Angin Segar untuk Film Indonesia

Di Cannes, delegasi Indonesia membangun jaringan, memperkuat pondasi untuk film Indonesia ke panggung global. Program ”match fund” menjadi angin segar bagi dunia perfilman.

”Setiap tahun, Matching Fund bisa terus bertambah. Kami akan berikan yang sama. Misalnya, negara lain kasih 15.000 dollar AS, kami juga akan kasih jumlah yang sama. Syaratnya, produser film Indonesia harus bisa mendapat dana dari negara lain. Jadi, sudah ada quality control dari mereka, sudah pasti filmnya layak bersaing di tingkat internasional,” kata Nadiem. Dalam sepekan, 17-25 Mei 2023, delegasi Indonesia, yang sebagian besar adalah produser film, bersama Kemendikbudristek bertemu dengan banyak pihak untuk membuka jaringan dan kemungkinan kerja sama di bidang perfilman. Delegasi menyewa sebuah apartemen yang bisa digunakan oleh para produser film untuk rapat bersama pihak lain.

Dalam satu hari, rapat bisa berlangsung hingga tujuh kali bersama dengan lembaga perfilman atau lembaga pendanaan dari berbagai negara. Selain itu, hampir setiap malam ada undangan makan malam atau pesta dari delegasi negara lain. Di saat itulah, banyak kesempatan untuk membuka jaringan. Diplomasi budaya lewat film Indonesia pun bisa lebih gencar lagi.

Para pencinta dan pelaku film dari seluruh dunia berkumpul di Cannes untuk menyaksikan Featival Film Cannes, Selasa (16/5/2023).
KOMPAS/SUSIE BERINDRA

Para pencinta dan pelaku film dari seluruh dunia berkumpul di Cannes untuk menyaksikan Featival Film Cannes, Selasa (16/5/2023).

Koordinator Program Dana Indonesiana Alex Sihar mengungkapkan, antusias negara lain yang ingin menggandeng produser maupun sutradara Indonesia terlihat saat sesi Producer’s Club yang merupakan salah satu rangkaian Festival Film Cannes. Hadir dalam sesi tersebut 13 lembaga pendanaan dari 12 negara.

”Dalam acara itu dijelaskan skema pendanaan dari berbagai negara. Lalu dari mereka bisa saling bertanya. Nah, yang datang ke meja Indonesia banyak banget, mereka minta dikenalkan dengan para produser,” kata Alex.

Alex juga mengungkapkan kegiatan yang dilakukannya sebagai Ketua Dewan Pengawas Badan Perfilman Indonesia. Untuk memperkuat kerja sama antara tujuh negara di Asia telah dibentuk Asian Film Alliance Network (AFAN) yang diluncurkan di Cannes. Selain BPI, anggota AFAN lainnya adalah Korean Film Council (KOFIC), Film Development Council of the Philippines (FDCP), National Film Development Corporation Malaysia (FINAS), Infocomm Media Development Authority (IMDA)/Singapore Film Commission (SFC), Mongolian National Film Council (MNFC) dan Taiwan Creative Content Agency (TAICCA). Dengan adanya organisasi ini, lanjut Alex, diharapkan bisa mendorong sinkronisasi kerja filmmaker di negara-negara Asia. Selain itu, juga menjadi komunitas untuk memperluas jangkauan keragaman budaya di Asia bisa mendapat panggung internasional.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim (kedua dari kanan) menyaksikan penandatanganan kerja sama Jakarta Film Week dengan Bucheon International Fantastic Film Festival (Bifan), di Cannes, Perancis, Kamis (18/5/2023)
MARIA SUSY BERINDRA

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim (kedua dari kanan) menyaksikan penandatanganan kerja sama Jakarta Film Week dengan Bucheon International Fantastic Film Festival (Bifan), di Cannes, Perancis, Kamis (18/5/2023)

Kegiatan lain yang juga dilakukan di Cannes adalah penandatanganan dua perjanjian kerja sama antara Jakarta Film Week dan Bucheon International Fantastic Film Festival (Biffan) serta Asosiasi Produser Film Indonesia dengan Focus Asia Far East Film Festival. Untuk Biffan, ada beberapa film Indonesia yang akan diputar di festival tersebut.

Sementara itu, kerja sama dengan Focus Asia, Indonesia bisa mengirimkan dua proyek film. Satu film dalam tahap pengembangan, seperti penulisan naskah, mencari dana, atau shooting. Satu film dalam masa post production.

Tim film Tiger Stripes berfoto bersama seusai pengumuman pemenang Cannes Critics Week, di Cannes, Rabu (24/5/2023).
ARSIP KAWANKAWAN MEDIA

Tim film Tiger Stripes berfoto bersama seusai pengumuman pemenang Cannes Critics Week, di Cannes, Rabu (24/5/2023).

Banyak ditunggu

Ajakan Indonesia untuk bekerja sama dalam bidang perfilman ternyata ditunggu banyak pihak. Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid mengungkapkan, skema matching fund yang diluncurkan di Cannes mendapat respons yang cukup baik saat pertemuan dengan banyak pihak.

”Kesan saya dalam beberapa pertemuan, Indonesia lebih ditunggu. Pengin tahu, kami bawa apa, karena negeri berpenduduk banyak, karya sinema yang menonjol, tema-tema filmnya juga sangat beragam,” kata Hilmar.

Hilmar bersama para produser dari Indonesia sudah bertemu dengan Busan International Film Festival dan Venice Film Festival untuk membina hubungan baik. Direncanakan kerja sama akan dimulai tahun ini.

Dengan dukungan pemerintah, lanjut Hilmar, diharapkan kehadiran film Indonesia lebih kuat di panggung internasional. ”Selama ini sudah banyak film Indonesia yang dikenal di sejumlah negara, dan kini bisa lebih meningkat, lebih sistematis, lebih terstruktur dengan dukungan yang benar-benar efektif,” katanya.

Modal dukungan dana dari Pemerintah Indonesia yang bisa dibawa ke atas meja kerja sama dengan negara lain sudah lama ditunggu oleh para pembuat film. Produser film Yulia Evina Bhara yang sudah melakukan film ko-produksi dengan banyak negara pun menyambut baik hal itu.

Modal itu semakin kuat dengan kemenangan film Tiger Stripes yang diproduseri Yulia. Film yang merupakan ko-produksi delapan negara ini memenangi Grand Prize atau film terbaik di Cannes Critics’ Week 2023. Sebelumnya ada beberapa film ko-produksi dari Indonesia.

”Sebenarnya, ini bukan pertama kali para produser ke Cannes dan bukan satu-satunya forum untuk membuka jaringan internasional. Dengan proyek-proyek yang masih berupa inisiasi, diusahakan kami akan terus hadir. Kalau kita ingin menjual ke banyak negara, harus reguler, enggak bisa tersendat-sendat, susah juga nanti membangun networking,” kata Yulia, yang akrab disapa Ebe ini.

Dengan jaringan yang semakin luas, menurut Yulia, para pembuat film, baik produser maupun sutradara, bisa melihat pasar internasional sebagai sesuatu yang menjanjikan. ”Bukan hanya menayangkan film di festival, tetapi juga berkolaborasi. Aku yakin semua itu membuat film, secara kualitas, akan menjadi lebih baik, cara pandang cerita akan lebih kaya, dan potensi audiens semakin besar,” ungkapnya.

imageworld premiere film Tiger Stripes yang merupakan ko-produksi delapan negara, di Miramar Theatre, Cannes, Rabu (18/5/2023). Film ini masuk nominasi Semaine De La Critique Cannes 2023," height="768" loading="lazy" sizes="(max-width:1280px) 1280px, (max-width:720px) 720px, (max-width:1024px) 1024px, (max-width:4624px) 4624px, (max-width:676px) 676px, (max-width:160px) 160px, (max-width:300px) 300px, (max-width:480px) 480px" src="https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/yC1J22ORLYJkrL5Rhk1mx8QR9EA=/1024x768/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F05%2F18%2Fb2dd9e01-7880-4bcc-bc6e-e80c4c726e83_jpg.jpg" srcset="https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/USHqDsSmBN0CViNJKm1i4CvwFak=/1280x960/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F05%2F18%2Fb2dd9e01-7880-4bcc-bc6e-e80c4c726e83_jpg.jpg 1280w, https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/LtveKG7alZyhvZRWiSwC4tMxgNY=/720x540/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F05%2F18%2Fb2dd9e01-7880-4bcc-bc6e-e80c4c726e83_jpg.jpg 720w, https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/yC1J22ORLYJkrL5Rhk1mx8QR9EA=/1024x768/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F05%2F18%2Fb2dd9e01-7880-4bcc-bc6e-e80c4c726e83_jpg.jpg 1024w, https://asset.kgnewsroom.com/photo/pre/2023/05/18/b2dd9e01-7880-4bcc-bc6e-e80c4c726e83_jpg.jpg 4624w, https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/Q5XvvNqiimiUBuS_dTgiqnhlpAE=/676x507/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F05%2F18%2Fb2dd9e01-7880-4bcc-bc6e-e80c4c726e83_jpg.jpg 676w, https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/pvLP_15rANixqjP2lkdVmdMJVgQ=/160x160/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F05%2F18%2Fb2dd9e01-7880-4bcc-bc6e-e80c4c726e83_jpg.jpg 160w, https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/QX_CfSwy_WF715IlLT8VtJku618=/300x225/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F05%2F18%2Fb2dd9e01-7880-4bcc-bc6e-e80c4c726e83_jpg.jpg 300w, https://dmm0a91a1r04e.cloudfront.net/7Mhn5SrOLbmBoGbdIdzZA-_L0pA=/480x480/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F05%2F18%2Fb2dd9e01-7880-4bcc-bc6e-e80c4c726e83_jpg.jpg 480w" width="1024" data-v-30ab5665>
KOMPAS/SUSIE BERINDRA

Penonton mengantre untuk menyaksikan world premiere film Tiger Stripes yang merupakan ko-produksi delapan negara, di Miramar Theatre, Cannes, Rabu (18/5/2023). Film ini masuk nominasi Semaine De La Critique Cannes 2023,

Laboratorium film

Selain dukungan dana, pengembangan kapasitas para pembuat film juga penting untuk dilakukan. Membuka jaringan dengan laboratorium film kelas dunia menjadi tugas Meiske Taurisia, salah satu produser film yang juga tergabung dalam delegasi Indonesia di Cannes.

Selama satu minggu di Cannes, Meiske bertemu dengan enam laboratorium film untuk menjajaki kerja sama. Sebelumnya, Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (Bekraf) pernah bekerja sama dengan Torino Film Lab pada tahun 2016-2018.

Setiap tahun, Indonesia bisa mengirimkan dua film untuk mengikuti feature lab dan script lab. Sebuah kesempatan yang luar biasa karena untuk masuk ke Torino Film Lab bukan hal yang mudah.

Hasilnya, ada dua film, yaitu Autobiography dan Yuni, yang sudah melanglang ke berbagai festival. Satu lagi, film Crocodile Tears yang merupakan film panjang pertama Tumpal Tampubolon sudah mendapat dukungan dana 500.000 dollar AS dari sejumlah negara.

Menurut Meiske, film Crocodile Tears layak mendapat matching fund yang baru diluncurkan Mendikbudristek. ”Dengan adanya match fund, gak perlu didiskusikan lagi, produser otomatis akan menjadi majority. Posisi ini penting bagi Indonesia, kalau ditanya sepuluh atau 20 tahun lagi ini film siapa,” kata Meiske.

Bagi Meiske, pengembangan kapasitas melalui lab film harus melalui proses yang panjang. Waktunya bisa tiga atau empat tahun kemudian. Contohnya saja, film Crocodile Tears yang mengikuti Torino Film Lab pada tahun 2019, mungkin akan menikmati hasilnya pada tahun depan.

Sayangnya, pada saat kerja sama dengan Torino Film Lab terhenti pada tahun ketiga. Alasannya, film Indonesia yang mendaftar semakin sedikit sehingga tidak bisa dikurasi untuk mengikuti lab film.

”Setiap tahun ada 300-an film dari seluruh dunia yang masuk ke Torino Film Lab, dan hanya dipilih 15 project. Kalau Indonesia mendapat dua project aja itu sudah luar biasa. Sayangnya, tahun 2019, hanya ada lima yang masuk, kan, enggak mungkin kita pilih dua,” ujar Meiske.

Untuk itulah, dia mengusulkan adanya kurasi dalam negeri terlebih dahulu. Lalu, muncullah Laboratorium Olah Cerita dan Kisah (LOCK) dengan menghadirkan pemateri dari sejumlah negara.

”Saya bereksperimen dulu di Indonesia. Saya undang semua filmmaker. Orang luar saya bawa ke Indonesia. Dari situ, yang submit lumayan banyak, ada 12 project,” kata Meiske.

Setelah mengikuti lab film di dalam negeri, diharapkan mereka lebih siap bersaing di dunia internasional. Kerja sama dengan Torino Film Lab pun bisa dilakukan lagi.

Dengan berbagai upaya yang dilakukan insan perfilman, semoga saja film Indonesia mendapat panggung lebih besar lagi di tingkat global.