Ada Politisasi di Tubuh KPK, IPW Desak Komisioner KPK Bersikap Tegas

BREAKINGNEWS.CO.ID - Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S Pane meminta Komisioner KPK mampu bersikap tegas dalam menyelesaikan aksi cakar cakaran yang berkembang luas di internalnya. Sebab konflik internal itu kian berkembang luas akibat Komisioner KPK tidak tegas dan membiarkan aksi politisasi terhadap lembaga anti rasuah itu serta membiarkan munculnya pihak pihak yang merasa full power di…

Ada Politisasi di Tubuh KPK, IPW Desak Komisioner KPK Bersikap Tegas

BREAKINGNEWS.CO.ID - Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S Pane meminta Komisioner KPK mampu bersikap tegas dalam menyelesaikan aksi cakar cakaran yang berkembang luas di internalnya. Sebab konflik internal itu kian berkembang luas akibat Komisioner KPK tidak tegas dan membiarkan aksi politisasi terhadap lembaga anti rasuah itu serta membiarkan munculnya pihak pihak yang merasa full power di lembaga tersebut.

IPW menilai, aksi cakar cakaran di KPK makin berbahaya bagi masa depan pemberantasan korupsi di negeri ini. "Apalagi saat ini muncul isu bahwa KPK terbelah menjadi dua, antars "kelompok polisi India dan kelompok polisi Taliban". Aksi cakar cakaran itu kian panas tatkala muncul petisi dan surat terbuka dari para penyidik KPK. Namun Komisioner KPK tak pernah menyikapi aksi cakar cakaran itu secara transparan," ucap Neta pada siaran rilisnya kepada Breakingnews.co.id, Sabtu (4/5/2019).

Terhadal desakan agar Deputi Penindakan KPK Irjen Firli diperiksa karena melanggar kode etik, Neta menyatakan boleh saja kasus pelanggaran etik ini diproses. Namun, IPW mengimbau Komisioner KPK bisa bersikap tegas dan tidak memihak dan jgn terlibat politisasi. 

"Artinya, selain Firli, Novel Baswedan juga harus diperiksa. Sebab, Novel disebut sebut "sebagai orang kita" oleh tokoh2 partai Gerindra. Bahkan Novel disiapkan sebagai Jaksa Agung jika Prabowo memenangkan pilpres 2019 dan beritanya sudah dilansir dan tersebar di banyak media," kata Neta. 

"Tapi kenapa Novel tidak diperiksa. Bukankah ini politisasi yang membahaya KPK, apalagi jika dilihat dari data yang ada, sejak Januari hingga  April 2019, sebagian besar sasaran OTT KPK hanyalah tokoh tokoh partai mitra koalisi Jokowi," sambung Neta.

IPW menilai, keluarnya petisi yg disusul surat terbuka dari penyidik KPK menunjukkan lembaga anti rasuha itu makin tidak sehat. Petisi dan surat terbuka itu menunjukkan aksi cakar cakaran di internal KPK makin memuncak dan ini harus segera dihentikan. Tapi sepertinya Komisioner KPK tdk berdaya menghadapinya. 


Jika aksi cakar cakaran di internal KPK kian tereskalasi, lalu pemberantasan korupsi seperti apa yang bisa diharapkan dari KPK dan apa gunanya KPK jika internal lembaga itu cakar cakaran terus.

Analisa IPW terhadap kondisi terakhir KPK sangat memprihatinkan. Komisioner tidak tegas, memihak, dan cenderung terlibat konflik yang melanda para penyidik, sehingga di KPK muncul isu adanya perang Bubat antara "kelompok polisi India dan kelompok polisi Taliban". 


Situasi ini, menurutya, sangat berbahaya bagi masa depan KPK. Bukan mustahil kedua kelompok ini dimanfaatkan oleh kepentingan kepentingan politik tertentu untuk mengamankan kelompoknya dan mengkriminalisasi lawan politiknya.

IPW khawatir situasi ini akan membuat KPK main hantam kromo tanpa peduli lagi dgn target awal pembentukan KPK, yakni membebaskan Indonesia dari korupsi. Solusi yang harus dilakukan segera adalah Komisi 3 DPR harus mengevaluasi situasi aktual KPK. 


"Selain itu DPR baru nanti harus mencermati perkembangan KPK, jika jajaran internal KPK sudah main-main politik, buat apa lembaga itu dipertahankan lagi, sebaiknya dibubarkan saja. Sebab bukan mustahil KPK akan menjadi alat politik pihak tertentu untuk mengkriminalisasi lawan politiknya dan KPK akan menjadi sumber  baru," pungkasnya.