android, Wilson White mengatakan ini sebagai cara untuk mendukung investasi berkelanjutan baik di Android dan juga Google Play Store.

"Seperti toko mana pun, pemilik toko atau manajer toko harus memelihara toko dan membayar hal-hal seperti listrik atau air, keamanan, karyawan, pemasaran dan promosi, dan semua hal lain yang Anda perlukan untuk menjaga toko tetap beroperasi dan berlari," kata Wilson dalam seri Decode: Google, Rabu (9/11/2022).

Menurutnya hal ini merupakan model bisnis yang umum bagi pasar konten digital, baik aplikasi dan game. Dalam kesempatan itu, Wilson menjelaskan jika biaya layanan akan berdampak pada beberapa hal. Misalnya membuat sistem operasi Android tetap gratis, dengan begitu memungkinkan produsen hardware membangunnya di berbagai perangkat pada level harga yang berbeda serta membuat pilihannya ada pengguna.

Selain itu juga membuat Google Play Store tetap aman untuk konten digital. Termasuk juga memastikan aplikasi tetap patuh pada kebijakan Google, ungkap Wilson.

Selain itu, Wilson menjelaskan jika pihak Google membantu pengembang untuk bisa menjangkau miliaran pengguna Android dan lebih dari 190 negara. Perusahaan juga membantu para pengembang meningkatkan performa dari aplikasinya.

"Bahwa sebagian besar toko aplikasi lain hanya menyediakan cakupan nasional. Tetapi kami mengizinkan pengembang untuk benar-benar mendunia, yang membutuhkan kerja dan investasi di pihak kami. Jadi seperti yang Anda lihat, biaya layanan dan melalui biaya layanan, kami memberikan banyak nilai," kata Wilson.

Sebelumnya, sumber CNBC Indonesia di startup sempat mengeluh soal Google Play Billing System. Google membebankan tarif layanan pada aplikasi 15-30 persen dari pembelian, penggunaan GPB juga bersifat wajib bagi aplikasi tertentu. Aturan ini disebut memberatkan karena banyak startup yang menawarkan aplikasi di Google Play memiliki margin di bawah 30%.

Penggunaan opsi bayar lain, menurut sumber CNBC Indonesia, dibolehkan. Namun, opsi bayar alternatif ini malah menambah beban karena developer tetapi harus membayar biaya layanan Google selain biaya yang dikutip perusahaan gerbang pembayaran penyedia metode alternatif.

"Kami memiliki lebih dari enam opsi pembayaran yang dapat dipilih oleh pengguna, yang mengutamakan kenyamanan dan kebiasaan pengguna Indonesia. Mereka termasuk platform penagihan ponsel seperti Indosat, Smartfren, XL, serta e-wallet seperti Ovo, Gopay, banyak lagi," kata White.

Dalam kesempatan itu, dia menjelaskan pihaknya tengah melakukan uji coba User Choice Billing. Menurutnya pengujian berasal dari feedback yang diutarakan oleh para pengembang untuk memiliki opsi penagihan alternatif di luar yang disediakan Google Play pada pengguna.

Pengguna dapat memilih antara membayar dari Google Play atau dari pengembang. Dia menjelaskan jika pilihan terakhir yang dipilih, pengembang mendapat biaya pengurangan dan seluruh biaya layanan keseluruhan sebesar 4%.

"Berarti bahwa dalam beberapa kasus, dan untuk beberapa pengembang, biaya layanan keseluruhan dapat serendah 6%," ungkap White.

Baca lebih lanjut soal keluhan startup Indonesia soal Google Play Billing dan respons Google di sini


[Gambas:Video CNBC]

(dem/dem)