Direktur PT Hasdi Mustika Utama Hasim Sukamto Akui Palsukan Sidik Jari Melliana

BREAKINGNEWS.CO.ID - Direktur PT Hasdi Mustika Utama, Hasim Sukamto, terdakwa perkara memasukan keterangan palsu kedalam akta otentik, keukeuh tidak merasa memalsukan tandatangan saksi korban Melliana Susilo di berkas Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Namun demikian diakui terdakwa, dirinya telah melakukan cap sidik jari palsu Melliana dengan jarinya sendiri guna memuluskan pencairan kredit di Bank CIMB…

Direktur PT Hasdi Mustika Utama Hasim Sukamto Akui Palsukan Sidik Jari Melliana

BREAKINGNEWS.CO.ID - Direktur PT Hasdi Mustika Utama, Hasim Sukamto, terdakwa perkara memasukan keterangan palsu kedalam akta otentik, keukeuh tidak merasa memalsukan tandatangan saksi korban Melliana Susilo di berkas Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). Namun demikian diakui terdakwa, dirinya telah melakukan cap sidik jari palsu Melliana dengan jarinya sendiri guna memuluskan pencairan kredit di Bank CIMB Niaga senilai Rp18,5 miliar. 

Persidangan kali ini mendengarkan keterangan terdakwa. Saat sidang dimulai, Majelis Hakim yang dipimpin oleh Djoeyamto Hadi Sasmito mengingatkan terdakwa agar memberikan keterangan yang sejujur-jujurnya. "Sikap terus terang saudara akan berpengaruh terhadap pidana saudara," ucap Djoeyamto kepada terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rabu (29/7/2020).

Sebelum menyampaikan keterangan, terdakwa Hasim Sukamto yang mengenakan kemeja lengan pendek motif batik warna merah, memperkenalkan putri keduanya yang ikut hadir menyaksikan jalannya persidangan.

Menikah sejak 1991 dan telah dikaruniai 3 orang anak perempuan, terdakwa mengaku tidak menyangka gara-gara soal tandatangan dan sidik jari, dirinya hingga berurusan sampai ke pengadilan. 

Terdakwa menjelaskan bahwa PT Hasdi Mustika Utama adalah perusahaan keluarga yang dibangun ayahnya, Suharno Sukamto sejak 1978. Karena terjadi krisis ekonomi dan aksi penjarahan di era reformasi tahun 1998, PT Hasdi Mustika Utama lalu membeli aset tanah yang dijadikan gudang perusahaan di kawasan Yos Sudarso dan di kawasan Sunter, Jakarta Utara yang kini dijadikan kantor PT. Hasdi Mustika Utama. 

Kedua aset itu diakui terdakwa dibeli menggunakan uang perusahaan tetapi atas nama dirinya dan Hasan Sukamto, kakak kandung terdakwa. "Itu dibeli dari uang perusahaan, memang dibeli atas nama saya dan kakak saya, Hasan Sukamto," jelas terdakwa.

Perusahaan lalu berpindah kantor dari Jl. Pangeran Jayakarta ke kawasan Sunter, Jakarta Utara pada tahun 2000. Karena performance keuangan tidak mendukung, tahun 2001 aset tersebut diagunkan ke BCA guna mendapatkan pinjaman modal kerja. "Setiap tahun ada perpanjangan kredit kita dan para istri harus hadir," ujar terdakwa.

Penjelasan terdakwa yang panjang lebar kemudian dipotong oleh Ketua Majelis yang mempertanyakan soal posisi aset perusahaan yang menjadi atas nama pribadi, terdakwa menyebut harusnya dipisahkan karena badan hukum perusahaan telah berubah menjadi Perseroan Terbatas. "Kami belum siap waktu itu karena banyak sekali hal-hal yang dilema," tukas terdakwa.

Majelis kemudian mengejar pertanyaan terhadap kepemilikan aset perusahaan yang hanya diatas namakan kepada terdakwa dan Hasan Sukamto. Atas hal ini, terdakwa mengatakan bahwa ada juga aset perusahaan yang diatasnamakan anggota keluarga yang lain. "Hanya saja yang kebetulan bermasalah dalam kasus ini kebetulan nama saya dan Hasan Sukamto," terang terdakwa. 

Terdakwa menyebutkan seluruh anak-anaknya sudah tahu yang mana aset perusahaan dan mana pribadinya. "Mereka harus mengerti posisinya," imbuhnya.

Terhadap kasus yang menjeratnya saat ini, terdakwa mengatakan pernah dilakukan proses mediasi. "Aset ini dibeli perusahaan dan kemudian dijaminkan ke bank. Kalau punya pribadi gak mungkin seperti ini. Aset di Yos Sudarso bahkan sudah beberapa tahun dijaminkan ke bank, kenapa baru sekarang dipermasalahkan?" terdakwa dengan nada bertanya.

CIMB NIAGA

Dihadapan majelis hakim terdakwa menjelaskan duduk permasalahan mengapa PT Hasdi Mustika Utama melakukan kredit pinjaman ke Bank CIMB Niaga. "Tahun 2016 perusahaan mengalami penurunan omzet sehingga kami berusaha untuk membuat perusahaan kompetitif sehingga bisa bersaing lagi. Salah satunya menghemat bunga pinjaman di Bank Commonwealth ke bank CIMB Niaga yang lebih rendah," ujar terdakwa.

Atas jawaban itu, majelis hakim lalu mengejar pertanyaan kepada terdakwa perihal pinjaman perusahaan di Bank Commonwealth yang memakai nama pribadi Hasan Sukamto. Terdakwa mengatakan pinjaman perusahaan terpaksa dialihkan memakai atas nama pribadi Hasan lantaran pinjaman perusahaan sudah melampaui batas ketentuan bank. "Disarankan memakai nama pemegang saham atau direksi," jelas terdakwa.

Disampaikan oleh terdakwa bahwa proses take over pinjaman dari Commonwealth ke Bank CIMB Niaga dilakukan dengan memberitahukan para komisaris dan direksi perusahaan bersama pasangannya. "Semua sudah merespons bisa datang tanggal 27. Makanya saya bilang oke, lakukan," terdakwa Hasim menjelaskan dihadapan majelis.

Untuk proses pemindahan pinjaman atau take over itu, dijelaskan terdakwa Hasim Sukamto, istrinya juga sudah diberitahukan. "Cuma pembicaraan tidak formal," aku terdakwa. 

Kapan itu waktunya?, kejar majelis, lalu dijawab oleh terdakwa dengan jawaban "tidak ingat Yang Mulia".

Tapi terdakwa meyakini kalau dirinya telah memberitahukan kepada istrinya, Melliana. "Di rumah, Yang Mulia," singkatnya.

Terdakwa melanjutkan bahwa ketika proses take over dari Bank Commonwealth ke Bank CIMB biduk rumah tangganya dengan Melliana sedang tidak harmonis. "Dia (Melliana) tidak memberikan komentar," kata terdakwa.

Padahal, lanjut terdakwa, soal perpanjangan kredit hampir setiap tahun dilaksanakan dan hal itu tidak pernah ada masalah. Selama persolan itu, terdakwa mengaku tidak dalam tidur satu ranjang dengan istrinya. "Saya lebih banyak tidur di kamar anak-anak," ujarnya.

Persoalan menjadi lebih rumit karena pada tanggal 27 ketika digelar rapat untuk melengkapi data dan persyaratan memproses pencairan kredit Bank CIMB Niaga, Melliana diakui terdakwa tidak hadir di kantor. "Saya minta kepada notaris apakah yang hadir bisa membuka rapat tanpa istri saya," katanya.

Terdakwa memutuskan untuk menjalankan agenda rapat tersebut dengan alasan hal semacam itu sudah berlangsung bertahun-tahun. "(Keputusan) itu sudah biasa dijalankan bertahun-tahun seperti itu. Kadang-kadang ada yang telat si A, kadang yang telat si B," ucap terdakwa Hasim Sukamto.

Karena istrinya tidak hadir, jelas terdakwa, dokumen yang belum ditandatangani Melliana pun dibawa terdakwa pulang. "Saya minta izin kepada bank dan notaris. Notaris kemudian menyerahkan dokumen itu untuk saya kembalikan esok harinya," aku terdakwa Hasim Sukamto.

"Yang saya bawa pulang adalah SKMHT dan dua lampiran," sambung terdakwa.

Sesampainya di rumah, berkas dokumen tersebut diberitahukan kepada Melliana yang saat itu diakui terdakwa sedang di dalam kamar dan tidak memberi jawaban lisan. "Dia hanya mengangguk, saya langsung mandi di kamar anak-anak," ujar terdakwa.

Terdakwa lalu menceritakan hingga pagi hari mau berangkat ke kantor, berkas dokumen yang dia letakan.di kamar Melliana dibawa berangkat kerja. "Saya tidak periksa lagi karena soal seperti ini sudah biasa selama 18 tahun," tuturnya.

Kalau begitu bagaimana saudara bisa jadi terdakwa disini, pancing majelis hakim bertanya. Berpikir sejenak, terdakwa lalu menyampaikan sesampainya di kantor dirinya menghubungi Indra, staf PT Hasdi Mustika Utama. "Saya buka dokumen tandatangan sudah. Tapi belum distempel," beber terdakwa.

Lah, siapa yang tandatangan, kejar majelis hakim. "Ya, istri saya, lah," timpal terdakwa.

Dari mana saudara tahu, lontar majelis hakim Djoeyamto. "Karena taruh di meja kamar, kalau bukan dia siapa lagi," jawab Hasim Sukamto, enteng.

Terdakwa melanjutkan, karena dokumen tersebut sudah ada tanda tangan Melliana tapi belum distempel, terdakwa lalu memutuskan melakukan sendiri kekurangan persyaratan yang wajib dipenuhi untuk kepentingan proses pencairan kredit di Bank CIMB Niaga tersebut. "Sudah tandatangan, cuma tidak ada sidik jari saja," diakui terdakwa dihadapak majelis hakim.

"Atau mungkin juga dia (Melliana) tidak tahu (ada kolom sidik jari," lanjut terdakwa.

Saat terdakwa Hasim Sukamto menjelaskan soal berkas dokumen itu, Melliana, istri terdakwa yang duduk dikursi persidangan terlihat beberapa kali menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tertawa dengan posisi tangan kanan menutupi mulutnya.

Dalam persidangan, terdakwa bersikeras bahwa tandatangan yang ada di berkas dokumen SKMHT itu milik Melliana. Tapi, uji labfor Kepolisian menunjukan guratan tandatangan yang tertera di dokumen tersebut tidak identik pemilik aslinya alias berbeda dengan pemilik aslinya.

Terhadap hasil lab forensik itu, Hasim Sukamto keukeuh merasa tidak melakukannya. "Saya tidak mengerti, saya tidak tahu. Itu tanda tangan dia. Mengapa begitu? Waktu melihat saya tidak tahu identik atau tidak. Yang saya lihat di dokumen ditandatangani. Yang tidak ada sidik jari," ujar terdakwa Hasim Sukamto.